emily: jadi, tadi tuh lo mau dicium sama arvin? terus lo mau nolak dan keburu gue datang?
me: iyaa lo nyelamatin gue huhu
emily: tapi kayak gitu malah ngebuat arvin mikir buat minta cium di lain kali
me: gue juga mikir gitu sih. tapi lo gak ada di posisi gue yang mau ngomong aja kayak berat. gue takut pas gue ngomong, suara gue jadi kedengara ketakutan gitu
emily: bagus dong. supaya si arvin sadar lo gak suka ciuman
emily: putusin aja cowok kayak git. dikit dikit minta cium, nanti malah mau minta lebih kalau lo kasih
Setelah membaca pesan Emily yang baru saja masuk, Kalila langsung termenung. Apa dia tak suka dengan ciuman? Kalila juga tak tahu mendeskripsikan perasaannya karena dia tak terbiasa dengan hal-hal seperti itu.
Apa siang tadi jantungnya berdegup kencang karena shock? Atau karena dia malu, tapi sebenarnya mau? Hanya tak terbiasa saja? Apakah orang pacaran harus berciuman? Adam, Jiro, Trey, mereka semua belum pernah berpacaran. Meskipun Kalila bertanya pada Jiro yang ada di dekatnya saat ini, tak mungkin juga Kalila berani karena pasti Jiro akan langsung curiga pada Arvin jika Kalila bertanya tentang ciuman dengan pacar sendiri.
Tahu, ah. Kalila membatin sambil menyimpan ponselnya di meja. Dia memejamkan mata sambil memperbaiki posisi kepalanya yang sejak tadi ada di atas paha Jiro karena dia jadikan bantal.
"Lo kenapa?" tanya Jiro sambil mencengkeram pelan kedua pipi Kalila, lalu menggoyangkannya.
"Nggok," balas Kalila sembari menatap siaran televisi yang sejak tadi menyala, tetapi tak pernah dia tonton.
Tadi dia terbangun setelah semua orang tidur. Ketika ingin ke dapur untuk mengambil minum, dia malah melihat Jiro sedang menonton dengan suara televisi yang kecil. Mungkin hanya satu volume. Ruang keluarga itu hanya diterangi oleh cahaya dari televisi yang menyala. Kalila mendatangi Jiro dan Jiro menyerahkan diri untuk dijadikan bantal. Meskipun paha Jiro dipenuhi otot, tetapi Kalila merasa nyaman selama berada di dekat kakaknya itu.
Kalila merasa mengantuk. Dia memegang tangan Jiro dan menggenggamnya erat, lalu perlahan-lahan kesadarannya hilang.
***
Terkadang, Jiro sadar diri bahwa dia menyeramkan, lalu dia bisa mengontrol diri dan pikirannya dari hal-hal yang berbahaya untuk Kalila.
Ada banyak situasi di mana Jiro bisa bertindak di luar batas. Namun, dia bisa berpikir dengan cepat bahwa jika dia salah mengambil langkah, maka hubungannya dengan Kalila akan menjadi canggung dan berjarak.
Dia telah mempelajari segala tindakan Kalila selama ini dan tak ada satu pun situasi di mana Kalila melihatnya sebagai seorang laki-laki. Kalila selalu melihatnya sebagai saudara laki-laki dan itu menjengkelkan bagi Jiro.
Jiro menatap wajah Kalila yang sedang tertidur menyamping. Diusapnya lembut rambut halus cewek itu, lalu beralih ke pipinya. Jiro lalu mengepalkan tangan saat sadar hampir saja dia bertindak di luar batas. Jiro menaruh tangannya di belakang lutut Kalila, lalu mengangkat cewek itu bersamaan saat dia berdiri.
Jiro membawa Kalila menuju kamar cewek itu. Ketika dalam perjalanan di tangga, Jiro melihat Trey yang baru saja keluar dari kamar. Mata Trey yang awalnya setengah tertutup, langsung terbuka lebar saat melihat Kalila berada di gendongan Jiro.
"Siniin!" seru Trey ketika Trey dan Jiro bertemu di anak tangga paling atas. Trey mengulurkan kedua tangannya pada Jiro dan menatap Jiro dengan tatapan tajam. "Sini. Biar gue yang bawa dia ke kamarnya."
"Nggak perlu repot, Trey," kata Jiro, melewati Trey begitu saja. Namun, tangan Jiro langsung ditarik oleh Trey dan membuat Jiro menghela napas sambil menatap adiknya itu.
"Kalila kalau tidur kebo banget. Kalau yang gendong dia maling juga nggak akan bangun dia."
Jiro menaikkan alis. "Terus?"
"Lo malingnya," kata Trey, ketus.
Jiro tertawa. Sungguh konyol. Jiro sudah sering mendengar cerita bagaimana Trey sangat suka merebut Kalila dari gendongan Adam atau Bapak jika salah satu dari mereka membawa Kalila—yang ketiduran di sofa ruang keluarga—ke kamar cewek itu. Biasanya Bapak dan Adam akan menolak, tetapi terkadang mereka memberikan Kalila pada Trey jika mereka lelah bertengkar kecil.
Kejadian itu sudah sering terjadi sejak Kalila masih kecil dan saat mendengar cerita itu, Jiro merasa sedih karena tidak pernah melihat situasi itu.
Sekarang, dia mengalaminya sendiri. Rasanya seru.
Trey berdecak sambil menengadahkan kedua tangannya. "Siniin gue bilang."
"Emangnya Kalila bayi yang jadi rebutan?" tanya Jiro, heran. "Lo udah gede. Nggak usah cari gara-gara untuk hal sepele."
"Terserah gue mau cari gara-gara atau nggak. Bukan urusan lo."
"Urusan gue, kok," kata Jiro, kembali melangkah menuju kamar Kalila yang terbuka.
"Lo kenapa jadi sok dekat sama Kalila?"
"Terserah gue. Bukan urusan lo." Jiro memberikan kata-kata Trey kembali. Sebelum memasuki kamar Kalila, Jiro tersenyum menatap Trey yang sedang kesal. "Sana lo balik tidur juga. Atau mau gue gendong juga kayak Kalila?"
Trey langsung teriak. "AH, BANGS*T!"
***
thanks for reading!
love,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Подростковая литератураSELESAI ✔️ Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak laki-laki terakhir sepasang suami istri terlahir ke dunia. Namun, Kalila justru yang paling disayang, baik oleh kedua orang tuanya...