by sirhayani
part of zhkansas
53
Salah satu hal yang paling ingin Kalila lakukan sebelum pergi adalah menghabiskan satu malam bersama dengan teman-teman perempuannya. Kalila berteman dengan siapa saja di kelas maupun yang pernah sekelas dengannya, tetapi teman paling dekatnya adalah Anggini, Emily, dan Fritzi.
Meski sebelumnya dia dan Fritzi tidak akrab, tetapi Kalila senang akhirnya bisa menjadi dekat dengan cewek itu. Kalila kagum pada Fritzi yang punya ambisi positif, memiliki cita-cita yang jelas, dan bersikap tegas meski memiliki sisi pemalu.
Kalila berlari ke teras saat mendengar suara mobil yang terdengar asing berhenti tepat di depan rumah. Mungkin yang datang adalah salah satu dari ketiga cewek itu. Namun, ternyata Anggini turun di kursi penumpang bagian belakang. Disusul Emily, lalu Fritzi.
"Eh, kalian beneran datang barengan?" Kalila berlari dengan sandal rumah, menginjak paving block, menghampiri ketiga cewek itu yang masing-masing memegang tas berisi barang-barang mereka.
"Iya, lah. Fritzi enggak lihat rumah lo. Perlu gue jemput, dong." Emily lalu berjalan lebih dulu memasuki rumah. "Bibiii! Pamaaan!"
Sifat Emily sudah kembali dengan versi yang sedikit lebih baik. Skandalnya di media sosial masih terus ada meski tak sepanas sebelumnya. Proses hukum mengenai penyebar video itu juga masih berlanjut karena ada tahapan yang harus berjalan. Emily juga telah merenungi semua kesaahannya di masa lalu. Meskipun saat ini cewek itu terlihat seolah tak terjadi hal besar padanya, tetapi dia menyembunyikan kesedihannya itu.
Di sisi lain, Anggini sedang senyum-senyum sendiri.
"Lo kenapa?" tanya Kalila heran.
"Si Trey ada?"
Kalila memicingkan mata. Perasaan Anggini pada Trey dulunya hanya sebatas seorang penggemar kepada idola lagi. Entah sekarang sudah berubah atau tidak. Kalila mencubit gemas pipi Anggini hingga cewek itu mengaduh marah.
"Dia lagi nginep di rumah temannya malam ini." Kalila tertawa, teringat reaksi panik Trey saat Kalila mengatakan bahwa Anggini, Emily, dan Fritzi akan menginap di rumah malam ini. Ternyata Trey sensitif dengan nama Anggini. "Lo apain si Trey malam itu sampai dia kayak trauma sekaligus sensi gitu kalau ada lo? Ayo, Fritzi," Kalila meraih tangan Fritzi dan mulai melangkah memasuki rumah.
Anggini mengekori mereka berdua. "Gue godain dikit."
"Jangan sampai suka dia beneran, ya. Tembok di antara kalian tuh tinggi banget."
"Hehe. Tahu, kok. Seriusan enggak sih kalau Trey itu belum pernah pacaran?"
Kalila mengangguk. "Setahu gue juga dia belum pernah bilang kalau suka sama cewek."
"Maksud lo, dia suka cowok—" Anggini lalu menutup mulutnya sendiri sembari melihat sekeliling. "Heh, bonyok lo ada di rumah?" bisiknya pada Kalila yang mulai menaiki tangga dengan tangan yang tak lepas menggandeng Fritzi.
"Wajar lo mikir gitu." Kalila memasuki kamarnya yang pintunya terbuka. Emily sudah ada di atas tempat tidur dengan poisisi telungkup sambil memainkan ponsel. "Dia kayaknya lambat pubernya. Atau keseringan main basket, jadi mikirnya cuma main terus. Lagian, dia juga childish. Kayaknya sifat anak kecilnya melekat sampa sekarang walaupun badan udah gede."
"Kalian jangan cerita tanpa gue, dong!" Emily bangun dan duduk bersila. "Mending cerita itu lo simpan dulu, terus nanti tengah malam baru deh cerita!"
"Ini bukan cerita horor!" Anggini melempar tasnya ke wajah Emily.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang dan Waktu
Teen FictionSELESAI ✔️ Dalam keluarga besar itu pun tahu bahwa Kalila hanyalah anak angkat yang ditemukan di depan rumah saat anak laki-laki terakhir sepasang suami istri terlahir ke dunia. Namun, Kalila justru yang paling disayang, baik oleh kedua orang tuanya...