46

4.8K 288 11
                                    


by sirhayani

part of zhkansas

46

Kala tertawa kecil. "Kaget banget, ya?"

"Iya, lah!" seru Kalila. Dia jadi teringat seseorang yang pernah menculiknya. Tak seharusnya dia memedulikan ucapan Kala yang sudah pasti bercanda. Suasana tadi terlalu melankolis. Pasti Kala berpikir untuk mengubah suasana.

Kalila melirik tangannya yang sepertinya tak ingin Kala lepaskan. Kalila menggoyangkan tangannya berkali-kali, tetapi Kala memegangnya erat. "Hei, lo tahu, kan, kalau megang tangan cewek orang itu enggak boleh?"

Kala berdecak, lalu dia mengangkat kedua tangannya sementara kedua kakinya yang beralaskan sandal mendorong tanah hingga ayunan bergerak pelan. "Okay, okay, tapi gue serius soal pengin nyulik lo."

Kalila memutar bola mata. Dia menarik pergelangan tangan Kala, memaksa cowok itu untuk berdiri. "Ayo, masuk. Tidur sana. Lo di kamar tamu bareng Kak Jiro."

***

31 Desember sampai 1 Januari adalah hal paling tidak bisa Kalila lupakan. Terutama segala rentetan kejadian di mana rahasia-rahasia besar Kalila secara tak sengaja diketahui oleh Kala. Untung saja, dengan suka rela Kala ingin menutup mulut.

Ketika Kala berkata ingin menculiknya, Kalila pikir cowok itu hanya bercanda karena suasana yang tercipta terlalu melolankolis. Kalila langsung menarik Kala agar segera masuk ke rumah dan menyuruh cowok itu tidur di kamar tamu bersama Jiro. Kala langsung menurut dan hari itu Kalila berakhir tidur dengan nyenyak. Dia baru bangun di siang hari dan Kala, Fritzi, Trey, bahkan Jiro sudah pergi dari rumah Anggini, meninggalkan Kalila sendirian. Wajar saja, orang tua Anggini telah kembali. Mereka pasti tak enak pada kedua orang tua Anggini.

Hari itu, Kalila pulang dijemput Jiro karena Jiro menitipkan kepada Anggini untuk menyuruh Kalila mengirimkan pesan kepada Jiro jika dia sudah bangun.

2 Januari Kalila belum masuk sekolah, tetapi besok dia harus kembali ke sekolah seperti biasa. Hari ini, yang dilakukan Kalila hanya berguling tak jelas di atas tempat tidur. Entah bagaimana dia berakhir dengan kepala yang sudah ada di lantai sementara bagian kakinya masih ada di atas tempat tidur, yang dia pandangi adalah langit-langit kamar. Kalila mengernyit. Ada sarang laba-laba kecil di dekat lampu. Laba-laba benar-benar penenun yang hebat.

"Haaaah!" Kalila menghela napas panjang. Hampa. Dia tak bisa memeluk Jiro karena cowok itu pergi sejak pagi tadi. Kalila juga tak bisa berbincang dengan Adam karena kakak pertamanya itu sudah kembali kemarin. Trey juga tak bisa dia ajak bertengkar karena cowok itu katanya pergi bersama teman-temannya. Papa kembali kerja seperti biasa. Sementara Ibu sedang mengurus sesuatu dan Kalila tak bisa mengganggunya. Mama dan Papa juga sedang sibuk.

"Semuanya punya urusan." Kalila mengangkat tangan. Disentuhkannya ujung telunjuk dan ibu jarinya, lalu memandang lampu kamar lewat lubang tersebut. "Beres-beres kamar aja kali, ya?"

Tangannya terkulai, jatuh ke lantai. Dia memejamkan mata sambil menghela napas. Dering ponsel membuat kelopak matanya kembali terbuka, lalu dia menoleh pada asal suara. Ponselnya tergeletak di lantai tak jauh dari pandangnya. Dia ambil ponselnya itu, lalu keningnya mengernyit. Kala meneleponnya.

"Ya, halo?" sapa Kalila.

"Gue di depan perumahan lo. Bisa ke sini bentar?"

Kalila susah payah bergerak. Butuh waktu untuk membuat tubuhnya duduk di lantai. Sekelilingnya berputar-putar. Cewek itu memegang kepala sambil berbisik. "Buat apa?"

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang