Baru saja Renjun merasakan perbedaan jauh yang ia miliki dengan Winter, mengingat gadis itu yang jauh lebih akrab dengan nyonya Na. Tak lama kemudian saat Jaemin datang menjemputnya, Winter kembali mengeluarkan satu bingkisan yang disodorkan pada Jaemin.
"Mama bilang ia tak akan menerima apapun alasanmu menolak ini." Ujar Winter.
"Ini apa?" Tanya Jaemin dengan tangan yang menerima sebuah kotak yang lebih kecil.
Winter mengedikkan bahunya. "Tidak tau, mama hanya menitip pesan untuk mengucapkan selamat darinya untukmu."
Dan sekarang Renjun lagi-lagi dibuat merasa kecil, pada saat ada orang yang jauh lebih pantas bersanding dengan Jaemin dari pada dirinya dan orang tersebut begitu dekat dengan orangtua Jaemin sendiri dan orangtuanya si gadis tak kalah perhatian pada Jaemin.
Apa yang bisa Renjun pikirkan setelah hal-hal itu terus masuk dalam kepalanya, selain bahwa dirinya tak memiliki hal yang bisa dijadikan percaya dirinya untuk menerima cinta Jaemin.
Dulu ia memang sering menggoda dua orang itu, senang mengusili mereka bahwa kedua orang itu bisa menjadi pasangan yang serasi. Tapi sekarang, setelah ia memiliki perasaan pada Jaemin. Ia jelas sakit memikirkan Jaemin dan Winter bisa bersama.
Hati Renjun semakin berkecamuk, kecewa pada dirinya sendiri yang merasa begitu special hanya karena telah menerima banyak hadiah dari mama Jaemin—yang sebenarnya bisa saja itu karena rasa kasihan padanya. Renjun juga sedih dengan semua hal yang membuatnya merasa tak ada apa-apanya.
Karena larut dengan semua hal yang ia rasakan, Renjun sampai tak menyadari bahwa sekarang ia dan Jaemin sudah ada di rumah dominan itu.
"Renjun ini vitaminmu." Jaemin menyimpannya di meja dekat kotak yang barusan Renjun simpan.
Submisif itu mengerjap pelan, kemudian. "Terimakasih Jaemin." Kalimat yang Renjun ucapkan benar-benar hanya apa yang perlu ia keluarkan saja.
"Mau aku bantu buka?" Jaemin menunjuk kotak yang ia tebak dari mamanya itu, tapi Renjun justru menggelengkan kepalanya.
Jaemin yang selalu mencari alasan agar bisa berinteraksi lebih banyak dengan Renjun menawarkan diri saat melihat Renjun terlihat tak menyentuh lagi pemberian dari mamanya setelah menyimpannya di atas meja. Padahal biasanya Renjun selalu langsung membuka iti dengan senyumnya, karena itulah Jaemin selalu ikut senang setiap mamanya memberi hadiah pada Renjun. Karena ia bisa menemukan seluruh senyum Renjun lagi, mengingat senyum yang biasa Renjun ulas untuknya sekarang berbeda dengan senyumnya dulu.
Mata Renjun menatap Jaemin, kemudian ia menggelengkan kepalanya. "Aku ingin menyimpannya, tanpa membukanya."
Renjun baru memikirkan ini dalam perjalanan pulang tadi. Suatu hari nanti ia akan pergi dari rumah Jaemin, dan ia tak mau saat ia keluar dari sini begitu banyak barang yang ia bawa. Ia tak mungkin memiliki tempat seluas rumah Jaemin sampai membuatnya memiliki kamar besar seperti yang Jaemin pinjamkan untuknya sekarang. Ia tak akan memiliki tempat untuk menyimpan semua barang pemberian nyonya Na, belum lagi Jaemin pun kadang tanpa pemberitahuan selalu menyimpan baju atau barang baru di kamar untuknya. Terlalu banyak barang yang ia miliki saat ini.
Nantinya setelah ia melunasi semua hutangnya pada Jaemin, Renjun hanya akan mencari tempat sederhana yang cukup untuk ia hidup sendiri. Semua yang ia terima saat ini dari keluarga Jaemin tak akan bisa ia bawa, ia tak mau keluar dari sini seperti orang yang baru saja memanfaatkan kebaikan keluarga Jaemin. Dan, ia tak mau terlalu banyak barang yang akan mengingatkannya pada Jaemin dan nyonya Na.
Renjun berencana melupakan semua tentang Jaemin jika ia telah keluar dari rumah ini, itu mungkin akan sedikit tak tau diri mengingat bagaimana kebaikan yang Jaemin berikan padanya sejak pertemuan pertama mereka. Tapi jika ia tak berusaha melupakan sosok Jaemin, perasaannya itu pun akan tetap ada. Tak mungkin ia melenyapkan cintanya pada Jaemin dengan mudah, dokter muda itu telah membuatnya tau bagaimana rasanya mencintai orang dengan begitu besar.