48. BANGKITNYA SENJA

4.4K 157 73
                                    

Bangkit bukan hanya perihal bangun dari terjatuh. Tapi juga perihal menata apa yang telah rapuh. Kamu harus bangkit, jika ingin merakit.

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Mentari pagi kembali memancar, membangunkan sang perempuan dari tidurnya yang lelap. Setelah membuka mata, dipegangnya kepalanya yang berdenyut nyeri.

Pengaruh alkohol tadi malam sudah mulai mereda. Ditatapnya sekeliling dengan pandangan bingung, kamar bercat hitam polos menyambut pandangannya pagi itu.

Matanya mengedar menatap seluruh sudut ruangan, semua hal tertata rapi tak berdebu. Perlahan, kakinya turun dari kasur, menapak pada lantai dan berjalan menuju sebuah meja belajar dibagian sudut kamar.

Meja minimalis dengan susunan buku, alat tulis dan banyak catatan kecil di dindingnya. Dihirupnya aroma buku-buku seputar penerbangan yang tertata rapi di sana. Beberapanya mungkin masih baru, belum tersentuh.

"Harum," ucap Senja ketika aroma buku tersebut merangsang indra penciumannya.

Tangannya tergerak menyentuh pelan buku-buku di sana. Senyum tipisnya perlahan tercetak. Jemari lentiknya mengusap permukaan meja belajar yang nampak halus. Netranya menatap dengan lamat beberapa catatan kecil di dindingnya.

"Kalau aku gagal, bagaimana?" ucap Senja membaca salah satu catatan kecil dengan kertas berwarna hijau yang tertempel di sana.

Hatinya teriris membaca kalimat tersebut. Jantungnya berdetak tak karuan, darahnya berdesir hebat. Senja, takut. Beralih pada catatan kecil di sampingnya, membuat genangan air mata terbentuk di kedua mata indahnya.

"Gue mau terbang, biar liat langit dari dekat," gumam Senja.

Sebulir air mata berhasil lolos dari mata indahnya. Dia terisak untuk mengawali hari yang tak lagi ada dia di dalamnya.

"Sudah sedekat apa kamu sama langit?" monolog Senja, melirih.

Isakannya mengundang Alkala untuk membuka pintu kamar dan berjalan mendekati Senja. Tangannya terulur merangkul pundak Senja yang bergetar. Tangis perempuan itu semakin sering ia dengar belakangan ini.

"Jangan awali hari lo dengan tangisan," kata Alkala menenangkan.

Senja berbalik menatap Alkala, tangannya perlahan tergerak balas memeluk sang pemuda. Bahunya bergetar di dalam pelukan itu.

"Kapan gue bisa ikhlas, Kal?" tanya Senja dengan nada melirih.

Alkala mengusap pelan punggung perempuan itu. "Kapan pun itu, lo bisa. Asal hati lo siap," balas Alkala.

Senja menggeleng pelan, "gue ngga pernah siap, Kal," bisiknya yang terdengar pilu di telinga Alkala.

Alkala memejamkan kedua matanya. Sekali lagi Alkala akui, Alkara adalah benar-benar pemenang. Alkara menyanjung adiknya itu, kebaikan seperti apa yang telah ia lakukan sampai bisa mendapat cinta paling tulus dalam bentuk Senja.

"Lo tau? Kalau mengikhlaskan juga bagian dari mencintai." Alkala menghembuskan napasnya perlahan.

"Ikhlaskan dan lepaskan, Nja. Dengan begitu, cinta lo adalah bentuk cinta paling besar yang pernah ada," lanjutnya.

Senja tak mengeluarkan suaranya. Kepalanya terlalu berisik dengan pikiran yang menghinggapinya. Senja menyadari, bahwa dia tak pernah mencoba untuk ikhlas. Hatinya terbelenggu oleh rasa duka yang masih menghantuinya.

"Katanya, Kara ninggalin sebuah catatan, catatan itu isinya tentang dirinya. Gue rasa lo harus baca catatan itu," ucap Alkala memberitahu.

Senja melepaskan pelukan mereka, kepalanya terangkat menatap Alkala yang sedikit lebih tinggi darinya.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang