2. Adversity

3.1K 310 52
                                    

Renjun sudah bangun sejak beberapa menit lalu, tapi ia memutuskan untuk tetap berpura-pura tidur untuk menikmati usapan lembut Jaemin di kepalanya. Usapan yang dapat Renjun rasakan penuh dengan ungkapan sayang, usapan yang di awal-awal pertemuan mereka pun sudah begitu Renjun sukai.

Sebenarnya meski dalam keadaan terbangun pun Renjun bisa diam-diam menikmati usapan itu, tapi ia tak bisa lama seperti saat ini karena telinganya selalu mendengar kalimat cinta setelahnya. Dan Renjun harus kembali berpura-pura tak peduli akan ungkapan itu, dan mengalihkan pembicaraan.

"Aku sungguh mencintaimu Renjun." Jaemin mengecup dahi submisif itu, menatap wajah terlelap Renjun. Malam tadi mereka kembali berbagi pelukan dalam tidur.

Semenjak Jaemin kelepasan mengatakan kalimat buruk itu pada Renjun, ia benar-benar tak pernah mencumbu Renjun seperti sebelum-sebelumnya. Disaat ia meminta submisif itu agar menemaninya tidur, itu karena hanya saat Renjun dalam pelukannya lah Jaemin bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.

Selama submisif itu dalam keadaan sadar, jelas sekali ia selalu memperkecil kemungkinan mereka untuk berinteraksi. Entah itu dengan berlama-lama di tempat Winter, atau mengajukan alasan saat Jaemin mengajaknya pergi berdua. Maka dari itu Jaemin kesulitan untuk berbicara dengan serius lagi bersama Renjun, disaat ia ingin Renjun bisa melihat bagaimana maafnya bukanlah hanya sebuah kalimat singkat semata. Bahwa Jaemin sungguh menyesal atas ucapannya yang menyakiti Renjun. Imbas dari kemarahannya malam itu sudah Jaemin rasakan, dan itu menyiksanya.

Renjun merasakan dadanya berdebar begitu mendengar kalimat itu, dalam pejaman matanya Renjun setidaknya membayangkan jika ia bisa menjawab kalimat itu. Jika ia bisa menerimanya tanpa memikirkan siapa dirinya.

"Kau semakin menghindariku, kau lebih sering mengantar Winter dari pada menemaniku." Jaemin bahkan mulai berpikir untuk mulai sedikit berbicara dengan Winter, agar temannya itu membantunya mendapat lagi banyak waktu dengan Renjun bukan justru malah mencuri semua waktu luang Renjun untuknya saja.

Mendengar ucapan Jaemin, Renjun menelan salivanya. Ia pun sama selayaknya oranglain saat memiliki seseorang yang dicintai, memiliki rasa rindu juga terhadap Jaemin. Tapi Renjun selalu kembali menelaah semuanya, menyadarkan diri sendiri bahwa ia tak bisa seperti orang lain. Ia tak pantas menyimpan rindu untuk Jaemin, untuk orang yang ia cinta. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah dengan melupakan apa yang ia rasakan itu.

"Renjun, jangan lebih jauh lagi dariku. Jangan terus membuat jarak denganku." Ujar Jaemin, tangannya masih mengusap kepala Renjun.

Mata Jaemin menyorot sendu wajah Renjun. "Kita tinggal serumah tapi aku justru merasa kita tinggal di tempat yang berbeda, kau tetap berbicara denganku tapi aku kehilangan hangatmu. Aku merasa seperti tak mengenalmu, padahal kita sempat begitu akrab juga."

Renjun sebenarnya bisa kembali berpura-pura biasa, kembali tersenyum dan bersikap seakrab dulu pada Jaemin. Tapi lagi-lagi ia takut kalau nantinya ia kembali lupa akan kenyataan sesungguhnya. Takut nantinya ia semakin hanyut dalam kehangatan dan kebaikan Jaemin, hingga ia lupa akan seperti apa sebenarnya dirinya.

Tak lama kemudian Renjun membuka matanya, Jaemin menyambutnya dengan senyuman. Melihat mata Renjun yang memerah, membuat Jaemin benar berpikir bahwa submisif itu baru bangun. Tanpa tau bahwa mendengar semua kalimat yang Jaemin ucapkan, membuat benak Renjun berisik dan memberontak ingin mengikuti keinginan hatinya tapi sisi lain dari dirinya berusaha membuatnya sadar. Renjun selalu sedih dengan kenyataan bahwa untuk jatuh cintapun ia harus merasakan sakit yang menyedihkan seperti ini.

"Berangkat denganku hari ini ya? Aku kebetulan ingin bertemu Winter." Jaemin selalu berusaha sekeras itu setiap harinya, dan Renjun pun selalu berusaha menolaknya sekeras itu.

Days Gone By ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang