12. Still

2K 212 14
                                    

Jaemin tak bisa menahan senyum lebarnya begitu ia membuka mata adalah wajah terlelap Renjun yang ada di hadapannya, apalagi ia masih diliputi semua rasa bahagia yang ia dapat setelah apa yang ia dengar semalam, bahwa Renjun mau menikah dengannya suatu hari nanti.

Kemudian saat Renjun bengun pun Jaemin menyambut submisif itu dengan senyum yang begitu penuh kesenangan, bibirnya mengecup ujung hidung Renjun sebelum mengucap selamat pagi dengan sumringah.

"Kenapa sudah bangun? Kau tak ada shift pagi hari ini." Renjun memeluk tubuh Jaemin.

"Di mimpiku tak ada kau yang menyetujui tentang pernikahan yang aku bicarakan." Jawab Jaemin.

Renjun mendengus, mendongak kecil untuk menatap Jaemin. "Kau senang dengan itu, Jaemin?"

"Tentu saja, aku cukup resah dengan kau yang tak terlihat memikirkan sedikitpun tentang ucapanku tempo hari. Berpikir mungkin kau memang tak berencana memiliki sebuah pernikahan di kemudian hari, sementara aku begitu mengharapkan pernikahan denganmu." Jaemin memberi kecupan pada dahi Renjun.

Senyum Renjun terulas. "Tadinya aku memang tak memikirkan itu, Jaemin. Seperti yang kau tau, aku tak merasa bisa mencapai kesana mengingat bagaimana aku adalah bekas orang lain. Tak mungkin ada orang yang mau menjalin hubungan pernikahan dengan sosok murahan sepertiku."

Jaemin mencium bibir Renjun. "Jangan terus menganggap dirimu buruk." Bisiknya memohon.

"Lalu kau berpikir aku menjadikanmu kekasihmu hanya untuk main-main?" Tanya Jaemin kemudian.

"Semua orang pasti menginginkan pendamping hidup yang baik.." Ucapan Renjun tak tuntas, Jaemin memotongnya.

"Ya, karena itu aku menginginkanmu." Ujar dominan itu.

"Kau akan jadi pendamping hidup yang baik untukku, itu yang aku lihat darimu Renjun." Lanjutnya.

Renjun mengusap punggung Jaemin. "Aku sebelumnya memang tak memikirkan sebuah pernikahan sama sekali, tapi karena kau banyak meyakinkanku aku pun mencoba memikirkan sebuah pernikahan denganmu dan itu terdengar—baik. Aku jadi menginginkan pernikahan denganmu."

Jaemin tersenyum mendengarnya.

"Meski aku sedikit takut jika orangtuamu tau masa laluku, mereka bisa men—"

"Kita lupakan masa lalumu, Renjun. Apa yang ada di belakangmu tak penting, tak berguna juga mereka untuk tau tentang apa yang pernah kau lewati dulu. Yang penting adalah kau yang sekarang, dan aku yang tak memikirkan bagaimana kau dulu. Lagi pula yang ingin menikahimu aku."

Jaemin benar-benar ingin menghapus ingatan buruk Renjun tentang masa lalunya, karena ia tau bagaimana tersiksanya Renjun dengan kenyataan itu. Semua rasa kecil hatinya, rasa tak percaya dirinya berasal dari sana.

"Tapi mungkin aku akan terus merasa bersalah pada mama mu karena tak mengatakan tentang masa laluku." Jawab Renjun.

"Mengatakannya pada mama hanya akan membuatmu memiliki banyak kekhawatiran." Sekarang saja pikiran Renjun sudah kemana-mana, Jaemin tak mau membuat Renjun semakin tak tenang dengan kehidupannya.

"Maka dari itu, jika dengan tak mengatakan apapun pada mama membuatmu baik-baik saja kita cukup diam saja ya?" Jaemin mengulas senyum, berusaha mengembalikan suasana hati Renjun agar kembali membaik.

"Maka dari itu, jika dengan tak mengatakan apapun pada mama membuatmu baik-baik saja kita cukup diam saja ya?" Jaemin mengulas senyum, berusaha mengembalikan suasana hati Renjun agar kembali membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makan malam hari itu Jaemin mengajak Renjun makan di luar, setelah menjemput submisif itu Jaemin langsung membawanya pergi.

Saat mereka sampai di dalam mobil, mata Jaemin melirik satu bingkisan yang ia tau itu adalah dari mamanya untuk Renjun, tadi submisif itu mengatakan akan membukanya sendiri.

