Tangis Renjun memenuhi telinga Jaemin, semua ucapan submisif itu begitu mengganggu Jaemin. Renjun terlalu menganggap buruk dirinya sendiri, tapi jika melihat masa lalunya pantas untuk Renjun merasa seperti itu. Tapi Jaemin tau bagaimana tersiksanya Renjun menjalani itu, bagaimana diri Renjun pun tak suka dengan apa yang ia lakukan. Dan itu cukup menunjukkan bahwa Renjun bukanlah seburuk pikirannya itu, Renjun tak banyak kurangnya seperti ucapannya tadi. Renjun pantas jatuh cinta dan mendapat bahagia.
Dan Jaemin pun merasakan lagi penyesalannya, tentang apa yang pernah ia ucapkan pada submisif itu. Karena mungkin ia pun memiliki andil dalam membuat pikiran Renjun jadi seperti itu.
"Renjun, maaf karena aku pernah mengucapkan hal buruk padamu. Itu pasti banyak mempengaruhi pikiranmu, aku sungguh menyesal telah mengatakan itu." Ujar Jaemin dengan tangan yang tetap mengusap punggung Renjun.
Renjun tak membalas pelukannya, tapi kepalanya terkulai lemah di bahu Jaemin.
"Saat itu aku terlalu digelapkan dengan rasa khawatir hingga tak bisa mengontrol ucapanku, aku benar-benar minta maaf untuk itu Renjun." Jaemin melanjutkan. Ia masih mengingat jelas semua kalimatnya malam itu, dan ia ingin Renjun melupakannya. Karena ia tau itu adalah hal menyakitkan untuk Renjun.
"Maaf, maaf.." Jaemin memohon dalam bisikannya.
Isakan Renjun telah mereda, tangisnya telah selesai tapi sesak yang ia miliki masih tersisa meski tak semenyiksa tadi.
"Aku sudah mengatakan kalau tak ada yang salah dari ucapanmu, Jaemin. Kau tak perlu meminta maaf." Renjun tak merasa apa yang telah Jaemin sebutkan padanya malam itu harus membuat Jaemin meminta maaf padanya, karena itu adalah kenyataan bahwa dirinya seolah tak tau diri. Tak bisa membalas semua kebaikan Jaemin dengan benar, dan hanya bisa merepotkan Jaemin, membuatnya khawatir.
Dan sangat pantas untuk Jaemin memiliki pikiran bahwa dirinya akan kembali pada pekerjaannya dulu, jejak kotornya itu tak bisa ia hapus. Jaemin sudah tau itu, dan prasangkanya pun pasti sampai kesana.
Tapi yang selalu ingin Renjun katakan adalah bahwa dirinya tak akan mau kembali pada pekerjaan itu, susah payah ia keluar dari tempat gelap itu, dan tak ada dalam pikirannya sedikitpun untuk kembali menyerahkan tubuhnya juga mengorbankan harga dirinya untuk uang.
Tentang keputusannya dulu memilih pekerjaan itu, karena dulu ia tak memiliki pilihan lain. Yang ada di hadapannya hanya itu, maka tanpa berpikir panjang ia hanya menyetujui tawaran kak Lais.
Mungkin jika dulu pilihan itu ada, maka Renjun tak akan mengambil pekerjaan hina itu. Jika tau bahwa di masa depan ia akan tau rasanya jatuh cinta, ia tak akan mau membiarkan banyak tangan menjamah tubuhnya. Renjun ingin jadi manusia yang pantas untuk menerima cinta Jaemin.
"Aku jelas harus meminta maaf padamu Renjun, karena aku telah menyakitimu dengan ucapanku itu." Ujar Jaemin.
Renjun memang sakit hati atas ucapan Jaemin yang secara tak langsung menghinanya, tapi itu tak apa. Karena itu ucapan yang menyadarkannya, dan memang benar adanya. Kalau pun ada oranglain yang akan menghinanya karena pekerjaannya dulu rasanya Renjun tak akan marah juga, karena memang itu adalah nyata.
"Aku baik-baik saja." Renjun melepas pelukan Jaemin padanya dan submisif itu kembali menolak bertatapan dengan Jaemin.
Namun tangan Jaemin dengan lembut menangkup wajah Renjun. "Kenapa terus menolak menatapku."
"Aku merasa bersalah padamu, aku merasa begitu malu saat harus menatapmu." Jawab Renjun pelan.
Jaemin mengerutkan dahinya mendengar itu. "Kenapa?"
"Karena aku berani mencintaimu." Cicit Renjun.
"Itu tak harus membuatmu merasa bersalah Renjun, justru aku ingin berterimakasih karena kau balas mencintaiku."