45. SELAMAT BERSINAR, BINTANGKU

5.9K 218 62
                                    

Kelak aku akan menjadi rindu yang tak akan pernah kamu temui lagi dimanapun.

𖤓 𝕾𝖊𝖓𝖏𝖆𝖐𝖆𝖗𝖆 𖤓

Suara berisiknya jalanan tak terdengar jelas di telinganya. Tatapannya tertuju pada sosok yang terus menerus berusaha tetap membiarkan matanya terbuka. Netra cokelat pekat itu menatapnya dengan sendu serta senyum manis yang tercetak di wajahnya.

Lirihan tangis sang perempuan terdengar menyakitkan di telinga yang mendengarnya. Diamnya melangitkan banyak harapan dan doa yang ingin semesta dengar dan Tuhannya kabulkan.

Tangan yang sudah cukup pucat dan dingin itu melayang, mengusap pelan pipi yang basah dengan air mata. Tangannya bergetar, kekuatannya sudah hampir menghilang, namun tetap ia paksakan.

Dirinya tak mau air mata itu meninggalkan bekas di sana dan merusak wajah cantik perempuan di hadapannya.

"Ngeliat kamu nangis, lebih sakit dari semuanya, Ja," lirih Alkara.

Senja menggigit bagian dalam bibirnya, menahan rasa sakit yang ia rasa ketika mendengar suara lirih itu menyapa pendengarannya. Matanya terpejam, menikmati usapan lembut di pipinya.

"Setelah ini, tolong jangan kalah sama keadaan, ya?" mohon Alkara.

Matanya menatap lekat kedua netra hazel yang nampak memerah di sana. Ada genangan air bening yang begitu banyak di sana. Nampaknya, mata itu masih kuat jika diharuskan untuk terus menderaikan air mata.

"Jangan rindu juga," kekeh Alkara lirih.

Senja tak mampu berkata-kata. Tiap kalimat yang keluar dari bibir pucat Alkara berhasil menggoreskan banyak luka baru di hati kecilnya. Semakin sakit jika Senja harus melepaskan pemuda tersebut, semakin sakit jika Senja tak boleh merindukan pemuda itu.

Alkara perlahan memudarkan senyumnya. Napasnya seolah tercekat dan tak ada oksigen di sana. Tanpa sadar, ia meremas dengan kuat tangan Senja yang menggenggam tangannya.

Senja tersentak begitu genggaman itu menguat. Netranya terarah menatap Alkara yang bernapas tak beraturan. Dia bahkan membuka mulutnya, membiarkan oksigen masuk lewat sana.

Anggota medis yang tengah memberikan pertolongan pertama pada luka tusuk yang Alkara alami, beralih dengan segera memasangkan selang oksigen. Menenangkan Alkara dan membantunya menetralkan napasnya.

"Kara..." lirih Senja memandangi wajah pucat tersebut.

Alkara benar-benar seperti manusia tanpa napas ataupun aliran darah ditubuhnya. Wajahnya memutih, bibirnya bahkan sangat pucat. Hanya ada dingin saat kulit tangannya bersentuhan dengan kulit hangat Senja.

Alkara memaksa kedua matanya untuk tetap terbuka, meski rasa sakit menguasai tubuhnya. Bahkan pandangannya mulai mengabur. Netra cokelat pekatnya bergetar menatap Senja yang mulai tak terlihat.

"Se-Senja..." Sekedar untuk memanggil nama sang kekasih saja rasanya sangat sulit.

"Ka-kalau nan...ti aku kalah sa..ma diriku sendiri..."

Bahkan ketika kalimat itu belum selesai diucapkan, Senja menggelengkan kepalanya. Dirinya seolah mengisyaratkan pada Alkara bahwa dia tak ingin mendengar kalimat menyakitkan yang akan terlontar selanjutnya dari mulut Alkara.

SENJAKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang