Part 29

221 17 2
                                    

.

Perjalanan satu jam lebih ditambah seks penuh gairah yang kami lakukan di toilet pesawat membuatku cukup lelah. Tetapi sangat menyenangkan dan mendebarkan. Cukup menantang adrenalinku.

Aku keluar beberapa menit setelah membersihkan cairan penyatuan kami yang tumpah dan membasahi tubuhku. Aku juga menuntaskan urusan buang air kecil sebelum keluar. Aku tidak begitu yakin tetapi saat berhubungan seks tadi aku tidak merasakannya. Tetapi kembali terasa setelah pak Ashan keluar dari toilet. Sebenarnya itu hal yang baik.

"Saya gembira tuan Ashan datang melawat," kata supir yang duduk di depan pada kursi pengemudi. Pak Ashan menoleh padanya dan tersenyum.

Saat kami keluar dari pintu kedatangan, sudah ada seorang pria yang sepertinya berusia akhir empat puluhan, menunggu kedatangan kami. Dia lalu menyalimi pak Ashan sebelum menyalimiku. Aku berusaha mengelak dengan sopan tetapi pak Ashan mengangguk, sehingga aku menyerahkan tanganku untuk disalimnya. Benar-benar situasi yang tidak nyaman, tetapi aku berusaha melihat hal itu sebagai cara dia menghargaiku.

"Bagaimana keadaan putrimu?" tanya pak Ashan padanya.

"Keadaannya lebih baik kerana kemurahan hati dan pertolongan ayah tuan Ashan."

Dia sepertinya supir keluarga pak Ashan. Aku menduga dia bukan orang Singapura. Dia mungkin seorang kepercayaan keluarga pak Ashan yang mereka bawa dari Malaysia.

Sebenarnya sejak kami tiba, aku ingin menanyakan banyak hal pada pak Ashan. Dia mengatakan tentang punya rumah di Singapura, tetapi aku ingin tahu mengapa dia datang kesini. Apa benar dia hanya ingin berlibur bersamaku? Tetapi ini sangat berlebihan, bukan? Lalu ada sebuah titik dalam pikiranku yang meneriakkan tentang aku yang membuang-buang waktu mempertanyakan jalan pikiran orang-orang kaya.

Mereka kembali menyebutkan nama-nama yang tidak aku kenali. Tentu saja. Kemudian pak supir yang dipanggil sebagai pak Fauzi oleh pak Ashan ini pun memutar stir mobil, membawa kami berbelok memasuki pagar besar sebuah rumah.

Aku menatap keluar jendela mobil dan pemandangan indah sepanjang jalan menuju ke bangunan putih besar di depan membuatku membuka mulutku. Aku terkejut karena tidak pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya. Jarak dari pagar hingga ke rumah ini cukup jauh dan aku bersumpah ini seperti sebuah istana.

Setelah pak Fauzi berhenti di depan tangga besar yang mengarah ke pintu rumah bangunan rumah megah ini, dia segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Pak Ashan juga mengikutinya turun dari mobil, kemudian dia membuka pintu penumpang, tepat di sisiku.

"Terima kasih," kataku pada pak Ashan setelah aku turun dari mobil.

Pak Fauzi menurunkan koperku dari bagasi mobil, dan membawanya menaiki tangga. Tangan pak Ashan menggandeng tanganku sebelum dia melepaskan kacamatanya dengan tangannya yang lain. Dia tersenyum padaku, seperti dia sangat senang aku bisa datang bersamanya.

Aku terus tersenyum karena senyumannya tidak pudar. Dia lalu mulai melangkah menaiki tangga, dan menarik tautan tangan kami. Aku mengikutinya dari belakang.

Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku saat ini, maka aku tidak akan bisa menjawabnya. Ini perasaan yang sangat berbeda. Seperti kami benar-benar bebas. Tidak ada yang akan melihat kami. Aku tidak perlu khawatir tentang Gina juga. Lalu yang terpenting adalah ini sebuah rumah dan bukannya hotel. Kami tidak sedang bersembunyi dari siapapun, walaupun kami berada di negara lain yang jauh dari kehidupan sehari-hari kami.

"Aku ingin mengenalkanmu kepada seseorang," kata pak Ashan saat dia mendorong pintu terbuka dan membawaku masuk ke rumah yang sangat luar biasa. Mataku menjalar ke segala penjuru ruangan dan tidak berhasil menemukan kecacatan dekorasi sedikitpun.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang