❝Betapa baiknya semesta, mengenalkan kita pada sisi yang tak pernah kita duga sebelumnya.❞
𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓
"Abang mana, Bun?"
"Abang udah berangkat pagi tadi, geulis."
Senja menyumpahi Kizel yang berangkat lebih dulu, meninggalkan dirinya. Biasanya, setiap pagi mereka akan selalu berangkat bersama, karena letak sekolah mereka yang berseberangan.
Namun, kali ini, Senja terpaksa harus berjalan kaki menuju SMAN Satu Asa. Jarak rumah dengan sekolahnya itu cukup jauh, mungkin akan memakan waktu sekitar 20 menit untuk sampai di sana.
Senja berbalik, menatap jalan yang tadi ia lalui, tidak sampai setengah jalan. Perjalanan Senja untuk menuju sekolah masih cukup jauh. Senja tidak dapat memastikan, dirinya akan terlambat atau tidak. Haruskah dia berlari saja agar tidak terlambat?
Senja memacu langkah kakinya, berjalan cepat lalu mulai berlari. Untuk kali ini, Senja tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang dia lewati. Senja lebih peduli dengan jam masuknya, sembari memikirkan dirinya akan terlambat atau tidak.
Senja dengan cepat menghentikan langkah kakinya ketika suara tangisan terdengar jelas di telinganya. Senja mengedarkan pandangannya, mencari arah sumber suara tersebut. Tatapannya tertuju pada belokan yang terlihat sepi. Cukup gelap padahal ini pagi hari.
Entah ada dorongan apa, langkah kakinya tergerak untuk berjalan ke arah sumber suara tersebut. Semakin dekat dia, semakin nyaring pula suara tangis tersebut terdengar.
Senja menyipitkan pandangannya kala ia menangkap seorang pemuda yang berjongkok membelakanginya dan berhadapan langsung dengan seorang gadis kecil yang menangis.
Senja tidak dapat berpikiran jernih, dipikirannya hanya ada satu kemungkinan. Mungkin, gadis kecil itu akan diculik oleh pemuda tersebut.
Senja dengan cepat mengambil langkah, dia mengendap-ngendap dibelakang pemuda tersebut. Ia memegang kunciran rambutnya dan menariknya, mengencangkan ikatan tersebut.
Dengan berani, Senja menendang pemuda tersebut di punggungnya menggunakan kaki kanannya. Pemuda tersebut terjatuh, terguling di tanah.
Senja segera mendekati gadis kecil tersebut, berjongkok dan memeluknya.
"Adek cantik, kamu gapapa?" tanya Senja lembut, sembari memeriksa tubuh gadis kecil itu.
Senja menatap tajam ke arah pemuda yang sedang berusaha untuk bangkit tersebut dan mengeratkan pelukannya pada gadis kecil itu. Ia tidak akan membiarkan pemuda itu melukai gadis kecil dalam pelukannya ini.
Senja siap jika harus berkelahi melawan pemuda tersebut. Ilmu beladirinya cukup hebat, dia sudah mengikuti karate sejak kecil, bekal untuk menjaga dirinya sendiri cukup banyak. Senja yakin dia akan bisa mengalahkan pemuda di hadapannya itu.
Pemuda tersebut berdiri menegapkan tubuhnya, meraba punggungnya, takut ada luka serius. Tendangan yang ia terima sangat sakit. Mungkin, punggungnya akan membiru setelah ini.
Dia berbalik dengan menahan nyeri di punggungnya. Betapa terkejutnya dia ketika kedua bola matanya bertemu dengan manik hazel di hadapannya.
"Senja?"
Alkara yang berdiri di hadapannya, membuat manik mata Senja membola. Ternyata, pemuda yang ia tendang tadi adalah Alkara. Berarti, pemuda yang berjongkok di hadapan gadis kecil yang tadi menangis ini, juga Alkara?
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJAKARA
Ficțiune adolescențiTentang Senja Kanista Niharika, lahir ketika bumantara memancarkan cahaya jingga. Senja yang penuh rahasia, Senja yang sangat cerewet namun pendiam dan Senja yang lemah namun menyerang dengan kata-katanya. Senja dan perputaran semesta. Pertemuan san...