25. Bewilderment

1.3K 180 44
                                    

Renjun semakin tak memiliki keberanian lagi untuk berbicara dengan putranya. Karena ia mulai sadar bahwa setiap ia membuka mulut untuk berbicara dengan Niall, kata maaf itu selalu berada di ujung lidahnya. Minta diucapkan pada Niall. Namun ia tau bahwa jika ia mengatakan permintaan maaf, air matanya akan mendesak keluar. Niall akan penasaran, lalu akan bertanya padanya. Membayangkan pertangaan Niall, "kenapa papi?" Renjun yakin isakannya tak akan bisa dibendung.

Disaat seseorang dalam kehancuran mendapat pertanyaan tentang keadaannya, ditanya penyebab lukanya itu apa, hanya akan berujung tangis yang menjadi jawabannya.

Juga Niall yang memiliki sifat sedikit lebih cengeng dari kebanyakan anak akan mudah ikut menangis. Sementara Renjun tak ingin menjadi penyebab anaknya menangis lagi, cukup hari itu ia membuat Niall menangis karenanya.

"Makan malam, Renjun. Tadi pagi kau tak sarapan." Jaemin meraih bahu Renjun, menariknya dalam pelukan penuh rasa khawatir.

Beberapa hari sejak kejadian hari itu, Renjun lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Semenjak pertanyaan Niall tentang kuenya beberapa hari yang lalu, Renjun terus mencari alasan untuk tak turun dan bertemu Niall.

Renjun menyembunyikan wajahnya pada dada Jaemin, sekarang ia tak memiliki lagi tenaga untuk mengeluarkan sebuah isakan. Air matanya keluar tanpa isakan. "Rasa bersalahku padanya tak bisa hilang." Rintih renjun.

"Aku malu untuk bertemu Niall." Meski Renjun rindu Niall, ia tak bisa apapun. Ini seperti saat ia membuat jarak dengan Jaemin, rindunya tak bisa tersampaikan dan Renjun hanya bisa merasakan sesaknya.

Jaemin tak tau mesti apa untuk menghadapi Renjun yang seperti ini, submisif itu sejak dulu selalu menganggap dirinya kurang dan sekarang pikiran Renjun lebih buruk dari itu.

"Niall bahkan sudah baik-baik saja, ia melupakan kejadian hari itu." Jaemin hanya bisa mengatakan kalimat-kalimat yang mungkin bisa membuat Renjun lebih baik.

Lagi pula mengenai Niall, anak itu tak pernah terlihat mengingat kejadian hari itu. Alasan Niall menangis keras hari itu bisa saja karena tak suka waktu tidur siangnya terganggu, dan juga karena melihat papinya menangis histeris maka Niall juga tak bisa berhenti menangis.

"Tapi aku ingat semuanya." Jawab Renjun.

Benar, seberapa banyak pun Jaemin mengatakan pada Renjun untuk melupakan kejadian buruk yang menimpanya, submisif itu tak akan bisa semudah itu menyingkirkan ingatan itu. Semuanya sudah menjadi trauma lain untuk Renjun.

Jaemin mengecup puncak kepala Renjun berulang kali. "Tolong lupakan itu, Renjun. Karena mengingatnya hanya terus membuatmu terjebak dalam kesakitan."

Melihat Renjun yang meminimalisir pertemuannya dengan Niall, membuat Jaemin sedih karena ia tau bagaimana submisif itu begitu menyayangi Niall. Tapi karena pikiran buruknya, Renjun justru mulai membuat jarak dengan anak kesayangannya sendiri.

Dan meski Niall terlihat tak begitu mempermasalahkan jarangnya Renjun menghabiskan waktu bersama mereka, tapi Niall sering menanyakannya.

"Papi tidur?"

"Tidak ikut makan papinya, ayah?"

Niall menanyakan hal yang sama berulang kali, dan Jaemin juga tau bahwa Niall merindukan papinya. Jaemin tak bisa memaksa keduanya saling bertemu jika Renjun masih dalam keadaan seperti ini, selama Renjun masih merasa lukanya begitu menyakitkan Jaemin hanya bisa memberinya pelukan.

Napas Renjun memburu, mencoba menahan tangisnya setiap mendengar suara Jaemin yang memohon padanya agar melupakan semuanya. Renjun tau bahwa disini Jaemin yang paling tersiksa, karena kekacauannya. Jaemin tak memiliki ketenangan untuk dirinya sendiri, padahal Jaemin tak ikut andil dalam kejadian buruk apapun yang menimpa Renjun. Tapi Jaemin seolah kehilangan waktu menyenangkannya.

Days Gone By ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang