Sakusa masih belum juga sadar bahkan setelah 24 jam lebih pasca operasinya.
Atsumu pun masih setia menemani sang kekasih, dia tak bisa menghentikan tangisnya, hatinya begitu sakit ketika melihat betapa pucat wajah sang kekasih.
.
Malam kembali datang bahkan hampir menjelang pagi, namun Atsumu masih terjaga, dia tidak bisa tenang sebelum Sakusanya membuka mata.
Suna mengatakan padanya jika obat bius yang diberikan pada Sakusa memang sedikit lebih kuat mengingat sang kekssih yang harus dioperasi dibagian kepala.
.
Sementara itu, Desti masih menangis didepan pemakaman sang ayah.
Pagi-pagi buta ia sudah mendapatkan sebuah titipan besar didepan rumahnya, Desti begitu terkejut ketika melihat sebuah peti mati didepan pintu rumahnya.
Desti begitu shock saat tau jika yang ada didalam sana tubuh sang ayah yang sudah tak bernyawa, masih berlumuran darah dengan lubang dikepalanya.
Para anak buah Sakusa lah yang telah mengantarkannya, tuan muda mereka sendiri yang meminta.
Entah karena terbiasa hidup bersama seorang ketua mafia atau geram karena Sakusanya terluka, sifat kejam Atsumu tumbuh begitu saja.
Bahkan sempat terpikirkan untuk menghancurkan mental putri dari tuan Arga.
Membuat Desti menangis sejadi-jadinya, Desti bertekad akan membalas semua perbuatan keji orang-orang yang telah berani menyakiti dan membunuh ayahnya.
.
Atsumu begitu lelah sampai-sampai ia harus tertidur dengan posisi duduk.
Satu tangannya terlipat menumpu kepala dan tangannya yang lain tak lepas dari jemari kekasihnya.
.
Pagi hampir menjelang dan perlahan Sakusa mulai membuka matanya, menyesuaikan pengelihatan dan membiarkan cahaya masuk kedalam retinanya.
Tubuh Sakusa masih terasa begitu kaku, mungkin efek dari obat bius yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya.
Menatap sekitar, melihat sekeliling, menyadari bahwa ia sedang berada didalam ruang rawat sebuah rumah sakit.
Sakusa masih mencoba untuk mengingat apa yang telah terjadi, ia hanya mengingat saat mobil yang ditumpanginya memutar lalu terbalik hingga mengeluarkan kepulan asap.
Lalu setelah itu ia sudah tak mengingat apa-apa lagi.
Sakusa tersenyum kecil saat menatap wajah manis sang kekasih yang tertidur disamping tubuhnya yang hanya berbantalkan lipatan tangan.
Kasihan sekali saat melihat sang kekasih yang tertidur dalam posisi duduk seperti ini, pasti penat sekali.
Sakusa mengangkat pelan jemarinya, mengusap pelan surai si kesayangan.
Sakusa benar-benar tidak bisa mengeluarkan suaranya, tenggorokannya terasa begitu kering.
Hingga Atsumu pun mulai menyadari usapan lembut dari sang kekasih yang membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Omi? Kau bangun? Tunggu sebentar!" Atsumu nampak panik sekaligus senang saat Sakusanya yang mulai sadar dan sudah membuka mata
Memanggil para dokter menekan tombol kecil disamping ranjang Sakusa untuk bisa memeriksa keadaan kekasihnya.
.
"Bagaimana dokter Suna?"
"Kak Sakusa baik, kau tenang saja Atsumu!" Suna memegang pundak Atsumu yang nampak cemas dengan menautkan semua jemarinya