"Pertandingannya sudah berakhir, aku mengakui kekalahanku."
—A
🍂🍂🍂
Happy Reading!
P
ertandingan basket antar SMA akan segera dimulai. Masing-masing anggota tim yang akan bertanding pertama terlihat berjalan bersama menuju lapangan. Teriakan riuh terdengar dari kursi penonton, kebanyakan yang menontonnya adalah murid SMA yang akan menyemangati teman-teman satu sekolahnya.
Rishya, Alora, Hasya, Zain dan Iqbal duduk bersebelahan di bangku penonton yang terletak di barisan tengah, raut wajah mereka terlihat sudah tidak sabar sekali untuk menonton pertandingan.
"SMAESA SEMANGAT!!!" Teriak ketiga cewek itu kompak.
Kebetulan SMA Elang Sakti mendapat giliran yang pertama melawan SMA Garuda. Mereka terkenal rival sejak dulu, dan sering memperebutkan juara pertama dalam setiap pertandingan basket.
Alih-alih bersorak dan memberikan dukungan untuk tim basket sekolahnya, Zain justru mencari-cari keberadaan Sia. Dimana gadis itu berada?
"Cari siapa sih lo?" Tanya Iqbal yang memperhatikan gerak gerik Zain sejak tadi.
"Sia."
Iqbal memasang wajah sebal, rupanya mereka masih memiliki hubungan? Dasar Zain, bukannya mencari-cari tim basket sekolahnya malah mengurusi anggota tim basket lawan.
"Kak Zain!" Seorang gadis berteriak, melambaikan tangannya ke kursi penonton dimana Zain berada.
Rishya dan Alora kompak memandang Zain yang tampak biasa saja. Hasya memasang wajah lelah melihat yang barusan meneriaki Zain adalah Bunga. Sedangkan Iqbal, laki-laki itu menepuk pundak Zain tidak percaya.
"Gila lo, nonton bareng Rishya, yang dicari-cari Sia, eh yang teriak-teriak malah si Bunga anak basket." Ucap Iqbal sedikit berbisik, takut diamuk Rishya.
Bunga masih melambai-lambaikan tangannya dengan semangat, berusaha untuk terlihat kehadirannya oleh Zain. Zain yang tidak enak akhirnya membalas lambaian tangan Bunga, meski tidak terlalu semangat seperti Bunga.
"Halo!" Kata Zain.
Rishya berpura-pura bermain ponsel, malas melihat adegan drama aneh dan alay tersebut.
Ketika Bunga sudah tidak meneriaki nama Zain karena dipanggil oleh pelatih tim mereka, sosok perempuan dengan rambut terikat dan baju basket bertuliskan SMA Garuda muncul ke tengah-tengah lapangan, mencuri perhatian Zain saat itu juga. Perempuan itu adalah Sia, seseorang yang Zain cari-cari sejak tadi.
Sia menoleh ke kanan dan ke kiri sampai pandangannya terkunci pada Zain yang juga tengah menatapnya. Sia mengulas senyum indah yang hanya ia perlihatkan saat bahagianya sedang memuncak, senyuman lebar yang sudah jarang sekali tergambar di wajahnya.
Zain membalas senyuman itu dengan senyum yang tak kalah indah, lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya yang membuat sebuah tampilan layar bertuliskan 'SEMANGAT CANTIK' terpampang jelas.
Dari bawah sana, Sia terkekeh ketika membacanya dan kemudian menempelkan tangan kanannya ke arah pipinya untuk membuat gerakan berbentuk hati meski hanya separuh.
"Haduh, ternyata masih terjebak masa lalu." Sindir Iqbal.
"Lo juga masih kan suka orang yang lo taksir sejak SMP?" Balas Zain balik menyindir.
Rishya menurunkan ponselnya, harusnya ia berdiam diri di rumah saja dan tidak usah ikut menonton. Tapi karena Zain sudah benar-benar menolaknya, perasaan Rishya jauh lebih tenang daripada sebelumnya. Kalau Rishya yang dulu sih sudah pasti menangis melihat kejadian ini.
Prit
Peluit dibunyikan oleh wasit, tanda pertandingan basket sudah dimulai. Para pendukung dari kursi penonton saling berteriak mendukung tim kebanggaan mereka.
Skor pertama berhasil dicetak oleh Sia yang berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring dengan mudah. Zain dan pendukung SMA Garuda bertepuk tangan dengan bangga, Zain yakin Sia dan timnya bisa memenangkan pertandingan ini. Meski ia tahu kemampuan basket SMA Elang Sakti juga tak kalah hebat, tapi untuk kali ini Zain ingin mendukung tim Sia.
"Gapapa, ayo semangat SMAESA!" Alora berteriak dengan lantang, mendukung tim basket sekolahnya agar tidak patah semangat.
Waktu demi waktu berjalan, SMA Elang Sakti berhasil mengejar ketertinggalan skor dari SMA Garuda. Sia yang diawal menyumbang skor paling banyak sudah terlihat sangat kelelahan.
Zain tidak biasanya melihat Sia begitu, karena Sia orang yang pantang menyerah, Sia bahkan tidak pernah memperlihatkan bahwa ia lelah sekalipun ia sudah sangat lelah.
Bunyi peluit terdengar, yang berarti babak pertama telah berakhir. Para anggota tim masing-masing berjalan ke pinggir lapangan.
Namun hanya Sia sendiri yang berjalan keluar ke tempat yang biasa digunakan para anggota untuk beristirahat. Zain merasa ada yang tidak beres, ia dengan segera bangkit dari duduknya. Membungkuk untuk berjalan di depan kursi-kursi penonton, Zain akhirnya berhasil turun dan masuk ke dalam ruang istirahat dimana Sia berada.
"Sia, kamu gak apa-apa?"
Sia sedikit terkejut melihat Zain yang menghampirinya. Dan pertanyaannya itu, Sia merasa sedih dan juga senang ada yang menanyakan keadaannya saat ini.
"Gak apa-apa." Tidak seperti biasanya, Sia membalas dengan datar. Kemana perginya Sia yang tersenyum bahagia tadi?
Sia menggigit bibir bawahnya sebelum memberanikan diri untuk berbicara. "Aku mau pergi. Aku udah nggak bisa disini, ini pertandingan terakhir aku dan aku berterima kasih karena kamu telah hadir disini. Terima kasih juga karena menepati janji kamu."
"Kenapa?" Tanya Zain yang tidak paham.
"Intinya aku pergi, aku nggak mau kamu cari aku makanya aku bilang sekarang."
Zain memandang Sia dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, lalu ia berkata lagi. "Tapi kenapa?"
"Aku gak akan hadir lagi di hidup kamu, Andreano Afrizain. Kalau kamu masih punya rasa sama aku dan berharap kita kayak dulu lagi, udah nggak bisa. Aku mau kamu cari orang lain, dan hapus aku dari hidup kamu." Sia terisak saat melanjutkan. "Aku harap kamu lupain aku, aku harap kamu paham."
Sebelum Zain bertanya-tanya lagi, Sia menuturkan. "Kamu nggak ada salah ke aku. Aku beruntung bisa punya kamu di hidupku."
"Aku sayang sama kamu, makanya aku melepaskan kamu."
Zain tercekat dan tidak tahu harus berkata apa lagi untuk menanggapi ucapan Sia. Zain paham dengan penjelasan gadis itu, tapi karena ia paham itulah Zain jadi merasakan nyeri yang menghinggapi dadanya.
Sia mendongak, menatap Zain yang memandang ke lain arah. "Kamu buang gantungan kunci basket itu, aku tahu di dalamnya ada kamera. Dan aku harap kamu nggak berhubungan sama orang yang ngasih itu ke kamu."
Dengan tangan yang masih lemas, Sia mengambil paksa gantungan kunci yang Zain pasang di tas selempang yang dikenakannya.
Sia ingat ada sebuah lubang kecil yang membuatnya langsung mengerti kalau gantungan kunci itu ada kamera di dalamnya. Lalu ia melihatnya hari ini, itu berarti memang Zain yang menjadi target.
Sia melemparkan gantungan kunci berbentuk bola basket itu ke tempat sampah setelahnya.
Tak memikirkan apa yang Sia lakukan, Zain sontak memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu. Memeluknya untuk yang terakhir kalinya. Mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan gadis yang orang lain anggap menyebalkan ini, namun baginya sangat berarti lebih dari apapun.
"Selamat tinggal Sia. Semoga bahagia selalu menyertai kisahmu."
—5 April 2024 •Meyytiara
KAMU SEDANG MEMBACA
Zainrishya
Teen FictionArishya Ellena Valerie telah memendam perasaan pada seorang laki-laki bernama Andreano Afrizain sejak kelas 8. Dan saat kelas 11 ini, Rishya berkesempatan untuk sekelas dengan Zain. Bisakah Rishya mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hati Zain? At...