Chapter 18

641 62 5
                                    

Happy Reading

*****

Air mata yang sejak awal Bitna tahan akhirnya pecah juga. "Mama, hiks."

Langkahnya cepat Bitna, tak dapat di pungkiri. Apalagi mengetahui Sinta yang baik-baik saja itu.

Hanya saja, yang Bitna pikirkan salah besar, Sinta tak baik-baik saja. Terlihat dari Sinta yang memutar badan ke belakang _cepat_, ketika Bitna sudah hampir mencapai tempat Sinta berada.

"Graa.." Sinta berteriak dengan mata putih yang membelalak lebar, dan mulutnya yang terbuka, seolah siap menggigit siapa saja di depannya, meski itu Bitna sekalipun.

Jelas Sinta terkena gigitan Zombie dan sekarang telah 100% berubah menjadi Zombie.

Untung saja Bitna dapat melompat ke arah belakang _dan terjatuh_ saat Sinta hendak menyerang. Membuat Bitna berhasil selamat dari terkaman-nya.

"Ma ...," Bitna bergumam tidak percaya melihat Sinta yang terlihat mengenaskan, sama sekali tak terlihat cantik seperti biasanya. "Mama ..."

Bitna yang masih terpaku dalam keterkejutannya pun, tak sadar jika Zombie Sinta sudah berancang-ancang hendak menyerang kembali.

"NA!!" Raden yang baru saja tiba pun sontak berteriak keras memanggil nama Bitna, karena hal itu membuat Raden sontak mengangkat senapannya hendak menembak, tanpa berfikir jika yang akan ia tembak adalah mama dari sahabatnya sendiri.

"Graaa.."

"JANGAN DEN!" Bitna balik berteriak, karena saat menoleh mendapati Raden yang bersiap menembak ibunya. Bitna jelas tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Graa.."

Sinta lagi-lagi hendak menyerang Bitna tapi nyatanya tidak bisa, karena kedua kaki Sinta sudah terkunci rapat dengan rantai pendek yang terhubung dengan pilar rumahnya.

Raden yang menyadarinya pun menurunkan senapannya perlahan, ia menghela nafas sejenak, bersukur karena ia tak jadi melayangkan tembakan kepada mama Bitna. "Na," Panggil Raden pelan, lalu menghampiri Bitna yang terduduk dengan tangisannya.

"Mama, mama ... hiks," Suara tangis Bitna beradu dengan geraman Sinta yang berkali-kali berusaha hendak menyerang Bitna dan Raden, meski hasilnya nihil.

Raden hanya bisa memeluk Bitna, menyalurkan perasaan sayangnya, agar setidaknya temannya ini dapat sedikit tenang.

"Ma, hiks." Bitna tak menyangka jika mamanya bahkan sudah bersiap, dengan mengikatkan diri di pilar besar, yang mana itu dilakukan agar Sinta tak menyerang dan melukai Bitna.

Beberapa menit berlalu, tapi Bitna masih setia menangis dalam pelukan Raden, _juga Sinta yang meraung-raung tetap berusaha menyerang_. Jujur saja Raden tak ingin meminta Bitna berhenti menangis, karena nyatanya ia tak mengalami apa yang Bitna alami saat ini, apalagi tingkat perasaan sedih seseorang berbeda-beda bukan. Raden hanya akan menunggu sampai wanita itu sedikit lega setelah mengeluarkan emosi air matanya. Itu lebih baik dari pada menahan diri dan tanpa sadar berlarut-larut hingga akhirnya meledak kapan saja. Intinya jangan menyuruh seseorang untuk berhenti bersedih, tapi selalu ada lah kamu ketika orang itu bersedih, katakan bahwa kamu selalu ada untuknya, itu prinsip Raden.

"Udah lega?" Tanya Raden pelan, setelah tangis Bitna benar-benar mulai terdengar samar, Bitna sudah hampir menghentikan tangisnya.

Bitna tak menjawab hanya mengangguk pelan sebagai jawaban, dengan mata yang masih sembab dan suara yang serak _khas habis menangis_, Bitna berusaha berdiri dari tempatnya di bantu Raden.

"Bayu, Den." Karena sebenarnya Bitna tiba-tiba teringat nama Bayu _adiknya_. Mereka belum melihat sosok Bayu sama sekali. Bitna takut juga terjadi apa-apa dengan Bayu, malah-malah Bayu juga sudah terinfeksi virus Zombie seperti Sinta.

Zombies: Run Away [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang