happy reading!
love,
38
"Cepetan pergi. Sebelum Bapak lihat." Kalila membuka helm dan memasangkannya untuk Trey. Ketika dia turun dari motor dan buru-buru menuju pagar yang tertutup, tangannya dipegang erat oleh Trey dan membuatnya tak bisa melangkah lagi. Dia berbalik menatap wajah Trey yang tertutupi kaca helm.
"Lo habis dari mana? Gue kenal baju yang lo pakai sekarang. Punya Kak Jio, kan?" tanya Trey. Kalila mengangguk tanpa ragu. Tak ada yang perlu dia sembunyikan tentang baju yang dia gunakan. "Habis dari mana lo?"
"Dari luar. Nggak lihat tadi gue traktir Kala makan?"
"Terserah lah soal Kala. Dia udah bilang tadi mau manas-manasin gue dan ngajak lo makan berdua." Trey berdecak. "Ini soal baju yang lo pakai. Pulang sekolah lo nggak singgah rumah. Lo pergi bareng Kak Jiro. Sekarang pulang-pulang lo make bajunya. Terus training itu, kepanjangan. Punya Kak Jiro, kan?"
"Iya, punya Kak Jiro. Gue ke mana? Rahasia." Kalila segera berbalik, tetapi Trey tak melepasnya. "Apa lagiii? Sana cepetan pergi sebelum ketahuan Bapak. Balikin motor orang."
"Kalian pergi ke suatu tempat enggak ajak-ajak gue?" Trey memandangnya sedih dan Kalila hanya bisa menghela napas. "Nyadar nggak, sih, atau gue doang yang nyadar kalau lo jadi jauh banget dari gue? Semenjak lo lengket banget sama Kak Jiro, gue ngerasa jauh banget dari lo."
"Jauh...." Kalila tak sadar menggumamkan kata itu. Dia sadar hanya disaat-saat dia sendirian, tanpa Jiro maupun Trey di dekatnya. Sejak berpacaran dengan Jiro, Kalila memang sering menghabiskan waktu lebih banyak bersama Jiro. Dibanding dulu, Kalila lebih sering bersama Trey. "Enggak selamanya kan kita bareng-bareng terus? Gue kan pernah bilang kayak gitu...."
Trey mengendurkan genggamannya di tangan Kalila dan Kalila memanfaatkan keadaan itu untuk menjauh. "Sana cepet. Nanti lo dimarahin temen lo," kata Kalila saat dia membuka pagar dan buru-buru memasuki rumah yang pintunya baru saja dibuka oleh Mbak yang ingin membuang sampah.
Trey mendengkus dan menaruh kedua tangannya di setir motor. "Ngajakin gue pergi bertiga sama kalian apa susahnya, sih? Kak Jiro aja terus," omelnya.
***
Sudah jam dua belas malam dan Jiro baru tiba. Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Suara mobil yang Kalila kenali.
Suara pagar rumah dibuka. Suara mobil kembali terdengar. Kemudian suara pagar yang ditutup. Kalila tak bisa memejamkan mata karena tak tenang Jiro belum juga pulang. Sekarang, cowok itu pasti yang sedang memarkirkan mobil di garasi. Kalila mendengkus di dalam gulungan selimut yang hanya memperlihatkan sedikit wajahnya.
Pintu kamar Kalila terbuka. Siapa lagi yang membukanya tanpa permisi jika bukan Jiro? Kalila langsung memejamkan mata perlahan, pura-pura tidur untuk melihat reaksi Jiro selanjutnya.
Jiro naik ke tempat tidur Kalila. Dia berbaring di samping Kalila dan memeluknya dari belakang. "Kenapa belum tidur?"
Kalila membuka mata. Dia tak pernah berhasil berpura-pura di depan cowok itu.
Sebenarnya, Kalila sudah tak masalah tentang kejadian hari ini, di mana Jiro pergi menjenguk Ashana yang merupakan seorang teman perempuannya. Namun, Kalila ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin saja memicu pertengkaran kecil untuk melihat respons Jiro. Kira-kira, apa respons Jiro jika dia menyuruh Jiro menjauh dari Ashana? Apakah cowok itu akan menyetujui permintaannya tanpa keberatan sedikit pun? Atau sebaliknya? Entah. Kalila tak mau tinggi berespektasi. Lagipula, tujuan Kalila bertanya bukan benar-benar untuk membuat Jiro menjauh dari temannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Teen FictionSELESAI ✔️ Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak laki-laki terakhir sepasang suami istri terlahir ke dunia. Namun, Kalila justru yang paling disayang, baik oleh kedua orang tuanya...