Chapter 25

576 59 4
                                    

Happy Reading

*****

Bitna tau Raden adalah tipe orang yang selektif dalam mencari teman atau orang-orang akan yang berada di sekitarnya. Jadi ia sama sekali tak terkejut dengan sikap Raden yang bisa dibilang sensi kepada Roy.

Akan tetapi Bitna tak ingin sikap Raden terus berkelanjutan, apalagi di situasi seperti ini harusnya mereka saling bersatu dan mengeratkan tali perkenalan agar mereka agar dapat menangani Zombie secara maksimal.

Bitna bahkan terus menegur saat Raden menanggapi Roy dengan nada yang sedikit tak mengenakkan. "Den, jangan gitu," ucap nya seraya memberi cubian sedikit di lengan pria itu (mohon di catat, sedikit versi Bitna ya, tapi kalau menurut yang lain tidak tau).

Tapi kalau di lihat dari respon Raden yang mengaduh juga meringis kesakitan sepertinya sama sekali bukan cubitan kecil macam yang Bitna bayangkan. "Apa-apaan sih Na!" respon Raden dengan bersungut-sungut.

"Eh, sorry kekencengan." Meski mulut Bitna berkata sorry, nyatanya wajahnya tak mencerminkan demikian, karena raut benar-benar seperti mengisyaratkan wajah tanpa dosa. Lagian salah sendiri Raden sudah di peringatkan tetap saja seperti itu, padahal Roy tengah berbicara kepadanya, tapi Raden selalu memotongnya dengan kata-kata menjengkelkan, benar-benar kekanak-kanakan.

"Ishh," Raden tak merespon lebih lanjut, hanya memasang wajah suram saja. Sejak awal Raden sudah memberi kode, jika dirinya tak suka di abaikan, karena ya bisa di bilang sekitar tiga puluh menit sejak insiden di gedung tua penuh sampah itu, mereka berdua _Bitna, dan si personil baru, Roy_ tidak henti-hentinya mengoceh asyik, sampai seolah melupakan kehadiran Raden.

"Sorry Den, kalau gue bikin lo nggak nyaman," ujar Roy merasa bersalah karena raden nampak cemberut begitupun Bitna, dan ia merasa itu karenanya. Raden pasti cemburu pacarnya berbicara santai dengan pria lain.

"Ih, jangan minta maaf Roy, si bocah prik ini aja yang sensian." Serobot Bitna sebelum Raden merespon, atau sepertinya memang tidak berniat merespon.

Raden menatap Bitna malas, terserah apa kata gadis itu deh. Karena sekarang mereka harus fokus, sebab mobil yang mereka tumpangi sekitar lima menit lagi akan kembali melewati lorong, yakni perbatasan antara daerah tempat tinggal Bitna dengan daerah tetangga.

"Setelah ini kita bakal lewatin lorong lagi. Kita nggak tau apa yang akan terjadi di dalam sana, tapi kita harus siap dan waspada." Raden sudah menurunkan egonya yang tadi sedikit kesal dengan kedua orang di mobilnya itu.

Sedangkan Bitna dan Roy yang mendengar ucapan Raden pun kembali megambil fokusnya, mereka sudah siap melewati Zombie.

"Gue bakal jelasin sedikit, terutama buat lo," ucap Raden tiba-tiba seraya jempolnya terangkat dan di arahkan ke belakang, sudah pasti itu di tujukan kepada Roy, "Zombie memiliki penglihatan buruk apalagi di malam hari, tapi berbanding terbalik dengan pendengarannya yang beberapa persen lebih baik dari pendengaran orang normal, jadi sebisa mungkin jangan ciptakan suara keras di lorong nanti, bicara bisik-bisik aja. Zombie memiliki kelemahan di otak, jadi langsung tembak kepala agar mereka tumbang. Mungkin benar Zombie adalah mayat hidup yang sebelumnya manusia, tapi setelah sudah menjadi Zombie mereka itu monster, jadi jangan ragu bunuh kalau dalam bahaya."

Penjelasan panjang dan lebar di dengarkan secara seksama oleh Bitna dan Roy, mungkin Bitna sudah banyak memahami sebelumnya tapi tidak masalah untuk mendengarkan lebih detail.

Roy sendiri selalu mengangguk kan kepala setiap Raden berbicara di akhir kalimat. Ia mengerti dengan penjelasan Raden dan sebisa mungkin akan menerapkannya.

"Okay bentar lagi kita masuk." Raden memberi intrupsi kepada teman-temannya itu jika terowongan sudah di depan mata.

Hanya saja Raden langsung mengerem mendadak sebelum mobilnya benar-benar memasuki terowongan, padahal niatnya hendak menggerakkan mobil cepat dan mematikan mesin seperti saat mereka memasuki terowongan sebelum ini.

Zombies: Run Away [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang