37. MEREKA SEMUA, TERLUKA

4.1K 162 19
                                    

Ternyata, manusia yang paling terlihat bahagia, paling keras tawanya dan paling semangat menyemangati orang lain, adalah dia, yang paling rusak mentalnya.

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Kakinya berhenti tepat di depan pintu berwarna abu muda yang terbuka setengah. Menampakkan sosok perempuan yang terbaring lelap di atas kasurnya dengan tenang. Tatapannya terpaku pada perempuan itu, dia harap, kali ini mimpi indah yang menghinggapi alam bawah sadar si perempuan.

Setelah seharian perempuan itu menangis dengan kencangnya mengeluarkan segala rasa terpendamnya, akhirnya tepat pukul dua tengah malam, kelopak mata indah itu menutup. Wajahnya terlihat sangat damai walau dengan siratan luka.

Rajehan menutup perlahan pintu abu muda itu, berusaha tak menimbulkan suara sedikitpun. Kakinya melangkah perlahan berjalan ke arah ruang tamu. Dirinya berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya di sana.

Rajehan kali ini akan menginap kembali di rumah Senja setelah sekitar 6 tahun lamanya. Sierra meminta pemuda itu untuk menginap di rumahnya. Tak enak jika menolaknya, Rajehan memberikan jawaban penerimaan atas permintaan tersebut.

Namun, hingga pukul dua tengah malam, dirinya masih terjaga. Sebab isak tangis dari kamar Senja terus membuatnya menahan kantuknya. Dia tidak meninggalkan Senja barang sedetik pun. Dia bahkan tetap setia duduk di depan pintu kamar Senja, mendengarkan lirihan perempuan tersebut.

Rajehan tak pernah menyangka bahwa Senja yang dia kenal dulunya sebagai gadis ceria, aktif dan paling sering menebar tawa adalah gadis yang sekarang tumbuh menjadi perempuan pendiam dan menyimpan semuanya dalam-dalam.

"Aje, nanti kalau sudah dewasa, kamu mau menikah dengan siapa?" tanya gadis berumur 6 tahun itu dengan polosnya.

Rajehan kecil menoleh, pertanyaan yang gadis itu lontarkan, membuatnya menggeleng. "Kata mamah, anak kecil ngga boleh mikirin nikah, Senja," tuturnya lembut, menjelaskan.

"Ish, tapi aku mau menikah dengan kamu, boleh ya?" tanya kembali gadis itu dengan binar mata bersinar.

Rajehan mengangguk antusias, "aku juga hanya ingin menikah dengan kamu!"

Gadis itu mencetak senyum lebar di wajahnya, menampilkan deretan gigi putih yang rapi. "Aje jangan lupain Senja, ya? Karena kita harus menikah!"

Gadis kecil itu mengulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Rajehan. Rajehan menatap jari kelingking itu dengan senyum manis di wajahnya dan segera menautkan jari kelingking mereka.

"Aje berjanji Senja! Senja juga jangan lupakan Aje dan semuanya, ya?"

Satu titik air mata berhasil mencelos keluar dari mata tajamnya. Dadanya seolah terasa sesak, terhimpit di dalam sana. Nyatanya, Senja berbohong pada janjinya. Senja melupakan Rajehan dan semua bagian hidupnya sebelas tahun yang lalu. Dengan sengaja.

Rajehan menutupkan kedua kelopak matanya, berniat menghanyutkan dirinya ke alam mimpi. Seperkian detik berikutnya, matanya terbuka begitu mendengar suara dering telepon dari ponselnya yang berada di atas meja.

Rajehan menatap ponselnya, tertera dengan jelasnya nama Alkara di sana. Rajehan mengernyit bingung, bertanya-tanya mengapa Alkara menghubunginya di tengah malam begini.

Begitu sambungan telepon terhubung, Rajehan mendengar dengan jelas lirihan Alkara. Jantungnya berdetak cepat, telinganya mendengar dengan jelas bunyi pecahan kaca terhempas ke lantai.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang