Part 30

233 19 2
                                    

.

Aku keluar dari kamar setelah memastikan aku layak untuk tampil di hadapan ayah pak Ashan. Aku mengenakan salah satu kaus crop topku tetapi aku melilitkan kain pantai menutupi kulit perutku yang tidak tertutup baju. Aku mengikatnya dengan sangat keras sampai kau yakin tidak akan jatuh. Aku bahkan melatih caraku berjalan sehingga kain ini tidak bergeser.

Begitu aku tiba di luar, sudah ada pak Ashan dan ayahnya di meja makan. Dua orang pelayan wanita juga berada di sekitar meja makan besar ini.

"Anak saya, mari sini! Duduk kat sini." Ayah pak Ashan memanggilku begitu dia melihatku. Dia melambai-lambaikan tangannya pada kursi di samping pak Ashan.

Pak Ashan menoleh padaku dengan sendok di tangannya. Dia sedang menyuapi ayahnya.

Aku mendekat pada meja, dan perlahan-lahan duduk pada kursi. Aku berharap aku tidak terlihat seperti sedang bertingkah aneh. Walaupun aku merasa gerakanku sangat canggung sekarang.

"Ambilkan pinggan untuk anak saya ni, Susi," pinta ayahnya pada salah satu pelayan. Pelayan wanita yang bernama Susi pun segera bergerak ke arah dapur. Tidak lama kemudian dia kembali bersama piring dan alat makan yang dia letakkan di meja di hadapanku.

"Terima kasih," bisikku pada si pelayan dan kami saling bertukar senyuman.

"Ada kalsa, kari kepala ikan, sate pun ada. Awak pilih nak makan yang mana satu. Jangan teragak-agak." Ayah pak Ashan menunjukkan pada menu makanan yang tersedia di atas meja. Aku mengangguk-angguk sambil terus tersenyum.

Aku menatap pada pak Ashan dan dia bahkan belum makan. Dia masih sibuk mengaduk makanan untuk ayahnya. Aku tidak tahu apa baik aku makan lebih dahulu darinya.

Aku terdiam saja, dan pak Ashan menoleh padaku. Dia mengernyit. "Ada apa?" tanyanya.

"Apa aku boleh makan duluan?" bisikku.

Kernyitannya menghilang dan dia tersenyum padaku. "Tentu saja boleh."

"Makahlah!" pinta ayah pak Ashan lagi.

Baiklah. Aku mungkin akan makan mendahului pak Ashan. Aku mulai mengambil nasi dan juga menyirampan kuah dari sop kepala ikan. Setelah itu aku mengambil dua tusuk sate. Gerakanku sangat perlahan karena kedua pria ini mengamati gerakanku. Aku gugup tetapi aku berhasil mengatasinya.

"Ayah pun makan lagi," kata pak Ashan setelah memastikan aku mengambil sendokku sebagai tanda aku akan mulai makan.

Pak Ashan menyodorkan sendok di tangannya ke arah wajah ayahnya. Ayahnya tersenyum dan membuka mulutnya, mengambil makanan di atas sendok ke dalam mulutnya.

Aku pun menyendokkan makananku ke dalam mulutku. Aku tidak tahu ini makanan Malaysia atau Singapura. Aku jarang menjelajahi kuliner Malaysia, apalagi Singapura. Aku hanya tahu tentang nasi Lemak Malaysia sangat enak. Lalu ada juga nasi goreng Singapura yang terkenal di Indonesia.

"Maaf mengganggu makan malam," sela suara pak Fauzi yang muncul dari arah pintu depan. Dia masih berseragam lengkap, dan langsung menuju ke meja makan. Dia duduk di kursi depan pak Ashan. "Saya nak sampaikan bahwa saya yang nanti mandikan tuan besar." Dia mengatakannya pada ayah pak Ashan.

Ayah pak Ashan mengunyah dengan perlahan sebelum dia menelan dengan perlahan juga. "Baiklah, Fauzi, kalau awak tidak keberatan." Humor dalam suaranya membuat pak Fauzi tersenyum.

"Saya kerap mandikan tuan besar, percayalah." Pak Fauzi membalas lelucon yang hanya mereka yang mengerti maksudnya.

Pak Ashan tersenyum dengan menunjukkan deretan gigi-giginya yang rapi. Aku mengerti apa yang mereka maksudkan, tetapi aku tidak ingin membiarkan diriku menjadi tidak hormat pada orang tua.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang