"Rindu mengajarkan kita, bahwa kehadiran seseorang akan lebih berharga dari segalanya."
-Lina Adiratna-
Pagi pagi sekali, pasutri itu sudah disibukkan dengan kegiatannya masing masing. Dimulai dari Lina yang menyiapkan sarapan, lalu Aksa yang masih berkutat dengan laptopnya untuk menyiapkan bahan ajar. Setelah beberapa menit, Aksa mengemaskan barang-barang miliknya yang akan di bawa.Baru beberapa langkah Aksa menuruni anak tangga, hidungnya sudah disambut dengan harumnya masakan Lina dari arah dapur. Pria itu bergegas menghampiri istrinya yang sedari pagi sibuk berkutat dengan alat dapurnya. Tanpa aba-aba, Aksa memeluk tubuh kecil Lina yang membuat sang empu terperanjat dari tempatnya.
Pria bertubuh tegap itu terkekeh kecil, sebelum akhirnya ia mencium setiap inci wajah sang istri. Perlakuan seperti ini, tak sekali dua kali Aksa lakukan, pastinya berulang kali tanpa henti.
Memiliki rumah terpisah dengan mertua dalam berubah tangga menjadi impian semua pasangan. Hal ini tentunya tak lepas dari peran kebebasan dan juga privasi rumah tangga yang salah satu faktor pendukungnya adalah pasutri dapat meromantisasi semua hal yang terjadi.
"Mas ih, Lina lagi masak, nanti baju mas Aksa bau bumbu," celetuk Lina yang sama sekali tak dihiraukan oleh Aksa.
Aksa terus menerus memeluk tubuh kecil itu hingga akhirnya ia teringat akan sesuatu. "Ooh iya, dasi mas di mana ya Sayang?" tanya Aksa spontan membuat wanita didepannya menghembuskan napas panjang.
"Kan udah Lina bilangin toh mas, dasi selalu digantung deket gantungan kemeja, udah di cari apa belum toh," celoteh Lina sembari sibuk mengudak tumisannya.
"Ngga ada, Sayang. Mas udah cari daritadi," tutur Aksa dengan nada rendahnya. "Laailaahailallahh mas, masa iya dasi bisa hilang berjalan sendiri. Kalo sempet Lina cari ternyata ada, mas mau kasih Lina apa?" Lagi lagi Aksa mendapat serangan mendadak dari istrinya. Ia hanya cengengesan dengan bak memamerkan jajaran giginya.
Geram dengan tingkah sang suami, Lina pun mematikan kompor yang ada di hadapannya lalu memutar tubuhnya untuk menghadap pada Aksa. Wanita itu mengangkat satu alisnya, lalu bertaruh, "Lina cari ya Mas, awas aja kalo ketemu,"
Wanita itu bergegas berjalan menuju kamarnya, yang diikuti suara lantang milik aksa, "Kalo ketemu, Mas kasi hadiah cium deh," Aksa terkikik geli saat mendengar geraman dari sang istri yang tampak sangat kesal dengannya. Aksa mengikuti arah istrinya berjalan, hingga akhirnya langkah itu berhenti tepat di depan lemari. Setelah wanita itu membuka lemari, ia tampak dengan teliti menyoroti pandangannya pada gantungan-gantungan baju di depannya. Lina menyunggingkan senyumannya sembari ia meraih salah satu gantungan pakaian yang telah berjajar rapi semua macam jenis dasi. Lina arahkan gantungan itu tepat di depan wajah suaminya, membuat Aksa menggaruk tengkuknya.
"Loh kok ada, tadi ngga ada," bantah Aksa mencoba untuk membela diri.
"Lih kik idi, tidi nggi idi," cibir Lina hingga membuat suaminya gemas sendiri. Aksa membungkukkan tubuhnya sejajar dengan tubuh Lina, lalu bergerak cepat mengecup bibir wanita itu yang tak henti-hentinya ngedumel.
🌷🌷🌷🌷
Lina melangkah masuk ke gerbang pesantren dengan hati yang penuh haru. Telah lama ia meninggalkan tempat ini setelah menikah, dan bayangan kehidupannya di pesantren kini terasa samar.
Seperti yang sudah ditentukan, wanita itu dijemput oleh Aksa pada saat ba'da dzuhur untuk menepati janjinya. Pada saat Lina dijemput, ia tak lupa membawakan suaminya bekal masakannya sendiri yang saat ini tengah dimakan lahap oleh si penerima.
Setelah dirasa Aksa telah menyelesaikan kegiatan makannya, ia bergegas berpamitan lalu menyalami tangan kekar suaminya. "Lina ke asrama dulu ya Mas," pamit wanita itu pada suaminya.
Tujuan utama ia dijemput, tak lain dan tak bukan adalah menjenguk teman sekamarnya yang tengah sakit. Sepanjang koridor asrama, Lina tak henti-hentinya khawatir pada Syafira. Dari kabar yang Lina peroleh, Syafira telah jatuh sakit dari empat hari yang lalu dan tak kunjung sembuh. Yang tak kalah mengagetkan, sakit itu disebabkan oleh Syafira yang tengah merindukan dirinya, bukankah itu hal yang unik?
Lina akhirnya dapat melihat pintu kamar asrama tujuannya. Tangannya bergerak untuk mengetuk pintu kamar tersebut seraya mengucapkan salam. Wanita itu mengetuk pintu berkali-kali, namun tak terdengar sahutan apapun. Matanya menyorot pada sudut-sudut jendela asrama, terlihat tak ada seorangpun di dalamnya.
"Assalamualaikum Ning, cari siapa ya?"
Suara itu mengejutkan Lina, sontak ia membalikkan badannya kearah sumber suara. Terlihat, salah satu santriwati tengah menghampirinya. Sedari awal Lina datang, santriwati tersebut sudah melihatnya, pun ia baru berani menghampiri.
"Eh, Waalaikumsalam,"
"Anu, cari Syafiranya, ada?" pertanyaan Lina tanpa berbasa-basi
"Oohh, Syafira di puskestren Ning, dari tadi malem menggigil," jelasnya membuat Lina mengangguk paham.
"Oalah, kalo gitu Saya langsung ke sana ya. Terimakasih sebelumnya." Tanpa berlama-lama, Lina segera melanjutkan langkahnya menuju poskestren. Langkahnya tampak tergesa-gesa, bagaimana tidak? Bahkan Syafira belum kunjung sembuh saat sudah beberapa hari.
Tak membutuhkan waktu yang lama, Lina kini telah sampai di Poskestren. Tangannya kembali terulur untuk mengetuk pintu di depannya. Tanpa menunggu sahutan, Lina bergegas masuk karna Poskestren adalah fasilitas umum.
Baru beberapa langkah Lina memasuki ruangan itu, beberapa orang di sana tampak terkejut. Adinda, dan temannya memutuskan untuk diam, berharap Syafira cepat menyadari kehadirannya.
Syafira berbaring lemah di atas brankar. Tatapan sayunya seketika berubah ketika melihat sosok Wanita yang telah lama tak ia jumpai. "Lina..." panggilnya pelan, matanya berkaca-kaca.
Lina mendekat, menggenggam tangan Syafira yang dingin. “Syaf, Kamu kenapa sampe kaya gini....” Lina memeluk tubuh yang kini tampak ringkih. Perasaannya kini benar benar hancur hingga tanpa sadar air mata Lina perlahan jatuh, menyadari betapa kehilangan yang dirasakan sahabatnya itu.
Di tengah keheningan, semua saling terdiam. Tanpa kata, mereka tahu bahwa ikatan yang terjalin di antara mereka tak pernah putus meski dipisahkan oleh segalanya.
Lina tersenyum sambil mengusap bahu sahabatnya. "Aku juga rindu, Syaf. Tapi kamu tahu, hidup kadang membawa kita pada takdir yang tak terduga." suara Lina yang lirih mampu memecah suasana. Mereka yang semula diam, kini menjadi turut haru.
Suasana kembali hening. Syafira menahan isak, lalu akhirnya menangis dalam pelukan Lina, mengeluarkan semua rindu yang terpendam. Lina mengusap punggung Syafira, berharap kehadirannya bisa menghapus kesedihan dan rindu yang selama ini menyesakkan dada.
🍁🍁🍁🍁

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Aksana
Novela JuvenilLina Adiratna, gadis berumur 18 tahun yang di daftarkan sang ayah ke Pondok Pesantren Darul Mushtofa. Perjodohan Lina dengan salah seorang gus membuatnya mau tak mau menerima kenyataan yang dihadapi. Pasalnya, gadis yang akrap di panggil Lina ini...