29. CERITA KAINDRA

4.4K 160 15
                                    

Kisahnya hampir usang, beriringan bersama waktu. Namun, rindu dan penantian akan akhir kisah itu masih yang ku nantikan.❞

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Langit menggelap tanpa hiasan bulan dan bintang menyertainya. Hanya pijar lampu jalanan yang membantunya menerangi dunia malam. Setidaknya, gelapnya malam kala itu masih dapat terlihat di mata manusia karena terbantu lampu jalan.

Kaindra kala itu sedang berdiam diri sendirian di alun-alun Bandung. Berniat mengistirahatkan pikirannya dengan menyaksikan suasana malam kota Bandung.

Namun, tak ia sangka, ia malah dibuat pusing berada di sana. Netra cokelat pekatnya tak lepas memandang beberapa pria tua di hadapannya yang sedang bermabuk ria.

Kaindra sedari tadi sudah memberi teguran halus, namun tak mereka gubris sedikitpun. Dia selalu diacuhkan, mereka terlalu sibuk dengan dunia bawah sadarnya. Mau tak mau, Kaindra harus mendekat ke arah mereka dan menghentikan aksi mereka.

Kaindra tidak ingin jika kota kelahirannya dicap jelek oleh para wisatawan sebagai kota yang buruk karena manusia-manusia tak berakal sehat yang hanya bisa bermabuk-mabukan seperti mereka. Manusia seperti mereka harus diberantas. Tidak sadar umur, hanya bisa minum-minuman keras.

"Kalian mau mati?" tanya Kaindra begitu melihat banyak botol miras yang telah kosong isinya.

Kaindra kembali tak digubris. Dia menarik kasar botol miras dari tangan salah satu pria yang bersiap menenggaknya. Pria tersebut terlihat terkejut dan memasang wajah marahnya menatap Kaindra.

"Bocah!"

"Lo pulang sana, tidur. Jangan ngeganggu," gertak pria tersebut dengan mata yang sesekali tertutup.

Kaindra tersenyum remeh. Minuman keras itu telah menguasai mereka.

"Pa, mending Bapa aja yang pulang, anak istri Bapa nungguin di rumah," ucap Kaindra mengingatkan dengan sopan.

Kaindra tersentak begitu ada salah satu tangan besar memegang bahunya. Salah satu pria berbadan besar dengan botol miras di tangannya, membalik tubuh Kaindra agar berbalik menghadapnya.

"Gua ngga punya anak bini! Ngga ada yang nungguin gua," racau pria tersebut.

Kaindra menghela napasnya kasar, dia tidak suka disentuh oleh orang asing. Matanya menajam menatap pria tersebut.

"Orang tua Bapa nungguin," sahut Kaindra, kembali mengingatkan.

Salah satu pria yang sedari tadi hanya duduk diam menyaksikan, bangkit dari duduknya. Menggebrak meja kayu yang menyangga botol miras mereka dengan cukup kencang.

"Banyak bicara lo, bocah! Pergi sebelum kesabaran gua abis!" bentaknya.

Kaindra menatap remeh ke arahnya, nampaknya pria tersebut adalah orang yang cukup memiliki kuasa di antara mereka semua.

"Mending kalian yang pergi sebelum emosi saya meledak," ucap Kaindra tegas.

Mereka semua sontak tertawa mendengar ucapan Kaindra. Bagi mereka semua, Kaindra hanya asal berbicara, tipikal manusia yang banyak bicara dan banyak gaya. Lagi pula, mana mungkin satu orang anak muda akan menang melawan mereka berenam pria dewasa.

Salah satu pria yang nampak seperti ketua mereka, bergerak mendekati Kaindra. Wajahnya terlihat sangat marah menatap Kaindra. Kaindra segera memasang ancang-ancang untuk melawannya, jikalau pria itu menyerang terlebih dulu.

Tangan pria itu melayang memberikan pukulan ke arah wajah Kaindra. Untungnya, Kaindra sempat menghindari pukulan tersebut. Tangannya bergerak menggapai tangan pria tersebut dan memutarnya ke belakang punggung pria tersebut. Pria itu memekik kesakitan akibat pelintiran Kaindra di tangannya.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang