"Sampai detik ini aku masih berharap padamu. Bisakah kisah kita seperti dulu? Karena kisah kita terlalu bahagia untuk dilupakan."
—Anastasia Arvhina
Happy Reading!
🍂🍂🍂
"Papih, jangan iseng ke Zain dong." Mamih Citra menyenggol pelan lengan suaminya itu.
Papih memang tidak bisa diajak kerja sama. Kedatangan calon menantu malah ditanggapi dengan keisengan. Rishya dan Mamih tidak habis pikir. Ya walaupun mereka sudah mengenal tabiat Papih Wendy.
"Ahahahaha." Suara tawa khas bapak-bapak keluar dari mulut Papih Wendy.
Ia menepuk-nepuk pundak Zain lagi dengan tawanya. Setelah tawanya mereda, baru ia melanjutkan ucapannya.
"Kamu gak usah tegang gitu, Papih kan cuma becanda."
Zain tertawa canggung, lantas menimpali, "Haha becanda ya, Om."
Zain merasa lega karena tidak lagi terintimidasi. Disisi lain, ia tidak percaya bahwa Papih Rishya akan becanda dengannya. Zain itu orangnya cuek dan dingin, jadi untuk momen-momen tertentu Zain jarang sekali mengekspresikan apa yang ia rasakan.
"Kamu boleh tunggu sebentar, Zain? Tante mau ambil makanan buat kamu bawa pulang. Soalnya tadi Tante masak kebanyakan." Ucap Papih.
"Maaf, Om dan Tante. Gak usah repot-repot saya langsung pulang aja." Tolak Zain cepat.
"Anak muda gak boleh nolak rezeki loh, Zain." Rishya ikut-ikutan menyahut.
Mamih Citra sengaja memasak makanan dengan jumlah banyak. Seusai membaca pesan yang dikirimkan Rishya, Mamih buru-buru memasak sebab Rishya mengabari kalau dirinya akan pulang dengan Zain. Itung-itung menambah kesan baik.
"Ya sudah, saya bawa pulang makanannya."
Papih, Mamih dan juga Rishya bertepuk tangan kegirangan. Rishya tidak tahu apa-apa tentang makanan yang akan diberikan untuk Zain. Tapi sebagai insting sebuah keluarga, Rishya tanpa sadar ikut bertepuk tangan.
Mamih dan Rishya berpamitan untuk masuk ke dalam rumah, kemudian ibu dan anak itu sibuk memasukkan lauk pauk beserta nasi putih ke dalam sebuah rantan tupperware. Sembari menunggu, Papih Wendy menggiring Zain untuk duduk di sofa yang ada di teras depan rumahnya. Kemudian mulai berbasa basi agar suasana tidak hening seperti sedang menonton bioskop.
"Kamu loh rumahnya dimana, Zain? Apa di sekitaran sini?" Tanya Papih memecah keheningan.
"Bukan Om, saya rumahnya di perumahan Sunflower. Yang jaraknya lumayan dekat dengan sekolah."
"Wah itu jauh sekali dari sini. Kamu gak apa-apa pulang terlalu malam?" Papih sempat tertegun mendengarnya.
Zain mengulas sebuah senyuman, tampak tak merasa kelelahan sekalipun jarak dari rumah Rishya ke perumahannya sangat jauh.
"Tidak sama sekali, Om. Saya cuma mau mengantarkan Rishya sampai selamat. Karena yang lain masih ada urusan membeli buku, jadi saya yang bertanggung jawab untuk mengantar Rishya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zainrishya
Teen FictionArishya Ellena Valerie telah memendam perasaan pada seorang laki-laki bernama Andreano Afrizain sejak kelas 8. Dan saat kelas 11 ini, Rishya berkesempatan untuk sekelas dengan Zain. Bisakah Rishya mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hati Zain? At...