Part 8

725 35 5
                                    

.

Pertama kali dalam hidupku, aku ingin menjadi egois. Melakukan apa pun demi diriku sendiri. Walaupun tanpa aku sadari selama ini aku sudah sangat egois, tetapi aku memutuskan untuk terus membiarkan hidupku berjalan. Entah kemana hidup ini akan membawaku, aku bersedia mengikutinya, tentu saja tanpa kehilangan kewaspadaanku.

Aku kembali duduk di deretan paling belakang saat pak Ashan memberikan perkuliahan. Kuku jari ibuku aku selipkan di antara gigiku. Bunyi klik terdengar setiap kali aku menggeseknya ke sela-sela gigi.

Apa yang akan terjadi hari ini adalah lembaran baru perjalanan hidupku. Aku mencintai Alex dengan sepenuh hatiku. Dia menempati tempat khusus di dalam hatiku walaupun aku hampir bisa merelakannya. Hampir. Mungkin aku akan lupa sepenuhnya jika mengalihkan fokusku pak Ashan.

"Ini jauh lebih baik untuk semua orang," bisikku pada diriku sendiri.

Pak Ashan terus mengocehkan hal-hal tentang Data untuk riset. Mulai dari macam-macam data, sampai pada bagaimana untuk mendapatkan masing-masing data tersebut. Mataku bergerak mengikutinya, aku duduk dengan tenang, tetapi pikiranku sangat sibuk sekarang. Membuat waktu terasa berjalan sangat perlahan.

"So, this will be the assignment for a group of two people which i've informed you about before," kata pak Ashan begitu slide yang tampil pada layar proyektor menunjukkan tulisan dalam bahasa Inggris.

(Jadi, ini tugas kelompok yang terdiri dari dua orang, yang sudah saya informasikan kepada kalian sebelumnya.)

Menjauhkan tanganku dari mulutku, aku menarik napas gugup. Kelas sudah berakhir tanpa aku sadari. Aku mulai mengemasi buku di atas mejaku, memasukkan semuanya ke dalam totebag begitu pak Ashan menoleh padaku dengan cepat sebelum dia berjalan keluar dari kelas. Dia tahu aku akan ke ruangannya tetapi dia ingin memastikan aku tidak lupa bahwa aku harus ke ruangan sekarang juga.

Menyampirkan totebag-ku, aku mengabaikan Kenji yang memanggil namaku dari sudut deretan paling belakang ini.

"Aku akan menghubungimu, Kenji." Aku menyahutinya sebelum aku bergegas dengan cepat melangkah ke arah pintu keluar kelas. Aku tahu dia ingin membicarakan tentang tugas yang baru saja diberikan pak Ashan. Aku juga tahu bahwa dia ingin menyentuhku dan berharap aku rela mengerjakan tugas ini sendirian.

Berbelok ke area paling sepi dari gedung ini, aku melangkah dengan pasti. Gedung ini adalah gedung paling sudut. Area sekitar ruangan pak Ashan sangat sepi dan jarang ada yang melewatinya. Semua karena air conditioner beberapa ruangan tidak berfungsi. Beberapa proyektor juga sudah mencapai limit usianya.

Aku mendorong dengan tanganku, membuka pintu dengan dorongan yang kuat. Mengambil langkah besar dan aku sepenuhnya berada di ruangan dosen.

Pak Ashan tersentak sebelum kepalanya berpaling dari laptop untuk melihat padaku yang tiba-tiba saja masuk. Mendekat ke arah sofa, aku menjatuhkan totebag-ku ke atas sofa sebelum aku menatap pada meja. Tentu saja apa yang harus aku bereskan sudah menungguku di atas meja ini. Tumpukan-tumpukan kertas yang tidak ada habisnya.

Aku abaikan. Aku memutuskan untuk mengabaikan tumpukan-tumpukan itu. Ada hal yang lebih penting daripada aku menghabiskan waktuku mengurusi tugas rumah mahasiswa lain.

Aku berbalik sehingga aku bisa menatap pada pak Ashan. "Aku tidak akan merapikan apa pun hari ini." Tanganku terangkat dan menyentuh pinggangku, membuatku sedikit membusungkan perut ke arah depan.

Tangan pak Ashan bergerak menarik turun untuk menutup laptopnya, sambil dia bersandar perlahan pada sandaran kursinya. Wajah pak Ashan tanpa ekspresi atau aku yang tidak bisa membacanya.

"Ada apa?" tanya pak Ashan.

Aku mengernyit. Sudah berhari-hari sejak dia bersikeras aku mempertimbangkan tawarannya, dan seperti semua beban bertumpu padaku. Beban membuat keputusan. Membutku tidak dapat menolerir sikap santainya sekarang.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang