Part 17

541 20 3
                                    

.

Senin pagi dan aku kembali berada di depan cermin. Hari ini aku lagi-lagi mengenakan rok tenis mini berwarna merah. Untuk atasan aku memutuskan menggunakan kaos crop putih polos yang ketat. Lalu kemeja kebesaran yang aku biarkan tidak terkancing sebagai pelengkap. Kemeja kotak-kotak yang juga berwarna merah.

Setelah memastikan penampilanku lebih baik, aku meraih tas dan juga ponsel dari atas meja. Ini akan menjadi hari yang sangat panjang dan melelahkan. Tetapi aku masih berharap bisa bertemu pak Ashan.

Baru saja aku keluar melalui pintu, lagi-lagi Gina menghadang jalanku. Ini rutinitas yang mulai membosankan, yaitu dia mencegatku, mengataiku, mengutuiki hariku.

"Ada apa?" tanyaku sebelum aku mengangkat sedikit daguku. Aku tidak mencoba untuk menjadi seorang yang sombong, tetapi aku ingin membuat dia melihatku dan tidak menganggap remeh aku.

Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya. Senyuman jahat tersungging di wajahnya. "I tahu kereta siapa yang menurunkan you semalam," katanya.

Aku tersentak tetapi aku berusaha terlihat acuh tak acuh. Aku gugup tetapi aku tidak ingin terlihat gugup. Pikiranku sangat sibuk dan panik saat ini tetapi aku mengeraskan kepalan gigiku sehingga aku tidak terlihat panik. Aku harap itu berhasil.

"Apa maksudmu?" tanyaku seperti itu bukan masalah besar.

Dia mendengus, lalu menyipitkan matanya menatap padaku. "I pernah lihat kereta itu di kampus. lebih tepat lagi di deretan tempat letak kereta pensyarah."

Aku menelan gumpalan di tenggorokkanku. Aku tidak tahu Gina punya ingatan yang sangat baik seperti ini. Lebih baik lagi jika dia gunakan untuk mengingat pelajaran ataupun jadwal jatuh tempo.

"Kau punya ingatan yang baik." Aku melangkah mendekat padanya. "Tetapi bukankah lebih baik menggunakannya untuk mendapatkan nilai yang lebih baik daripada untuk mengurusi urusan orang lain?" tanyaku. Aku berusaha menyudutkannya.

Dia menggertakkan giginya, dan aku tahu dia mulai marah. Aku tersenyum sinis padanya dengan menembakkan tatapan malas padanya.

"Berhati-hati, okay? I mungkin tidak tahu kereta siapa itu, tetapi I pasti you adalah perempuan simpanan salah seorang pensyarah di kampus kita." Dia mengatakan lagi.

Aku diam-diam lega dalam hati, dia tidak tahu itu mobil pak Ashan. Setidaknya aku selamat sekarang. Mungkin dia akan terus mencari tahu tetapi aku harap dia tidak menemukan hubungan kami dalam waktu dekat. Bahkan aku dan pak Ashan masih tidak tahu kemana arah hubungan kami, yang kami inginkan saat ini hanyalah bersenang-senang bersama.

Aku mengangkat salah satu alisku. "Siapapun pemilik mobil itu, aku tekankan sekali lagi bahwa itu bukan urusanmu, Gina." Aku menatap serius padanya. Ini sebuah peringatan baginya walaupun aku tahu dia malah merasa tertantang mendengar peringatan dariku.

"I akan pastikan untuk memalukan you di hadapan semua orang, Dara." Dia melangkah mendekat padaku sampai dia hanya perlu berbisik dan aku bisa mendengarnya dengan jelas. "Ingat itu!" tambahnya.

Aku mengangkat kedua bahuku dan tersenyum seperti aku tidak terintimidasi olehnya. Dia lalu berpaling dariku, melangkah pergi menuruni tangga.

Aku masih berdiri dengan detak jantungku yang berpacu sangat kecang. Aku menghembuskan napas berat karena hampir saja aku tidak bisa lolos dari Gina. Dia seperti detektif yang mengejar seorang buronan. Ini hanya masalah waktu sampai dia tahu itu mobil pak Ashan. Tetapi aku juga tidak akan menyerah untuk menghalangi pencariannya.

Begitu tiba di halaman kampus, aku membiarkan pikiranku membawa langkah kakiku. Ke ruangan pak Ashan. Aku harap dia ada di ruangannya walaupun ini masih pagi.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang