Bagian 31

1.4K 60 13
                                    

“Mengubah takdir untuk Allah sangatlah mudah. Mudah sekali, seperti memutarkan telapak tanganmu. Dia dapat dengan mudah mengubah masa terberatmu menjadi waktu terbaik untuk bangkit,”
-Lina Aditatna-

Pagi pagi sekali, Aksa sudah siap dengan pakaian rapi untuk mengajar di Pondok Pesantren milik abinya. Ya, Hari ini adalah hari pertama Aksa kembali mengajar di Pondok Pesantren Darul Musthofa setelah menikah. Begitu banyak pertimbangan yang dipikirkan oleh Aksa untuk meninggalkan istrinya sendiri di rumah. Namun, meneruskan perjalanan Abinya untuk menjalankan Pesantren sudah menjadi tugas awal Aksa.

"Mas kerja dulu ya, Humairah," pamit Aksa pada istrinya yang sedari tadi sudah menatap lekat wajahnya.

Lina mengangguk, lalu mengacungkan jari telunjuknya kearah Aksa. "Awas Aja kalau Mas genit sama santriwati," peringat Lina seraya memutar bola matanya malas.

Aksa meraih telapak tangan wanita didepannya, lalu ia genggam dengan erat. Aksa membungkukkan badannya berusaha menyetarakan tingginya dengan Lina. Pria itu tersenyum smirk, lalu berujar, "Kamu ga percaya sama Mas, hm?"

"Katanya Allah maha membolak balikkan hati, jadi Lina was-was aja." Aksa terkekeh, lalu mengacak puncak kepala istrinya.

"Tenang saja, hati saya hanya untuk kamu seorang."  Ucapan singkat itu mampu membuat wajah Lina memerah bak kepiting rebus. Aksa kembali menegakkan tubuhnya lalu segera disalami oleh Lina yang dilanjut dengan Aksa mencium dahi istrinya.

Aksa berpamitan pada Lina lalu masuk dalam mobil miliknya. Pria itu segera melajukan kendaraan roda empat itu hingga keberadaannya tak lagi terlihat oleh Lina. Wanita itu segera menutup dan mengunci pintu  rumahnya lalu masuk ke dalam rumah.

Lina bergegas untuk melakukan kegiatan sehari harinya sebagai Ibu Rumah Tangga sebagaimana mestinya.

🌷🌷🌷🌷

"Baik semuanya, dari penjelasan saya barusan. Menyebutkan mahar dalam menikah hukumnya disunnahkan. Dan bila tidak disebutkan maka akad nikahnya tetap sah. Namun, Mahar dapat menjadi wajib dalam kitab Fathul Qarib dikarnakan? "

Salah satu santri mengangkat tangannya, bersiap memberi jawaban. Setelah sudah dipersilahkan oleh Aksa, santriwati itu akhirnya menjelaskan.

"Mahar dapat menjadi wajib karna tiga hal, Gus,"

"Pertama, dia mewajibkan terhadap dirinya sendiri. Yang kedua, Atau diwajibkan oleh hakim. Dan ketiga,  Atau telah menduhulnya. Maka wajib membayar umumnya mahar."

Aksa mengangguk, "Benar, saya tambah sedikit. Tidak ada anggaran mahar dalam ukuran sedikit atau banyaknya. Diperbolehkan seorang menikahi perempuan dengan maskawin kemanfaatan sesuatu. Mahar bisa gugur separuh akibat talak sebelum duhul (bersenggama),"

"Baik waktu ajar saya sudah habis, semoga ilmu yang saya sampaikan dapat bermanfaat untuk kalian kedepannya,"

"Wallahu'alam Bissawab," ucap Aksa mengakhiri lalu keluar dari kelas tersebut.

Ia berjalan sembari menelisik jam tangannya. Benda kecil yang tertaut pada lengan kekar miliknya menunjukkan sudah pukul 14.00 yang artinya jadwal mengajarnya tersisa satu jam. Kini Aksa melanjutkan langkahnya menuju ke kelas selanjutnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Aksa mengucapkan salam seraya berjalan masuk dalam ruangan kelas. semua santriwati berdiri sembari menunduk menjawab salam dari gusnya.

"Silahkan buka Kitab Fathul Qarib, bab Nikah."

Semua santri mulai sibuk membuka lembaran-lembaran kitab kuning. Saat di rasa semua sudah siap, Aksa mulai menjelaskan beberapa materi ajar yang ia naungi.

"Hukum menikah dalam kitab ini adalah

sunnah, namun dengan beberapa syarat."

وَالنِّكَاحُ مُسْتَحَبٌّ لِمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ) بِتَوْقَانِ نَفْسِهِ لِلْوَطْءِ وَيَجِدُ اُهْبَتَهُ كَمَهْرٍ وَنَفَقَةٍ
"Nikah disunnahkan bagi orang yang membutuhkannya sebab keinginan kuat di dalam dirinya untuk melakukan wathi’ dan ia memiliki biaya seperti mas kawin dan nafkah."

فَإنْ فَقِدَ الْأُهْبَةَ لَمْ يُسْتَحَبَّ لَهُ النِّكَاحُ
"Jika ia tidak memiliki biaya, maka tidak disunnahkan baginya untuk menikah."

"Dikaji juga, penjelasan hal-hal yang mana akad nikah tidak bisa sah kecuali dengan hal-hal tersebut."

"Akad nikah hukumnya tidak sah kecuali disertai dengan wali yang adil. Dalam sebagian redaksi dengan bahasa, “dengan seorang wali laki-laki.” Hal ini mengecualikan seorang wanita. Karena sesungguhnya seorang wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri atau orang lain. Akad nikah juga tidak bisa sah kecuali dengan hadirnya dua orang saksi yang adil."

"Ada yang bisa menyebutkan, ada berapa jalur-jalur mahram wanita?" Pertanyaan itu sontak membuat semua santri kalut untuk menjawab. semuanya mengangkat tangan dengan cepat, berlomba-lomba menjawab pertanyaan.

"Santri ujung, peci hitam. Silakan jawab." Aksa mengulurkan tangannya menunjuk pada salah satu santri putra di sudut kelas.

"Syukron Gus, Wanita yang mahram, maksudnya wanita yang di haramkan untuk di nikahi dengan dalil Nash ada empat belas."

"Sebutkan," perintah Aksa pada santri tersebut.

"Yang pertama, ada tujuh jenis mahram jalur Nasab. Yang kedua, ada dua jenis mahram jalur Radla'. Yang ketiga, ada empat jenis mahram jalur Pernikahan. Yang keempat, ada satu jenis mahram jalur Wanita yang dikumpulkan." Santri itu dengan santai menjelaskan materi tersebut dengan pemahaman penuh.

"Maasyaallah silakan kembali duduk, pemahaman kalian sudah sangat bagus dalam bab ini. Maka, ada yang ingin bertanya?"

Hening... "Jika tidak ada, maka akan saya lanjutkan ke bab Walimah/ Resepsi."

"Dalam bab ini, melakukan resepsi pernikahan hukumnya disunnahkan. Yang dikehendaki dengan walimah (resepsi) adalah jamuan untuk pernikahan."

"Imam asy Syafi’i berkata, 'Walimah mencakup segala bentuk undangan karena baru saja mengalami kebahagian'. Minimal walimah yang diadakan oleh orang kaya adalah menyembelih satu ekor kambing. Dan bagi orang kurang mampu adalah jamuan yang mampu ia sajikan."

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu diundang ke walimah, hendaknya ia menghadirinya." Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Muslim: "Apabila salah seorang di antara kamu mengundang saudaranya, hendaknya ia memenuhi undangan tersebut, baik itu walimah pengantin atau semisalnya.

Lalu bagaimana jika kita sedang berpuasa, namun diundang dalam walimah? Hal ini di jelaskan dalam hadits berikut.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu diundang hendaknya ia memenuhi undangan tersebut, jika ia sedang puasa hendaknya ia mendoakan, dan jika ia tidak puasa hendaknya ia makan." Riwayat Muslim.

🍁🍁🍁🍁

Cerita AksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang