Part 25❗

1.5K 34 2
                                    

.

Selesai kuliah, aku mengeluarkan ponselku begitu pak Ashan mulai dikerumuni teman-temanku. Aku menggeser-geser layar tanpa melakukan apa pun. Aku hanya ingin memberikan kesan bahwa aku tidak tertarik untuk mendekat padanya saat ini.

Dia meladeni beberapa pertanyaan dan sebelum dia berhasil mengatakan betapa sibuknya dia setelah ini. Aku membereskan peralatan tulisku sambil mendengus mendengar tentang kesibukannya. Hatiku memanas karena aku tidak jadi memberitahunya tentang perasaanku. Aku tidak bisa melepaskan rinduku padanya. Aku tidak bisa memeluk dan menciumnya. Padahal aku sudah menahan diri selama beberapa hari hanya untuk saat ini.

Pak Ashan menatapku dari ekor matanya saat dia berhasil lepas dari kerumunan dan melewati pintu menuju ke luar. Aku berdiri dari kursi dengan masih merasa kesal padanya. Aku kesal karena aku tidak berdaya melihat dia dan bu Anna bersama. Aku kesal karena bahkan dia tidak menjaga jarak dengan wanita lain saat dia melihatku. Dia hanya berdiri dengan wajah tanpa rasa bersalah.

Aku menyampirkan tasku di bahuku, sebelum aku berjalan melewati kerumunan. Begitu tiba di luar kelas, aku berjalan dengan cepat, memcoba mengabaikan hatiku yang terus ingin agar aku pergi ke ruangannya. Tentu saja ruangannya berlawanan arah dengan arahku bergerak sekarang.

Tanganku terkepal dengan sangat kuat karena aku tidak ingin berbalik. Langkah kakiku terasa berat tetapi aku berhasil membawa diriku sampai di depan pintu utama bangunan ini. Aku berhenti. Langkah kakiku berhenti.

"Sial!" bisikku pada diriku sendiri sebelum aku menyentakkan kakiku kesal pada diriku sendiri. Kesal pada hatiku yang begitu kuat dan harus selalu terpenuhi keinginannya.

Aku berbalik dan menghembuskan napas dari hidungku sebelum mulai melangkah lagi. Kali ini tujuanku adalah ruangan pak Ashan. Aku tidak tahu mengapa hatiku masih ingin aku menemuinya. Mungkin karena aku masih ingin memaafkan pak Ashan? Mungkin juga karena aku ingin pak Ashan menyesal? Atau mungkin juga aku tidak ingin melepaskan pak Ashan?

Setidaknya yang terakhir adalah apa yang bisa aku pastikan. Hatiku masih menginginkannya. Walau amarahku sedang menggebu-gebu. Aku tahu aku masih menginginkan pak Ashan. Aku bahkan berharap secara diam-diam bahwa dia juga menginginkan aku sebesar aku menginginkannya.

Mendorong pintu terbuka, aku melangkah masuk ke dalam ruangannya dengan nafasku terengah-engah. Aku berjalan sangat cepat karena khawatir aku berubah pikiran. Tidak. Pikiranku konsisten sejak awal bahwa aku harus menjauh darinya, tetapi hatiku yang sangat sulit menuruti pikiranku.

"Dara, sayang," ucapnya begitu dia berbalik menatap padaku. Dia berdiri di depan jendela kaca besar saat aku tiba tadi.

Aku menoleh ke sekeliling ruangannya. Aku terlalu malu untuk meredakan amarah atau rasa kesalku padanya begitu saja. Aku perlu suatu hal yang bisa membuatku tetap disini selama aku berusaha meredakan rasa kesalku padanya.

Mataku menangkap tumpukan buku dan kertas-kertas yang tercecer di atas meja, di bawah lantai, bahkan beberapa di atas sofa.

"Aku datang untuk merapikan ini." Aku tergagap sebelum aku bergerak, meletakkan tasku di atas sofa. Aku duduk dengan cepat pada sofa, lalu kembali ke pekerjaan yang pernah aku kerjakan dulu. Merapikan semua ini.

Pak Ashan bergerak mendekat padaku, dan dia berhenti tepat di hadapanku. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

Aku seperti ingin meneriakinya sekarang juga. Mengapa dia sangat tidak peduli dengan kenyataan bahwa aku sedang kesal? Aku bahkan tidak berusaha tidak membuat kontak mata yang berarti dengannya saat di kelas.

"Aku baik-baik saja." Aku mengangguk dengan cepat.

Dia menatap dalam diam aku yang masih sibuk membereskan tumpukan kertas-kertas ini. Rasanya sudah sangat lama aku tidak melakukan ini. Ini tempatku pada awalnya, dan aku harap dia tidak menggantikan aku dengan mahasiswi lainnya karena aku tidak ingin ada aku yang lainnya.

Broken Rose: Dara's Love Journey #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang