by sirhayani
part of zhkansas
35
Kenapa Jiro hanya diam? Kenapa Jiro tak langsung menjawab pertanyannya? Kalila menggigit bibirnya kuat-kuat. "Apa Kak Jiro enggak bisa untuk enggak ngasih harapan ke Kak Ashana? Sulit, ya?" Kalila mengerjap ketika sebuah pemikiran terlintas. "Atau ... Kak Jiro udah mulai ada rasa sama dia sampai sulit banget untuk jaga batasan?"
"Enggak, Kalila." Jiro menggeleng sembari memandangnya lekat. Cowok itu mengusap lembut pipi Kalila dengan ibu jarinya. "Di jam pelajaran terakhir, guru enggak hadir dan semuanya belajar sendiri. Gue datengin Ashana yang lagi serius baca materi. Kita ngobrol bentar. Ngobrol biasa aja. Tentang suasana kelas di SMA yang bentar lagi enggak kami rasain karena udah kelas dua belas. Terus, Ashana cerita kalau kelas ramai enggak kayak rumahnya yang sepi. Sejak kecil dia sendirian. Gue jadi kepikiran nemenin dia healing bentar, sebagai teman, karena keinget masa kecil gue, tapi gue enggak bilang soal masa kecil gue ke dia."
Kalila menggigit bibirnya lagi. Kali ini tak keras. Dia hanya tak menyangka bahwa Jiro akan menjelaskan sedetail itu. "Masa kecil Kak Jiro...."
"He'em." Jiro mendekatkan wajahnya pada wajah Kalila. "Iya, masa kecil gue. Cuma lo yang boleh tahu perasaan gue saat itu. Gue kesepian di rumah Paman dan Bibi. Gue iri sama kalian bertiga yang hidup di rumah yang ramai. Gue merasa dibuang Ibu, dibuang Bapak. Dan dulu, gue benci banget sama lo karena gue mikir lo udah ambil tempat yang seharusnya buat gue."
Mata Kalila memanas. "Kak...," panggilnya dengan suara serak. "Maaf, karena gue—"
"No. Lo enggak salah. Waktu itu gue masih kecil. Sekarang yang terpenting, gue enggak benci lo. Sebaliknya, gue sayang banget sama lo, Kalila."
Bibir Kalila mengerucut. Dia mengusap rambut Jiro yang masih sedikit basah. Tangannya berhenti di rambut Jiro dan memandang cowok itu dengan tatapan dalam. "Tahu nggak kenapa gue khawatir Kak Jiro dekat dengan Ashana?" Jiro menaikkan alis. "Karena kalau Kak Ashana dan Kak Jiro dekat, pasti keluarga besar bakalan setuju-setuju aja. Sementara, hubungan gue dan lo rumit, Kak. Gue selalu khawatir hubungan kita bakalan ke mana? Berakhir kayak gimana? Bagaimana respons Ibu, Bapak, Trey, Adam, Nenek, dan lainnya kalau tahu hubungan kita? Gue ada bayangan, gue bakalan dibenci, tapi kenapa gue malah tetap bertahan di hubungan kita yang terlalu berisiko?"
"Entahlah." Jiro mencium puncak kepala Kalila. "Karena gue juga sering bertanya-tanya. Pasti ada jalan. Biar gue yang mikirin jalan keluarnya. Lo nggak perlu mikir apa-apa."
Kalila menurunkan sedikit tubuhnya, lalu menaikkan tangan kirinya di atas pinggang Jiro, memeluknya dengan perlahan. Dada Jiro adalah tempat favorit Kalila untuk bersandar. "Temenin gue sampai gue tidur, boleh?"
Jiro mengangguk. "Sampai subuh juga boleh."
"Apa Kak Jiro enggak takut kalau Kak Jiro keluar kamar terus ada yang lihat? Atau misal Kak Jiro telat bangun?"
"Enggak takut." Kalila mendongak setelah mendengar Jiro menjawab demikian. "Karena gue tahu kebiasaan orang rumah bangun jam berapa. Gue juga bisa bangun di waktu yang gue pengin. Misalnya gue mau bangun jam 4 subuh, cukup gue bilang ini sebelum tidur, bangun jam empat subuh. Berulang kali."
"Waaah, gue juga mau coba!"
Jiro tersenyum miring. "Nah. Lo udah tahu cata gue bangun, kan? Kasih gue imbalan, dong."
Kalila mengernyit. "Imbalan?"
"Misalnya, ciuman?"
Kalila mendelik tajam. "Enggak mau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Fiksi RemajaSELESAI ✔️ Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak laki-laki terakhir sepasang suami istri terlahir ke dunia. Namun, Kalila justru yang paling disayang, baik oleh kedua orang tuanya...