"Kenapa belum dibuka juga?" Jaemin sejak tadi melihat Renjun hanya menatap bingkisan yang ia peluk itu tanpa dibuka, padahal biasanya Renjun langsung membukanya untuk mengetahui apa isinya.

Tak mungkin Renjun masih berpikir menolak pemberian mamanya kan? Mereka sudah jadi sepasang kekasih, apa yang Renjun dapat dari mamanya wajar.

Renjun menoleh pada Jaemin, kemudian menatap lagi bingkisan itu agak lama. "Aku sudah meminta mama tak memberiku lagi hal seperti ini." Ujarnya pelan.

Jawaban Renjun membuat Jaemin menghela napasnya  ternyata benar bahwa Renjun masih seperti itu. "Ia masih ingin memberikannya padamu Renjun." Jaemin mengusap kepalanya lembut.

"Aku takut lupa diri, Jaemin." Cicit Renjun, ia benar-benar khawatir dengan semuanya.

Apalagi setelah ia dan Jaemin tiba-tiba banyak membicarakan tentang perniakahan. Renjun takut lupa siapa dirinya.

"Tentang apa?" Tanya Jaemin.

Renjun menelan salivanya. "Tentang aku yang mungkin tak begitu pantas menerima banyak kebaikan kalian, aku tau yang pantas aku terima adalah sebuah hal buruk mengingat semua dosaku."

"Semesta tak mungkin sebaik itu padaku, aku takut ini adalah kesenanganku sebelum nantinya akan ada badai besar yang menimpaku untuk menghukumku atas dosaku itu." Lanjut Renjun dengan tangan yang terkepal erat, ia sedikit gemetar mengingat masa lalunya.

Ada alasan kenapa Renjun kembali berkutat dengan pikirannya itu, tadi saat ia pergi dengan mama Jaemin Renjun melihat kak Lais yang duduk di salah satu kursi yang ada di restoran tempat ia dan mama Jaemin makan.

Menyadari perbandingan dua sosok wanita yang memiliki peran baik di hidupnya itu Renjun kembali menatap dirinya sendiri, bahwa bukan kak Lais dan mama Na yang harus ia bandingkan.

Tapi tentang dirinya yang mungkin sekarang terlalu tak tau diri, merangkak naik ke tempat yang seharusnya tak ia sentuh. Mencoba bersanding dengan sosok yang tak seharusnya terikat dengan orang hina sepertinya. Menjadi akrab dengan sosok wanita yang memiliki kehidupan makmur, tapi justru akan memilikinya sebagai menantunya? Renjun malu sendiri dengan angannya.

"Renjun, kau bahkan tak menyukai pekerjaan itu." Jaemin pikir Renjun telah menghapus pikiran buruknya itu, ternyata submisif itu masih juga memikirkan hal yang sama.

"Aku memakai semua uangnya, menikmati bagaimana aku bisa mendapat uang hanya dengan berada satu kamar dengan oranglain." Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia tak menangis.

Jaemin melihat wajah Renjun yang mulai memerah, ia segera meraih telapak tangannya lalu menggenggamnya hangat. "Kau tak akan mendapat hukuman Renjun." Kemudian Jaemin membawanya dalam sebuah pelukan.

Bahu Renjun yang sejak tadi tegang, melemas setelah berada dalam pelukan Jaemin. Keresahannya, gejolak tak nyaman yang ia rasakan perlahan membaik.

"Aku tak apa mendapat hukuman apapun, asal jangan sampai itu menyeretmu. Aku tak mau kau kenapa-kenapa, aku tak mau karena semua dosaku kau jadi terseret hukumanku itu." Renjun harap semesta tetap menyayangi Jaemin meski dominan itu juatru memilih pasangan yang buruk sepertinya.

"Jangan lewatmu juga." Bisik Renjun pada dirinya sendiri, ia juga takut kalau nantinya hukuman yang akan ia terima justru dari Jaemin. Lewat kekasihnya itu.

Hal itu akan jadi kesakitan besar untuk Renjun jika sampai terjadi, seperti bagaimana kejadian terakhir kali dimana ucapan Jaemin jadi luka luar biasa untuk Renjun karena itu berasal dari orang yang ia cinta.

Jadi Renjun berharap hukuman semesta padanya jangan lewat Jaemin.










_________

Maaf banget karena aku lama-lama terus updatenya 😔

Days Gone By ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang