Part 33

269 16 30
                                    

.

Sudah dua mata kuliah terlewati dan aku masih duduk dengan sangat tegang. Aku duduk di kursi paling belakang dan paling sudut, tempat dimana biasanya Kenji diuduk. Semua orang menatapku dengan heran, tetapi aku butuh posisi ini. Aku bisa mengamati gerak gerik semua orang dari sudut ini.

Aku menggigit kuku jari ibuku penuh kewaspadaan. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ada teman-teman kelasku yang menerima foto yang Efran terima. Bahkan yang aku nanti-nantikan sejak kemarin, Gina, belum juga muncul.

Aku begadang semalaman menunggunya dan dia juga tidak muncul di apartemen sama sekali. Aku bertanya pada Lyn dan dia mengatakan tentang Gina sedang pulang ke rumah karena ada urusan. Aku ingin percaya, tetapi tidak bisa. Gina satu-satunya orang yang berpotensi melakukan ini. Dia dan kebenciannya padaku.

Kelas perkuliahan terus berlangsung sampai pada mata kuliah terakhir yang akan diajarkan oleh bu Anna. Melihatnya sekarang, aku tidak lagi cemburu. Setidaknya ada sebagian dari diriku yang merasa bahwa aku berada jauh di depannya. Aku mungkin kurang dalam banyak hal, tetapi pak Ashan adalah milikku.

Setelah bu Anna selesai mengajar, aku masih tetap duduk. Aku ingin mengamati gerak-gerik semua orang dari yang mencurigakan sampai yang tidak. Satupun tidak luput dari pengawasanku.

Begitu Efran melewatiku, dia berhenti sejenak, menatap padaku. Dia menghembuskan napas berat lalu tanpa mengatakan apa pun dia berlalu dariku. Dia orang terakhir yang keluar dari ruangan ini. Menyisakan aku seorang diri.

Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang. Aku membereskan buku dan peralatan tulisku, yang seringnya sama sekali tidak aku gunakan. Aku hanya terus memasukkan dan mengeluarkannya dari dalam tasku. Kadang aku mencatat saat memang diperlukan, tetapi sebagian besar waktu aku hanya menyimak. Baik presentasi dosen, maupun mahasiswa, aku berusaha untuk dapat menyimak dengan baik.

Bruk

Baru saja aku berdiri dari kursi, aku tersentak karena pintu terbuka dengan sangat keras. Aku mengangkat kepalaku dan seorang wanita dengan pakaian setelan rapi berwarna putih mendekat kepadaku. Rambutnya yang panjang sepunggung dicat merah gelap, dimodel bergelombang-gelombang, dan dia mengenakan warna lipstik yang senada dengan warna rambutnya.

"So, you are Dara?" tanyanya. Suaranya serak-serak mengintimidasi seperti tatapannya yang tajam.

(Jadi kau Dara?)

Dia sangat tinggi, dengan semua panjang high heels yang dikenakannya. Sepatu ini seperti memberinya tambahan lima belas senti meter di atasku. Tanpa sepatu, kami mungkin sama tingginya. Tetapi aku tida berbohong, dia mengeluarkan aura mengintimidasi dengan sangat kuat, seperti dia siap menusukku jika aku mengatakan sesuatu yang keliru.

"W-Who are you?" tanyanya tergagap setelah aku mengangguk menjawab pertanyaanya.

(S-Siapa kau?)

Dia melemparkan ke atas meja dengan keras apa pun yang dia pegang di tangannya. Aku menunduk dan menatap tumpukkan foto-foto yang berserakkan di atas meja, bahkan ada yang sampai jatuh ke lantai.

Aku tersentak. Mataku melebar, dan aku bergetar. Semua foto-foto ini menampilkan aku dan pak Ashan. Ini foto yang sangat banyak. Terlalu banyak bahkan. Air mata menyengat mataku saat aku menyadari ada beberapa foto kami berciuman dan bahkan ada juga foto-foto saat kami telanjang, sedang berhubungan seks.

"I am the wife of the man who has been fucking you all this time." Dia melipat tangannya di depan dadanya.

(Aku istri dari pria yang selama ini bersetubuh denganmu.)

Air mataku jatuh membasahi pipiku, dan tanpa berpikir panjang aku meraih semua foto-foto yang berserakkan. Aku bahkan mengabaikan istri pak Ashan hanya untuk menunduk memungut foto-foto yang jatuh di lantai.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang