Chapter 15

704 57 0
                                    


Happy Reading

*****

Sebagian besar ibu yang memiliki anak perempuan, pada dasarnya memang ingin anaknya itu menjadi anak gadis feminim seperti kebanyakan. Hanya saja sepertinya hal itu tidak berlaku untuk mama dari Bitna.

Gadis yang saat itu berusia 10 tahun itu memang terkenal sedikit tomboy, dibanding teman-teman perempuan seusianya. Bitna sangat menyukai segala bidang olahraga, dan juga dia sangat tertarik dengan segala jenis seni bela diri. Dan sikap Bitna itu sama sekali tidak dipermasalahkan oleh Sinta _mama Bitna_.

Tapi meski begitu Bitna tetap cemas kalau mamanya akan marah dengan apa yang Bitna lakukan. Seperti saat ini, gadis itu _Bitna_ tengah menundukkan kepala khawatir, karena dirinya telah berbohong pada Sinta. Bitna tak menghadiri les bahasa inggris mingguannya, tapi dia malah mendatangi club beladiri taekwondo anak-anak yang berada tak jauh dari tempat les.

"Mama nggak marah?" Tanya Bitna dengan versi yang jauh lebih muda itu. Bitna bertanya tanpa mengalihkan pandangannya kepada orang yang ia ajak bicara, tatapannya masih setia tertuju kearah jemari tangannya yang ia letakkan di atas pangkuannya itu.

Sinta yang baru saja memasuki mobil dan duduk di kursi pengemudi _bahkan belum sempat memasang sabuk pengaman itu_ sontak langsung tersenyum tipis mendengar ucapan anak perempuannya. Ia menoleh sebentar ke arah Bitna yang duduk di jok penumpang sampingnya. Saat ini mereka memang sedang berada di mobil hendak pulang setelah menjemput Bitna dari club taekwondo _yang harusnya adalah tempat les_. "Mama marah kok. Kamu sudah berbohong sama mama. Padahal kalo kamu jujur, Mama juga nggak masalah."

"Tapi Ma, biasanya anak cewek nggak di izinin ikut kayak gini loh Ma." Bitna kecil yang mungkin saat itu berusia sepuluh tahun-an mengangkat alisnya sebelah, sebagai bentuk menginterpretasi bahwa di benar-benar bingung dan penasaran.

"Kenapa nggak boleh, kalau kamu emang suka dan tertarik, mama nggak akan larang." Sinta mengelus puncak kepala anaknya itu sayang, sama sekali tak ada raut kesal di raut wajahnya.

"Mama nggak kecewa kan, karena Bitna nggak jadi anak cewek seperti temen-temen Bitna yang suka main barbie, les ballet begitu?" Dengan mata lebarnya Bitna menatap Sinta, menunggu jawaban ibunya itu.

Bukannya langsung menjawab Sinta malah tertawa mendengar pertanyaan anak perempuannya ini. "Kalau mama bilang kecewa, emang kamu pengen mama nggak izinin ikut begituan?"

Jelas Bitna langsung menggeleng kuat, siapa juga yang tidak ingin diizinkan. Bitna itu sejujurnya sangat senang karena mamanya benar-benar sangat pengertian.

"Bukan ma. Cuma mama malah santai-santai aja aku ikut komunitas bela diri sama olah raga berat gini, padahal temen-temen aku yang lain nggak di bolehin." Inti dari apa yang Bitna ucapkan masih sama, tapi lagi-lagi Sinta hanya tersenyum.

"Kamu nanti juga tau, sayang. Yang pasti mama malah suka kamu yang kayak gini__"

"GRAAAA..."

Belum sempat Sinta meneruskan kata-katanya, tapi ucapannya itu harus terhenti karena adanya orang dengan wajah mengerikan dan mulut darah yang menyerang lengan Sinta secara tiba-tiba, mengingat kaca mobilnya tidak tertutup.

"MAMAAAA.." Bitna berteriak keras nan panik di tempatnya, ia hendak menolong mamanya tapi tak tau caranya, jadi Bitna hanya bisa terus berteriak seraya menangis.

"Sayang, hati-hati ya, Arghhh.."

"Mamaaa.." Bitna makin menambah kekerasan tangisannya melihat leher mamanya yang malah digigit oleh makhluk mengerikan itu. "Mamaaaaa."

Zombies: Run Away [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang