❝Andai aku bisa memilih kehidupan, aku tidak mau terlahir seperti ini. Tapi, sepertinya semesta lebih tau dan membantuku untuk membentuk mentalku, salah satunya dengan menjadikanku anakmu.❞ ─ Alkara Bintang Semesta.
𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓
Setelah memastikan Senja telah pulang dari perpustakaan kota, Alkara melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan awalnya.
Alkara sebenarnya ingin mengunjungi ibunya, namun ia tak sengaja melihat Senja berjalan memasuki perpustakaan kota. Sehingga, Alkara memutuskan untuk singgah sebentar ke sana.
Kini Alkara telah berada tepat di depan tujuan awalnya. Alkara terdiam di depan pintu masuk, bertanya-tanya apakah kehadirannya kali ini dapat diterima oleh sang ibu? Semoga saja.
"Kara."
Alkara mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Seorang perempuan yang berumur sekitar 19 tahun dengan seragam berwarna pink muda, berdiri di hadapannya.
Alkara tersenyum, "Mba Mila, gimana kabarnya Mba?" tanya Alkara ramah.
Kamila Neshari atau yang kerap orang-orang panggil Mila, membalas senyuman Alkara.
"Alhamdulillah sehat, kamu sendiri gimana? Udah lama ngga kesini."
Alkara sempat mendatarkan wajahnya, lalu tersenyum getir. "Sehat Mba. Gimana Kara mau ke sini kalau mama aja ga mau liat Kara, Mba."
Kamila merasa telah salah berbicara. Hatinya seolah teriris mendengar jawaban Alkara. Kamila mengajak Alkara ke ruangan tempat ibunya berada.
Tempat yang didatangi Alkara merupakan sebuah rumah sakit jiwa yang tidak terlalu besar di kotanya. Tempat yang telah menampung ibunya sekitar 15 tahun lamanya.
2 tahun yang lalu, setelah Alkara lulus dari Sekolah Menengah Pertamanya, ia pergi ke tempat ini. Alkara berniat menceritakan bagaimana kehidupannya dan apa yang dia alami. Namun, ketika Alkara melangkah ke dalam ruangan ibunya, Alkara dilempari vas bunga, membuat bagian dahinya mengalami luka robek.
Sejak saat itu, Alkara tidak pernah kembali lagi menemui ibunya. Alkara berpikir, hanya akan menyakiti dirinya sendiri jika dia pergi ke sini. Namun, hari ini, ia melawan pikirannya, mendatangi kembali tempat ini.
Alkara tidak datang dengan tangan kosong. Di depan tempat ini tadi, ada penjual bunga. Alkara membeli bunga mawar, bunga kesukaan ibunya. Alkara harap, ibunya akan suka.
Alkara menggenggam erat bunga mawar tersebut. Jantungnya berpacu cepat, tangannya gemetar. Alkara takut. Rasanya, Alkara tidak sanggup. Tapi, Alkara mau, mau menemui ibunya, mau melihat ibunya, mau berbincang dengan ibunya. Alkara merindukannya.
"Mau Mba temenin, Kar?" tanya Kamila.
Dia paham betul, Alkara ketakutan. Alkara menarik napas dalam, menatap Kamila. Alkara ingin melawan rasa takutnya.
"Ga usah Mba, Kara mau bicara berdua sama mama."
Kamila tersenyum, sebenarnya dia tidak yakin dengan jawaban Alkara. Namun, ini bukan urusannya dan dia harus memberikan ruang untuk Alkara dengan ibunya.
"Kalau ada apa-apa, langsung panggil Mba ya, Kara," peringat Kamila.
Alkara mengangguk. Kamila berlalu dari sana, meninggalkan Alkara yang masih ragu untuk masuk ke dalam ruangan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJAKARA
Teen FictionTentang Senja Kanista Niharika, lahir ketika bumantara memancarkan cahaya jingga. Senja yang penuh rahasia, Senja yang sangat cerewet namun pendiam dan Senja yang lemah namun menyerang dengan kata-katanya. Senja dan perputaran semesta. Pertemuan san...