Happy Reading
*****
Pada dasarnya Bitna memang gadis yang kuat, tapi kadang kala ia malah sering kali takut melakukan sesuatu, apalagi jika melibatkan orang-orang di sekitarnya terlebih yang ia sayangi. Bitna tak segan akan langsung bergerak jika itu hanya melibatkan dirinya sendiri.
Tak ayal, setiap ketakutannya tadi bukan hanya muncul dengan alasan dirinya sendiri, tapi juga karena ia bersamaan Raden saat ini. Meski kenyataannya malah pria itu yang banyak melindungi Bitna sih.
Jujur saja Bitna tak habis pikir bagaimana kalau tak ada Raden di sisinya, bisa jadi ia langsung menjadi santapan Zombie saat baru saja keluar dari unit apartemen Raden.
"Okay Na. Mari berjuang lagi." Ucap Raden, saat mobil mereka benar-benar melewati pintu keluar.
Bitna terdiam sejenak, fikirannya melayang pada kejadian-kejadian menegangkan yang bisa saja menghilangkan nyawa mereka.
"Den lo tau," Setelah beberapa saat Bitna tak menanggapi ucapan bersemangat Raden itu, Bitna malah bergumam pelan atau lebih tepatnya tak bersemangat, maka dari itu Raden masih dapat di dengar Raden.
"Tau apa?" Tanya Raden seraya setia fokus mengendarai mobil. Ia juga sempat melirik Bitna yang duduk di kursi belakang dari kaca spion sebentar.
"Gue benci elo." Jawab Bitna serius sambil membenarkan posisi duduknya, yang awalnya menyandar menjadi duduk tegap.
"Kenapa benci?" Bukannya merasa terkejut, marah, atau yang lain, Raden hanya bertanya dengan santai menanggapi pernyataan Bitna.
"Karena lo berani bahayain nyawa lo demi gue." Yang dikatakan Bitna adalah sebuah kejujuran yang memang sempat ia lontarkan pada Raden tadi, hanya saja Bitna merasa menyesal karena makin ke sini ia malah membiarkan Raden makin membahayakan nyawanya sendiri.
Lagi-lagi Raden hanya merespon dengan melirik kaca spion, guna untuk melihat raut wajah Bitna. Raden hanya bisa menghela nafasnya lelah setelahnya. "Na, kita udah bahas ini loh tadi. Gue juga udah bilang karena lo keluarga gue. Jadi kita harus saling membantu." Raden sungguh tak suka terus mengatakan hal tersebut, ia muak.
Huft, jujur saja Bitna sudah tak ingin menangis seperti saat membahas ini di dalam tadi. Bitna juga bersyukur ada Raden yang dapat melindunginya. Tapi di sisi lain perasaan bersalah benar-benar menggerogoti hatinya, apalagi setelah melalui keadaan genting seperti tadi. Ia benar-benar tak bisa jika seperti ini, ia tak tenang, bagaimana jika Raden malah mengorbankan nyawanya sendiri demi menyelamat kan Bitna. "Tapi Den setelah kejadian tadi, gue jadi sadar, harusnya lo nggak usah ikut gue, nggak perlu. Lo bisa bertahan hidup cukup lama di apartment karena stok makanan lo juga udah banyak. Lo bisa tidur-tiduran tanpa perlu mikirin nyawa melayang. Kalau sekarang, bahkan kita nggak tau beberapa jam ke depan kita masih hidup kayak gini atau enggak. Gue takut lo kenapa-kenapa hanya karena gue, Den." Bitna mengungkapkannya tanpa adanya tangisan sama sekali. Tapi tetap raut bersalahnya sama sekali tak dapat tertutupi.
"Na, itu juga yang gue rasain." Raden bergumam sangat lirih setelah Bitna selesai berucap.
"Na, gue nggak mau bahas ini! Karena kenyataan kita sekarang udah di sini, jadi kita harus fokus ke depan. Toh kita juga berhasil keluar kan, meski jalan kita juga masih sangat panjang." Bukannya apa-apa, Raden tak ingin pembahasan ini menjadi makin dalam dam membuat Bitna makin sedih atau merasa bersalah tinggi.
"Tapi Den__"
"Udah Na. Please jangan di pikirin. Mending mikirin gimana cara kita bertahan hidup ke depannya. Dan Anggep aja proses melawan kita tadi adalah pemanasan." Yups, memang baru pemanasan tapi benar-benar sudah membuat spot jantung dan hampir meregang nyawa. Apalagi nanti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Zombies: Run Away [SELESAI]
Mystery / ThrillerMengerikan, dengan kulit pucat penuh ruam-ruam hitam menjalar, mulut yang penuh darah, serta luka-luka lebar menganga hingga menampakkan daging dan tulang bagian dalam. Ya, itulah ciri-ciri Zombie. Zombie adalah mayat hidup yang ceritanya hanya ada...