25. PENGGANGGU & PEMBULLY

4.2K 182 10
                                    

Berhasil menjaga diri bukan berarti berhasil melindunginya.❞

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Satu minggu setelah kembali dari liburan di Ciwidey, Senja sama sekali tidak mengetahui bagaimana kabar Alkara.

Senja tak pernah mencoba menghubunginya, lagi pula Senja bukan siapa-siapanya. Senja juga tidak ingin Alkara menganggap bahwa dirinya menyukainya. Namun, jauh di lubuk hatinya, ada perasaan rindu.

Rindu dengan tingkahnya, bukan dengan orangnya. Senja sudah mulai terbiasa dengan sikap menyebalkan dan tingkah ceria Alkara ketika ada di sisinya dan ketika pemuda itu menghilang dari pandangannya, rasanya ada yang kurang.

Bahkan sampai hari ini pun, hari di mana Senja kembali memasuki sekolah, Alkara tak terlihat. Sejak pagi, Senja tak mendengar atau melihat keberadaan pemuda itu.

Biasanya, minimal akan ada sapaan berupa teriakan yang cukup nyaring dari pemuda itu. Namun, ini tidak ada sama sekali. Senja jadi semakin merindukan suara itu.

Senja menghentikan langkah kakinya tepat di samping belokan menuju toilet. Apa yang Senja pikirkan? Dia tidak sama sekali merindukan Alkara. Senja hanya merasa ada yang kurang, dia tidak merindukan pemuda itu.

Baru saja Senja akan kembali melangkahkan kakinya, tangannya ditarik dari arah samping. Membuatnya masuk ke dalam toilet perempuan yang nampak kosong.

Senja mengelus pergelangan tangannya karena tarikan tadi meninggalkan bekas merah di sana. Cukup sakit. Suara dentuman pintu toilet yang di tutup kasar membuatnya mengalihkan pandangannya.

"Hai, Senja."

Senja mengernyit bingung. Sosok Niadira berdiri dengan angkuhnya di hadapannya. Apa yang terjadi? Apa gadis itu kali ini akan berbuat sesuatu hal kepadanya?

"Minggir."

Senja berjalan maju, berniat keluar dari sana. Namun, Niadira segera menghentikannya, sebelum Senja berhasil menggapai knop pintu tersebut. Niadira mendorongnya kasar hingga Senja terjatuh dan punggungnya menabrak dinding.

Senja meringis pelan. Rasanya sangat menyakitkan. Punggungnya terasa nyeri.

Niadira tersenyum miring, melangkah mendekati Senja yang terduduk di lantai. Tangannya bergerak mengambil ember berisi air bekas pel. Mengangkat dan menumpahkannya di atas kepala Senja.

"Bau banget sih," hina Niadira tertawa puas.

Dia senang melihat Senja lemah. Senja yang tak melawan dirinya. Kali ini, rasanya dia menang dari Senja.

Senja mengepalkan kedua tangannya, marah. Seragam putihnya terlihat menghitam karena air pel yang kotor. Senja tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya.

Senja bangkit, berdiri di hadapan Niadira dan menatapnya tajam. Jika ibarat pedang, mungkin kedua netra hazel kembar itu sudah menghunus ke dalam jiwa Niadira.

"Apa lo? Mau marah?" tanya Niadira dengan nada angkuhnya.

Matanya balas menyorot tajam ke arah Senja. Tak ada rasa bersalah yang tersirat di tatapannya. Apakah dia tidak mengingat perbuatannya barusan terhadap Senja?

"Minggir," ucap Senja pelan.

Dia tidak ingin memperpanjang masalah, dia tidak ingin terlibat masalah. Dia memang marah, namun diam lebih baik, mungkin.

Niadira tak berkutik sedikitpun, masih berdiri dengan angkuhnya di hadapan Senja. Menghalangi langkah kakinya untuk keluar dari sana.

Senja ingin lekas-lekas keluar dari sana sebelum emosinya meledak. Senja tidak tahan berada di sana. Senja ingin pergi.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang