Part 11

613 26 0
                                    

.

Aku melakukan rutinitasku sebelum berangkat. Berkaca di depan cermin.

Menghembuskan napas berat, aku bingung. Apa yang dikatakan Efran membuatku menyadari bahwa aku harus mulai meihat dari sudut pandang orang lain. Walaupun aku tahu diriku, tetapi orang lain juga punya kehendak bebas untuk menilai aku, dan itu memengaruhi seluruh kehidupanku.

Aku menatap pada rok mini warna merah yang aku kenakan pada kaca. Rok model A-line ini memeluk pantatku cukup erat walaupun bagian bawahnya melebar. Rok ini cantik, tetapi mengapa aku terlihat seperti seorang pelacur di mata orang lain? Aku berhak menggunakan pakaian-pakaian yang cantik juga, bukan?

Aku menoleh pada dinding dan menyipitkan mataku. "Semua ini gara-gara kau," kataku. Ini semua karena wanita tidak tahu diri itu. Gina membuat semuanya menjadi sulit. Aku bahkan berpikir untuk kembali mengenakan celana panjangku, tetapi kemudian aku akan menarik perhatian orang dengan perubahanku yang mendadak. Mereka mungkin akan mengatai kemunduranku.

Menggelengkan kepalaku, aku mengingatkan diriku bahwa ini pagi pertama dalam sepekan yang akan datang. Aku tidak bisa membiarkan apa pun mengganggu hariku. Aku punya lebih banyak harapan baru yang harus aku kejar.

Dret dret dret

Baru saja aku akan bergerak menuju ke pintu keluar, ponselku bergetar. Aku mengeluarkannya dari dalam tasku dan betapa terkejutnya aku karena nomor telepon itu tidak asing. Aku mengernyit membaca deretan nomor ponsel itu dengan saksama.

Aku tidak menjawab panggilannya. Ini nomor ponsel Alex. Aku secara tidak sengaja menghafal nomor ponselnya, dan aku masih ingat benar urutan nomornya. Pikiranku sibuk mencari hal apa pun yang dapat menjadi alasan dia punya nomorku. Nomor ponselku yang baru.

Layar ponsel kembali gelap, dan aku berkedip. Panggilan tiba-tiba seperti ini mulai terasa menakutkan. Aku tidak tahu mengapa dia meneleponku tetapi aku tetap pada prinsipku. Dia akan menelepon lagi jika dia benar-benar butuh berbicara denganku. Tetapi tidak ada panggilan lagi walaupun aku menunggu hampir lima menit. Berdiri mematung dengan tatapanku menunduk pada ponsel di tanganku.

Aku tersentak begitu pintuku di ketuk dari luar sebanyak tiga kali. Itu ketukan yang sangat cepat. Setelah itu aku bisa mendengar suara Gina.

"Dara, it's time to go," pinta suara Gina. Ada apa lagi dengannya? Aku membuatnya kesal kemarin, dan dia mendatangiku sepagi ini untuk membalasku atau apa?

(Dara, saatnya pergi.)

Memasukkan kembali ponsel ke dalam tasku, aku berjalan langsung menuju ke pintu sebelum menarik untuk membukanya agar aku bisa keluar. Gina mundur beberapa langkah begitu aku berdiri di hadapannya.

"Kenji minta I untuk ketuk pintu you," katanya dengan cepat, membuat Gina terdengar seperti sedang berkumur.

Aku menatap melalui bahu Gina, dan Kenji bersama sepeda motor kesayangannya sudah menungguku. Menghembuskan napas, keteganganku sedikit mereda karena Gina tidak mungkin bersikap kasar padaku di hadapan Kenji. Dia selalu berubah sangat terbalik saat berada di hadapan pria-pria yang dia sukai.

Aku melirik pada Gina, lalu tanganku terangkat untuk bersilangan di depan dadaku. Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk terus menyadarkannya akan kenyataan.

"Katakan padanya aku tidak akan berangakat bersamanya," kataku. Aku mengangkat daguku, menatap rendah padanya. "Kau tahu dia sedang ingin bercinta denganku setiap kali dia muncul, bukan?" tanyaku, kemudian aku menyeringai penuh kemenangan.

Gina memutar bola matanya dengan kesal. Aku senang akhirnya bisa menang darinya yang selalu sok tahu, selalu sok baik, selalu sangat manipulatif.

Aku meneruskan langkahku, menabrak bahunya dengan bahuku dengan sengaja. Melewatinya, aku mulai menuruni tangga sedangkan dia masih berdiri kesal di depan pintuku yang sudah tertutup kembali.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang