Bagian 28

836 85 10
                                    

"pada dasarnya, saya seharusnya menjadi tempat untuk segala ceritamu dan juga saya yang menyediakan bahu untuk tempatmu bersandar, sayang"
-Fariq Luthfan Aksa-

"Mas, bantu pilihin. Lina bingungg," rengek seorang gadis yang kini tengah sibuk dengan beberapa dress syar'i di depannya. Puluhan bahkan ratusan gaun terpajang rapi membuat gadis itu dilanda kebingungan. Berkali-kali ia keluar masuk fitting room untuk mencoba beberapa. namun nihil, gadis itu belum juga menemukan dress yang sesuai.

Aksa mengangguk, lalu beranjak dari duduknya. Ia mengitari beberapa lorong, dan dengan cepat meraih satu dress. Dari kejauhan, Lina tampak tersenyum merekah saat melihat suaminya membawa satu pasang dress syar'i ditangannya.

"Semua dress cantik kalau kamu yang pake," goda Aksa tersenyum seraya memberikan dress di tangannya. Dengan wajah merona, gadis itu segera menuju fitting room dan mencobanya.

Tak selang lama, pandangan Aksa terfokus pada gadis di depannya. Pupil mata pria itu membesar saat melihat Lina telah menggunakan dress pilihannya.

"Fabiayyi 'ala irabbikuma tukadzhiban," ujar Aksa spontan membuat Lina yakin bahwa ia akan memilih dress itu.

"Mas suka?" tanya Lina memastikan, dan dengan cepat mendapat anggukan setuju dari Aksa.

"Suka, Sayang," jawab Aksa lalu segera memanggil pegawai disana untuk segera dibungkus.

Setelah fitting dress selesai, kedua pasutri itu kembali melanjutkan perjalanannya. Aksa dengan lihai melaju dengan kecepatan tinggi di jalan yang sepi. Tak ada obrolan, hanya suara kendaraan dijalan yang terdengar. Lina menoleh kearah kursi kemudi, lalu berusaha memecah keheningan.

"Mas," panggil Lina pada pria disampingnya.

"Dalem, Sayang," jawab Aksa menoleh sekilas pada Lina.

"Besok kita nikah, Lina deg degan," celetuk Lina dengan wajah serius, namun dijawab kekehan ringan oleh Aksa. Tangan kekar pria itu beralih mengusap lembut punggung tangan Lina.

"Sayang, kita sudah menikah dari bulan kemarin kalau kamu lupa," ujar Aksa tersenyum manis membuat Lina tersadar.

"Ooh iya yah mas, Lina lupa kalau kita udah nikah," sela gadis itu membuat kening Aksa mengerut. "Jadi lupa, jika saya suamimu?" gerutu pria itu membuat Lina gemas. "Gak lupa lah, kalau lupa ini tangan mas udah Lina tepis dari tadi," Lina tersenyum melihat tangannya yang bertautan dengan Aksa.

"Humairah, kita mampir ke pondok dulu ya." ajak Aksa dan dibalas anggukan oleh Lina. Tak lama kemudian, Lina juga membuka suara, "Lina mau main ke asrama boleh?" izin gadis itu pada suaminya dengan senyum yang merekah rekah.

"Mau ngapain, hm?" sela pria itu menaikkan satu alisnya. Lina berfikir sejenak, lalu berujar, "Ya mau cerita cerita aja sih sama temen temen. Kan udah lama juga engga cerita bareng."

"Bercerita tentang apa? Bergibah? Percintaan? Rumah tangga kita?" tanya Aksa spontan.

"Kenapa tidak bercerita dengan mas? Apakah suamimu ini kurang baik menjadi pendengar atas cerita ceritamu, Sayang?"

"Kamu tidak punya tempat bercerita, ya? Jika benar begitu,
Mas justru merasa gagal menjadi suami. Bukankah Mas yang seharusnya menyediakan bahu ternyaman sebagai tempat bersandar? Bukankah Mas juga orang pertama yang harusnya mendengarkan segala cerita? Pun seharusnya Mas yang kamu jadikan tempat pulang atas segala keluh, ya?"

"Ehh, bukan gitu maksud lina Mas," sanggah gadis disamping Aksa dengan terkejut mendengar respon suaminya.

"Lina kadang cuma takut ganggu Mas kerja aja, kayanya serius banget jadi lina gaberani ganggu," ujar lina lirih membuat hati Aksa mencelos.

Cerita AksanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang