23. PERNYATAAN JATUH HATI

4.3K 187 25
                                    

Pernyataan yang aku lontarkan saat ini, aku harap tak ada jawaban yang dapat membuatku menyesali pengakuan itu.

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Bulir-bulir air yang menempel di dedaunan pagi itu sangat menyegarkan. Suasana dingin di Ciwidey berhasil menusuk kulit. Hingga saat ini, mentari masih enggan untuk menampakkan eksistensinya.

Jalanan pagi di Ciwidey ternyata sangat sejuk dan menenangkan. Senja memilih melangkah mengitari Ciwidey sendirian. Langkah kakinya bahkan terasa sangat ringan karena pagi harinya disambut dengan bahagia.

Senja menghirup aroma perkebunan disekitarnya, harum. Senja rasanya ingin menetap di desa. Nampaknya tinggal di pedesaan tidak akan seburuk yang dibayangkan.

"Neng!"

Senja berbalik, menatap ke arah sumber suara. Siapa yang pagi-pagi begini menyapanya? Apakah itu warga desa di sini?

Semakin dekat suara langkah kaki itu, semakin jelas siapa orangnya. Alkara. Senja kembali berbalik, mengacuhkan keberadaan Alkara. Dia akan berusaha menjaga paginya agar tetap bahagia dan baik-baik saja.

"Lo sendirian?" tanya Alkara begitu langkah kakinya berhasil menyamai langkah kaki Senja.

"Lo liat manusia selain gue?" tanya balik Senja pada Alkara.

Alkara berpikir sebentar, ada sebuah ide yang melintas di kepalanya. "Liat," jawab Alkara yang berhasil menarik perhatian Senja.

Senja menghentikan langkah kakinya, menatap Alkara. Jelas-jelas tidak ada manusia lain selain dirinya. Apakah Alkara tidak menyadari itu?

"Tuh." Alkara menunjuk ke arah perkebunan yang berada di samping kanan Senja. Arah yang ditunjuk oleh Alkara tidak nampak, tertutupi embun pagi.

Senja bergerak perlahan, takut jika perkataan Alkara benar-benar menjadi kenyataan. Takut jika Alkara memang benar-benar melihat sosok manusia selain dirinya. Tangannya tanpa sadar mencengkram pergelangan tangan Alkara. Alkara tersenyum lebar dibuatnya.

"Tenang, ada gue," ucap Alkara yang kemudian beralih menggenggam tangan Senja.

Dia berjalan membawa Senja menjauh dari sana. Langkah kakinya tertuju ke arah sebuah jalan setapak di perkebunan.

Mereka melewati jalan tersebut dengan Alkara yang berada di depan dan Senja mengikuti di belakangnya serta genggaman tangan mereka yang belum terlepas.

Ketika sampai, Alkara melepaskan genggaman mereka. Membiarkan Senja berjalan perlahan ke depan. Matanya terpaku menatap pemandangan cantik di hadapannya.

Ada perkebunan yang sangat luas di bawah sana, beberapa orang sedang bekerja di sana. Serta pegunungan yang menyapa matanya, terlihat indah.

Senja terpukau sebab ini adalah pertama kalinya dia melihat pemandangan menakjubkan seperti ini.

"Itu namanya kebun teh Rancabali."

Alkara menunjuk ke arah perkebunan yang terlihat sangat menyegarkan mata. Begitu hijau dan terlihat asri.

"Gue mau ke sana," ucap Senja pada Alkara dengan kedua mata yang berbinar.

Alkara sempat tertegun menatap wajah polos tanpa polesan make up tersebut menatap ke arahnya. Senja terlihat lebih cantik dan menggemaskan.

"Nanti," balas Alkara.

Senja sedikit mengerucutkan bibirnya, nampak kecewa. "Nanti kapan?" tanyanya.

Alkara hampir kehilangan akalnya, Senja sangat menggemaskan. Terlihat seperti anak kecil yang sangat lucu di matanya.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang