❝Tak memberikan karma. Hanya saja, sudah konsekuensi dari peringatan yang pernah terucapkan.❞
𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓
Pemuda bertubuh jangkung itu menajamkan penglihatannya. Mata cokelat kebiruannya menatap tegas salah seorang pemuda yang baru keluar dari rumahnya dengan menancap gas motornya. Pemuda itu terlihat sangat gelisah.
Rajehan memilih untuk mengikutinya. Pemuda itu terlihat terburu-buru, Rajehan ingin memastikan bahwa pemuda itu sedang dalam keadaan baik-baik saja. Kaca helm fullfacenya dia turunkan untuk menutupi wajahnya.
Rajehan mengatur kecepatan laju kuda besi merahnya agar tak terlihat jelas bahwa dia sedang mengikuti pemuda di depannya. Rajehan bertanya-tanya, mengapa pemuda itu melajukan motornya bak manusia kesetanan.
Rajehan ikut menghentikan mesin motornya begitu pemuda yang ia ikuti berhenti di sebuah taman. Rajehan terdiam di motornya begitu pemuda yang ia ikuti tadi berkeliling taman sembari berteriak.
Rajehan tak dapat mendengar suaranya dengan jelas. Namun, satu di pikirannya saat itu, kenapa dia berteriak dan berlarian seolah manusia yang sedang kehilangan sesuatu?
Sudah sekitar 10 menit lamanya Rajehan menunggu dan memandangi pemuda tersebut dari jauh. Rajehan tak berniat sedikitpun untuk mendatangi pemuda itu. Nampaknya, ada sesuatu hal yang sedang membuat pemuda itu terlihat sangat cemas dan gelisah.
Rajehan menunduk begitu pemuda tersebut berlari menuju motornya yang terparkir. Rajehan tak tahu kenapa dia harus menunduk, hal itu spontan saja dirinya lakukan.
Motor pemuda itu mulai melaju, kembali hilang dalam sesaat dari pandangan Rajehan. Rajehan menggeram, dengan segera dia menambah laju motornya, menyusul pemuda tersebut.
Titik air hujan mulai berjatuhan. Dengan derasnya membasahi tubuh Rajehan. Cengkraman tangannya pada stang motornya mulai melonggar. Rajehan tak mungkin jika harus melajukan motornya di atas rata-rata saat cuaca sedang turun hujan.
Namun, Rajehan juga tak ingin kehilangan jejak pemuda itu. Dia tetap melajukan motornya mengikuti arah yang dituju pemuda di depannya.
Rajehan perlahan menghentikan laju motornya begitu pengendara lainnya di sampingnya juga mulai berhenti. Pengendara lain di sisinya mulai berteriak dan memberikan sumpah serapah.
"Ck, bodoh," desisnya.
Matanya menajam begitu dengan tidak pedulinya pemuda itu melajukan motornya melewati lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah. Rajehan tertinggal jejak pemuda itu.
Begitu lampu lalu lintas sudah berganti warna, Rajehan kembali menancap gas melewati jalanan dengan langit yang sedang menangis. Tubuhnya sudah basah kuyup, kaos hitam yang terbalut jaket kulit hitam miliknya, mencetak bentuk tubuhnya.
Rajehan melajukan motornya dengan kecepatan sedang, begitu ia berada di persimpangan. Dia tak tahu harus ke arah mana yang ia tuju. Matanya sembari mengedar memperhatikan sekitarnya, barangkali ada jejak yang tertinggal yang bisa ia ikuti.
Telinganya menajam begitu mendengar suara gesekan antara sebuah benda dengan aspal. Dengan perlahan, Rajehan melajukan motornya ke arah kiri, jalan yang cukup sepi.
Netra cokelat kebiruannya membola begitu melihat seorang pemuda terkapar di aspal. Rajehan menghentikan motornya sedikit jauh, berniat mendekati pemuda itu. Namun, belum sampai langkahnya untuk lebih dekat, pemuda tersebut telah bangkit dan kembali melajukan motornya.
Rajehan menggeram kesal, kembali ia langkahkan kakinya menuju motornya. Kembali mengikuti arah pengendara di depannya.
Untuk kesekian kalinya, Rajehan menghentikan laju motornya tepat setelah pemuda itu berlari masuk ke dalam sebuah bangunan tua. Kali ini motornya ia parkirkan di samping motor pemuda itu tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJAKARA
Genç KurguTentang Senja Kanista Niharika, lahir ketika bumantara memancarkan cahaya jingga. Senja yang penuh rahasia, Senja yang sangat cerewet namun pendiam dan Senja yang lemah namun menyerang dengan kata-katanya. Senja dan perputaran semesta. Pertemuan san...