Part 9❗

2K 37 0
                                    

.

Pak Ashan mendorong kursi, berusaha menutupi tanganku yang mengelus kejantanannya. Aku bergeser, menyesuaikan posisiku sehingga aku berlutut. Telapak tanganku menyebar dan aku bisa merasakan tonjolan yang menderita di dalam celana ini.

"T-Tidak ada," sahut pak Ashan sedikit tergagap. "Kau benar, sangat disayangkan."

Tangan pak Ashan yang dia letakkan di atas meja, bergerak turun, dan menyentuh lenganku, menahan agar tangganku tidak bergerak. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia duduk sangat rapat dengan meja, hampir seperti dia duduk di ujung kursi. Semua hanya agar Kenji tidak menyadari keberadaanku.

"Sayang sekali kau tidak bisa datang. Padahal kau sudah aku anggap saudaraku sendiri. Aku turut menyesal atas apa yang terjadi pada hubunganmu dan kak Sarah." Kenji terus mengoceh, mengalihkan perhatian pak Ashan.

Aku melepaskan tanganku dari genggaman pak Ashan, lalu jari-jariku bergerak membuka kancing, mencari pegangan kecil ritsleting celananya. Aku menarik turun sambil menekan, meredam suara gesekkan ritsleting saat terbuka.

"Kami mungkin berpisah, tetapi aku akan selalu menjadi saudaramu," kata pak Ashan dengan susah payah menahan napas berat di dadanya.

Aku tersenyum begitu tangan pak Ashan kembali ke atas meja, seperti dia pasrah pada apa yang akan aku lakukan. Aku mengerti, jadi aku merogohkan tanganku ke bawah celana boxernya, melewati pinggang karet yang ketat, sampai aku berhasil meraih dengan tanganku kejantanan milik pak Ashan.

Napas berat tertahankan membuat dia bergetar. Ketidak berdayaannya melawan sentuhanku membuat aku tersenyum dalam hati.

"Kau tahu, mengingat kembali masa lalu, aku ingat mulai menyukai keberadaanmu saat kau membelaku. Apa kau ingat? Saat aku dimarahi kakek?" Kenji terdengar sangat ceria mengenang masa lalu. Dia tidak tahu orang yang dia ajak bicara sangat ingin mengusirnya dari ruangan ini.

Aku membawa keluar, membebaskan kejantanan yang sudah menegang dari kungkungan celana boxer pak Ashan.

"Uh," leguhan lembut suara pak Ashan terdengar. Aku melihat ke atas, mendapati dia yang menundukkan kepalanya. Segera setelah itu dia menekan bibirnya, menutup jalan bagi bunyi apa pun yang mungkin akan keluar dari mulutnya.

"Ada apa? Kau sangat aneh." Kenji bertanya dengan khawatir sekaligus kebingungan.

Pak Ashan menelan, lalu dia mengangkat kepalanya. "Ak-Aku hanya sedikit pusing."

Aku menatap kejantanan pak Ashan dalam genggamanku. Dia besar. Aku tidak tahu apa ini ukuran maksimalnya tetapi aku bisa merasakan dia sangat berat di tanganku. Keserakahan mengisi diriku, dan aku melilitkan jari-jariku dengan lembut ke sekitar batang kerasnya.

Dia mendesis. "Brengsek," erangnya dalam dan pelan yang masih bisa aku dengar. Aku menyeringai karena dia kesulitan.

Suara gesekkan terdengar seperti Kenji bangkit dari sofa. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Kenji.

Pak Ashan berdehem dan menegakkan punggungnya. "Sedikit pusing tadi tetapi sekarang aku baik-baik saja." Aku ingin menertawakan alasan yang dia pilih saat dalam ketegangan seperti sekarang. Aku tidak heran jika Kenji tidak menerima alasan ini.

"Sepertinya kau butuh istirahat." Kenji segera menyahut. Dia benar-benar khawatir pada pak Ashan. Mereka sedekat ini dan aku sama sekali tidak tahu. Aku merasa sangat koyol.

Aku menggerakkan tanganku ke atas dan ke bawah pada batang kejantanan pak Ashan yang panjang. Senyum menyengat sudut bibirku karena aku senang bisa melakukan ini pada dia, setelah dia membuatku orgasme dengan jari-jarinya minggu lalu.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang