Happy Reading
*****
Raden dan Bitna yang sudah siap pun berdiri di depan pintu besi penghubung antara pintu darurat dengan basement, yang pastinya di penuhi Zombie itu.
"Lo siap Na?"
"Siap, Den!"
Raden memejamkan mata sejenak seraya menghembuskan nafas pelan, ia sudah menggenggam knop pintu, lalu berlanjut melepas pengait besi pengunci se-pelan mungkin.
Tangan Raden mulai menarik pintu _sedikit_ berharap pintu ini tak menimbulkan decitan saat di buka. Sedangkan Bitna sudah sangat fokus bersiap bersiap menodongkan senapan di depan celah pintu.
Dan ... Berhenti.
Tangan Raden secara tiba-tiba berhenti melakukan aktivitas menarik knop pintu. Ia terdiam dengan urat-urat leher yang bermunculan, bisa jadi karena saat ini Raden benar-benar tegang. Ia sangat takut jika pintu yang hendak ia buka mengeluarkan suara decitan, yang mana sudah dipastikan akan menimbulkan ketertarikan Zombie-zombie di luar untuk datang kemari. Apalagi saat ini mereka sudah tak memiliki akses keluar sama sekali, kecuali ya pintu ini, bisa-bisa mereka hanya terkepung dan mati di sini.
Bitna merasa ada hal janggal, sebab sudah sepuluh detik ia menunggu _pintu terbuka_ tepatnya sejak Raden berkata 'siap', tapi nyatanya pria itu masih tak kunjung membukanya. Bitna hanya bisa menghela nafas pelan namun panjang, dan selanjutnya ia segera menepuk lengan Raden.
"Gue udah siap tembak kok Den." Bitna berucap pelan dan hal itu sukses membuat Raden tersadar dari lamunan ketakutannya sendiri.
Ya Raden takut, tidak hanya takut melainkan khawatir. Ia khawatir dengan orang-orang di sekitarnya yakni Bitna dan bocah di belakang tadi, Rio. Bagaimana jika hal yang di lakukan sekarang akan gagal dan malah membahayakan mereka. Raden tak mau itu terjadi. "Iya Na?"
Sejujurnya Bitna khawatir dengan Raden, karena sejak awal ia menyadari jika mental dirinya dan Raden tak sekuat itu dalam menghadapi Zombie _Atau mungkin belum_. Mereka hanya berusaha menutupi kekurangan _yakni ketakutan masing-masing_, agar satu sama lain tidak menjadi lebih lemah dalam setiap langkah besar ini.
Jadi Bitna sadar diri, jika Raden takut ia harus menguatkan begitupun sebaliknya. Meski begitu, tetap saja ketakutan Bitna jauh lebih besar dari rasa takut Raden.
"Den, kita bisa kok." Senyum lebar nan manis Bitna ia tunjukan agar dapat menguatkan Raden dan dirinya sendiri. Meyakinkan hati, kalau mereka sudah sampai sini, meski tak yakin seberapa sulit yang akan mereka hadapi atau seberapa jauh yang akan mereka tempuh yang pasti mereka sudah berusaha. Hanya perlu berdoa kepada tuhan, setelah itu biarkan tuhan yang mengatur jalan mereka.
"Emm, Sorry Na." Ucap Raden merasa bersalah sebab merasa lemah di hadapan Bitna. Sebagai laki-laki di sini hausnya Raden memang tak seharusnya seperti ini. Okay Raden akan berusaha, dan kedepannya ia tak akan menunjukan hal ini lagi di hadapan Bitna.
Bitna makin tersenyum lebar, saat Raden mulai bergerak, pria itu bersiap dengan merenggangkan tangan kanannya yang sempat menggenggam knop pintu erat, karena tanpa sadar ternyata bagian telapak Raden sudah banyak mengeluarkan berkeringat, membuktikan bahwa Raden tadi menahan tegang.
Sebetulnya Raden terdiam _takut_ tidak hanya diam saja. Melainkan ia juga tengah berfikir keras untuk mengatasi ketakutannya atau kemungkinan-kemungkinan terburuk jika hal negatif di otaknya terjadi.
Dan ya Raden sudah menemukan solusi yang akan sangat berguna menurutnya. Setidaknya hal itu dapat meringankan beban cemas pada dirinya.
Raden merogoh kantung saku celananya itu, dan setelah mendapatkan apa yang dia tuju, ia mulai mengeluarkannya, yakni sebuah benda bulat seperti tadi saat melawan Zombie di lantai 4. Yups, itu petasan yang bisa di gunakan untuk memancing para Zombie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zombies: Run Away [SELESAI]
Gizem / GerilimMengerikan, dengan kulit pucat penuh ruam-ruam hitam menjalar, mulut yang penuh darah, serta luka-luka lebar menganga hingga menampakkan daging dan tulang bagian dalam. Ya, itulah ciri-ciri Zombie. Zombie adalah mayat hidup yang ceritanya hanya ada...