14

9.8K 702 26
                                    

mau tanya, kalian masih main ig enggak? 

aku udah jarang buka ig, karena tiap buka ig rasanya mau muntah. jadi udah jarang promosi di igku yang sirhay.ani (tapi aku akan muncul kok, menyampaikan informasi terbaru cerita lamaku, jika ada)

 selamat membacaa

____

14

Jiro turun dari motor yang baru saja dia parkirkan di dalam garasi sambil menarik tas anti air berisi pakaian basah yang dia gunakan untuk berenang di rumah Bibi.

Alasan mengapa dia tidak berenang di kolam renang rumah saja adalah karena Jiro khawatir Kalila akan ikut berenang dan membuat cewek itu akan sakit karena berenang di malam hari.

Rumah jadi terasa sepi. Tidak ada Kalila yang biasanya ikut menonton bersama Ibu dan Bapak di ruang tengah. Jiro melewati Ibu dan Bapak yang sedang fokus dengan tayangan TV. Ketika Jiro menginjak anak tangga teratas, pandangannya langsung tertuju pada kamar Kalila di mana suara cewek itu terdengar samar-samar.

Kalila belum tidur. Jiro berdiri di depan kamar Kalila dan mendengar suara Kalila sedikit lebih jelas. Ketika nama Arvin keluar dari bibir cewek itu, Jiro langsung mengepalkan tangannya.

"Iyaaa, Arvin, kita pacaran."

Jiro langsung tertegun. Baru saja mendengar suara Kalila secara nyata di dalam sana, menyebut nama Arvin dan kata pacaran keluar dari bibirnya. Jiro segera mengetuk pintu kamar Kalila dengan perasaan campur aduk. Perasannya semakin tidak tenang ketika Kalila tak langsung menjawab, tetapi berbicara dengan berbisik sehingga ucapan cewek itu tak bisa Jiro dengar.

Jiro mengepalkan tangannya yang kosong juga tangannya lain yang memegang tali tas. Pintu kamar Kalila akhirnya terbuka dan untuk sesaat Jiro tak bisa mengendalikan emosinya yang tergambar jelas di wajahnya.

"Lo habis teleponan sama cowok?" tanya Jiro, lalu tangannya langsung ditarik oleh Kalila setelah Kalila terkejut sambil menaruh telunjuk di depan bibir.

"Jangan berisik-berisik, Kak!" seru Kalila sambil menutup pelan pintu. Kini mereka berdua berada di dalam kamar Kalila yang tertutup. Meski Jiro sudah beberapa kali memasuki kamar ini, tetapi pintu kamar selalu terbuka lebar karena Jiro khawatir bertindak di luar batas.

"Aduh, gue kedengeran, ya, Kak? Semoga Ibu nggak lewat terus denger gue ngomong tadi."

"Bukannya lo bilang nggak akan pacaran sebelum lo tamat SMA?"

Senyum Kalila merekah. Dia duduk di atas kasur dan bersila di sana. "Gue berubah pikiran. Nggak ada salahnya jua gue nyoba buat pacaran, kan, Kak Jiro?"

Jiro hanya terdiam.

"Terus, dia ini temen sekelas gue. Waktu kelas sepuluh sekelas sama Trey. Walaupun kata Arvin nggak akrab sama Trey, tapi setidaknya gue udah tahu cowok ini kayak gimana. Kesan pertama gue tentang dia tuh—"

"Kalila." Jiro langsung memotong ucapan Kalila yang tak ingin Jiro dengar sama sekali. Cowok itu tersenyum kecil. "Yah, kalau cowok itu memang baik dan selama dia nggak ngelukain lo," kata Jiro, memasang topeng tebal, seolah mendukung hubungan Kalila dengan cowok yang juga belum Jiro ketahui lebih jauh seperti apa orangnya.

Setidaknya, Jiro bisa memperlihatkan kepada Kalila bahwa dia mendukung apa pun keputusan Kalila dan bertindak seolah-olah tidak ikut campur dalam urusan pribadinya.

"Kak Jiro nggak marah?"

"Ngapain gue marah?" Jiro mendekati Kalila dan mengacak-acak rambut Kalila sampai cewek itu dan menjauh. "Nanti kalau Arvin ngelukain lo, baru gue marah sama dia. Lo kenapa tadi? Takut Ibu denger?"

"Jangan kasih tahu Ibu, ya!" seru Kalila sambil memegang tangan Jiro. Dia mendongak dengan tatapan memohon pada Jiro yang berdiri di hadapannya. "Apalagi Bapak. Gue belum siap ketahuan Ibu sama Bapak. Lebih tepatnya malu, sih..."

Jiro mengernyit. "Kenapa malu?"

"Pokoknya malu aja!"

"Lo nggak malu sama gue?"

Kalila tertawa kecil. "Ngapain gue malu sama Kak Jiro? Kita kan cuma beda setahun. Bandingin gue sama Ibu dan Bapak yang bedaaa jauh banget umurnya. Itu faktor utama kenapa gue lebih malu sama Ibu dan Bapak dibanding lo, Kak."

"Jadi, rencananya lo bakalan ngasih tahu Adam dan Trey?"

Kalila mengangguk cepat. "Terutama Trey, gue harus ngasih tahu tuh anak duluan sebelum dia tahu dari orang lain. Terus ngadu ke Ibu. Gue mau bikin kesepakatan atau apa, kek."

"Ya udah. Tidur, gih. Walaupun lo udah punya cowok, jangan sampai begadang cuma karena pacaran." Jiro merapikan rambut Kalila yang sempat dia buat berantakan. "Gue juga mau ke kamar. Tidur."

Jiro menjauhkan tangannya dari rambut Kalila sambil berbalik. Ketika akan membuka pintu, Kalila memanggilnya dengan pelan.

"Kak? Gue penasaran. Nggak mungkin lo belum punya cewek. Pasti ada. Lo cuma nggak ngomong ke siapa-siapa, iya, kaaan?"

Jiro tersenyum masam, lalu tersenyum kecil saat menoleh pada Kalila. "Gue nggak punya pacar, kok."

"Cewek yang Kak Jiro suka? Nggak ada?"

"Ada."

"Ada?" Kalila membelalak dan hampir jatuh dari tempat tidur karena tak sadar terus bergerak ke arah luar area tempat tidur. "Siapa? Anak sekolah kita?"

"Iya," balas Jiro sambil menghadap pintu. Senyumnya langsung menghilang, berubah jadi datar.

Dibukanya pintu kamar Kalila untuk segera keluar dari sana sebelum dia bertindak gegabah. Tak dia pedulikan panggilan Kalila yang sepertinya akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penasaran. Dia segera ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya sambil melempar sembarang tas yang dia pegang sejak tadi.

Langkahnya terhenti di dekat meja. Diambilnya kaleng soda kosong yang belum dia buang, lalu dia hampir membantingnya ke dinding jika saja dia tidak segera mengendalikan emosi karena membayangkan hal apa yang akan terjadi jika terdengar suara berisik di kamarnya.

"Sialan." Jiro mencengkeram kaleng soda itu hingga remuk.

Jiro tak sampai berpikir bahwa Kalila akan pacaran. Dia terlalu percaya pada keinginan polos Kalila waktu itu yang mengatakan tak akan pacaran sampai tamat SMA. Jika sudah begini, dia gagal menjadi pacar pertama dan terakhir cewek itu.

Ah, pacar pertama atau bukan, semua tak penting lagi.

Selama ini dia menikmati kedekatannya bersama Kalila, dekat tanpa dibatasi, tapi dengan status kosong Kalila, sudah pasti banyak cowok yang mengantre. Jiro hanya beruntung karena selama ini tak ada yang berani mendekati Kalila, mungkin mundur duluan setelah mengetahui bahwa Kalila memiliki tiga saudara laki-laki di SMA ini.

Ternyata, ada satu bajingan yang berani melewati batas.

"Arvin," gumam Jiro, mencoba membayangkan wajah cowok berengsek yang berani mendekati hati gadisnya.

Bagaimana pun caranya, Jiro harus membuat Kalila dan Arvin segera putus, lalu segera melancarkan rencana yang sudah dia tunda sejak beberapa tahun lalu.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Ruang dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang