❝Karena yang terjahat berasal dari yang terdekat.❞
𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓
Mentari kembali menampakkan eksistensinya, menunjukkan pada umat manusia bahwa pagi kembali tiba. Saat di mana mereka perlu melakukan aktivitas seperti biasanya.
Rajehan pun sama, dia kembali memandangi ke arah Alkara yang masih belum sadarkan diri. Sudah sehari penuh, Alkara tak berniat untuk membuka kedua matanya dan melihat dunia. Matanya senantiasa terpejam rapat, meski hari telah berganti.
Rajehan dengan wajah bangun tidurnya, berniat untuk mencuci muka sebentar. Dia bangkit dan berjalan keluar ruangan, menuju toilet.
Rajehan menatap pantulan dirinya di kaca yang masih menggunakan pakaian yang sama seperti kemarin. Dia tidak berniat pulang, lagi pula tak ada yang mencarinya.
Rajehan mengusapkan air yang telah ia tampung di telapak tangannya ke wajahnya. Mengusapnya pelan dan sekalian mengusaknya ke rambutnya.
"Gua kangen Senja," gumamnya di tengah aktivitasnya.
Rajehan kemudian keluar dari sana, berjalan kembali menuju ruang rawat Alkara. Tatapannya tertuju pada seorang dokter dan perawat yang berada di dalam sana. Dengan cepat, Rajehan melangkah ke arah mereka.
"Kenapa, dok?" tanya Rajehan.
Sang dokter mengukir senyumnya, "teman kamu sudah siuman," ucapnya menjawab pertanyaan Rajehan.
Rajehan beralih menatap ke arah Alkara yang menatapnya sayu. Rajehan mencetak senyum tipis di wajahnya dan berterima kasih kepada dokter yang menangani Alkara.
"Haus," lirih Alkara yang terdengar lemah di telinga Rajehan.
Rajehan segera menuangkan air putih dan mengarahkannya kepada Alkara. Sebelumnya, Rajehan melepas alat bantu pernapasan yang terpasang di mulut dan hidung pemuda itu.
Alkara kemudian meminta Rajehan untuk membantunya mengubah posisi menjadi bersandar di bantal. Rajehan menurutinya, tak ingin berdebat.
"Senja mana?" tanya Alkara dengan suara serak.
Rajehan lantas kebingungan, kenapa Alkara tiba-tiba bertanya tentang Senja? Apakah Alkara sangat merindukan kekasihnya itu?
"Senja ngga ke sini," jawab Rajehan.
Alkara kemudian menghela napasnya. Menatap ke arah Rajehan yang sedang mengotak-atik ponselnya. Pemuda itu terlihat tidak peduli dengan Alkara, padahal saat Alkara belum siuman, Rajehan selalu memandangi Alkara.
"Gue mimpi ketemu Senja di taman. Dia cantik, Han. Baju yang dia pakai juga cantik, gaun putih," katanya.
Rajehan menghentikan kegiatannya. Matanya tetap terfokus pada layar ponselnya yang telah mati, namun telinganya mendengarkan perkataan Alkara.
"Senja cantik banget, Han. Waktu ngeliat Senja, rasanya gue ngeliat bidadari," kekehnya.
Wajahnya terlihat cerah ketika menceritakan tentang Senja. Seperkian detik berikutnya, murung kembali berlabuh di wajahnya. Tatapannya yang sebelumnya memancarkan binar bahagia, berubah menjadi binar sendu nan sayu.
"Gue kira, setelah sama Senja, luka-luka gue bakal menghilang. Ternyata, luka itu tetap ada sampai sekarang." Tatapannya terarah ke depan, sorot matanya menyiratkan kekosongan.
"Senja memang obat dari semua luka gue, tapi saat ngga sama Senja, lukanya makin sakit," kata pemuda itu dengan suara serak.
"Dan setelah ini, gue ngga bisa lagi sama Senja. Lukanya pun bakal bertambah," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJAKARA
Teen FictionTentang Senja Kanista Niharika, lahir ketika bumantara memancarkan cahaya jingga. Senja yang penuh rahasia, Senja yang sangat cerewet namun pendiam dan Senja yang lemah namun menyerang dengan kata-katanya. Senja dan perputaran semesta. Pertemuan san...