9. Remaining doubts

1.7K 230 27
                                    

Renjun tak nyaman banyak berdiam diri di rumah, apalagi demamnya sudah sembuh. Jadi pagi ini ia memutuskan untuk pergi kerja lagi, ia sudah bersiap saat melihat Jaemin yang mengerutkan dahinya begitu melihatnya yang tengah mengenakan jaket.

"Kemana?"

"Aku sudah sembuh, jadi akan mulai kembali ke restoran. Aku malu pada Winter kalau terlalu lama tak masuk." Jawab Renjun.

Jaemin merasakan lagi perubahan itu, kali ini jelas perubahan baik. Dengan Renjun yang tak menghindarinya, Renjun yang mau berbicara banyak hal lagi bersamanya. Dan itu benar-benar membuatnya lega, seolah apa yang selama ini membuatnya terbelenggu telah lepas. Karena nyatanya memang jarak yang sempat Renjun ciptakan itu membuat Jaemin merasa dunianya begitu sesak.

Tapi ada yang masih mengganggunya.

"Kau sudah meminum vitaminmu?" Tanya Jaemin lagi saat Renjun meraih air minum.

Renjun bergumam.

Jaemin menatap kekasihnya itu. "Renjun, aku menemukan banyak vitamin yang belum kau minum di laci kamarmu."

"Nafsu makanmu turun karena kau tak meminum vitaminmu, dan salah satu alasan kemarin kau sakit adalah karena kau telat makan." Jaemin tak tau alasan Renjun membiarkan kebutuhannya tak dipenuhi itu apa, padahal bukankah dulu Renjun sendiri yang mengatakan padanya kalau ia harus rajin meminum vitaminnya karena tubuhnya memerlukan itu.

Sementara itu Renjun kini menelan salivanya mengingat salah satu alasan ia kadang melupakan vitaminnya.

"Jaemin, aku sering lupa." Lebih tepatnya tak mau mengingatnya, Renjun tak berusaha membuat tubuhnya ingat akan itu begitu ia kehilangan alasannya untuk tetap baik-baik saja.

"Harusnya kalau kau takut lupa, simpan di atas meja bukan di dalam laci." Jaemin menyadari bahwa Renjun mungkin sengaja.

"Kau memang tak mau meminumnya." Lanjut Jaemin, tatapannya mengajukan tanya pada Renjun kenapa ia melakukan itu.

Renjun menatap Jaemin, sejak ia mengatakan semua perasaannya pada dominan itu Renjun sadar bahwa setelah itu ia tak akan bisa lari lagi dari semua hal yang akan Jaemin tanyakan.

Tentang sejak kapan ia menaruh rasa, apa saja yang begitu mengganggu pikirannya sampai memutuskan bungkam tentang perasaan cintanya. Dan Renjun tak menahannya lagi sendirian, ia membaginya pada Jaemin. Seperti bagaimana dulu ia menceritakan penderitaannya akan pekerjaannya dulu, ia menceritakan bagaimana ia berakhir terjebak dalam situasi mengerikan itu.

Tapi mungkin dulu ia masih membatasi beberapa hal, saat ini Renjun tak akan seperti itu lagi. Karena sekarang ia dan Jaemin jelas memiliki hubungan, mereka pantas untuk saling membagi keluh masing-masing.

"Aku tak merasa bahwa aku harus menjaga tubuhku, karena aku tak memiliki alasan untuk itu." Lirih Renjun.

Begitu mendengar hal itu, Jaemin menatap Renjun sendu. Ia maju mendekat, kemudian menjatuhkan kepalanya pada bahu Renjun dengan lemas. "Tidak bisakah aku jadi alasan kau tetap baik-baik saja?" Tanya Jaemin.

Ia ingin jadi alasan Renjun tetap memperhatikan kesehatannya, karena Jaemin tak ingin melihat Renjun jatuh sakit atau pun merasakan sakit. Jaemin ingin Renjun tak mengabaikan semua hal yang bisa membuatnya kenapa-kenapa, karena Jaemin ingin memiliki banyak waktu menyenangkan dengan Renjun.

Renjun terdiam mendengar suara pelan Jaemin yang terdengar memohon. Benar, sekarang Renjun memiliki alasan untuk tetap disini dan menjaga dirinya. Ia sekarang memiliki cinta.

Mulai sekarang Renjun akan meminum vitaminnya lagi, ia mau memperhatikan kesehatannya lagi seperti bagaimana awal ia menyadari perasaan cintanya pada Jaemin.

Saat itu untuk pertama kalinya Renjun tak meminta pada semesta untuk segera mentiadakan dirinya karena sebelumnya begitu banyak kesakitan yang ia rasakan sampai rasanya ia ingin mati.

Saat itu untuk pertama kalinya Renjun merasa semua hal jauh lebih cerah setelah sebelumnya hanya kelabu yang ia rasakan, mengingat bagaimana ia menjalani kehidupan dalam dunia yang penuh dosa.

Dan sekarang kali kedua ia merasa diperbolehkan menikmati semua kehidupannya, ia memiliki alasan untuk tetap bangun setiap harinya dengan keadaan baik-baik saja.

Lengan Renjun melingkar pada tubuh Jaemin yang masih menyembunyikan wajahnya pada leher Renjun. "Terimakasih membolehkanku menjadikanmu alasanku tetap disini." Ujar Renjun tulus.

Perubahan Renjun tak hanya tentang sikapnya yang tak menghindarinya lagi, cerita kecilnya lagi, tapi juga senyum lebarnya yang semakin banyak Jaemin dapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perubahan Renjun tak hanya tentang sikapnya yang tak menghindarinya lagi, cerita kecilnya lagi, tapi juga senyum lebarnya yang semakin banyak Jaemin dapat. Jaemin mengingat bagaimana di awal-awal pertemuan mereka yang dibuka dengan tangis kesakitan Renjun tapi tak lama kemudian senyum lebar submisif itu dapat Jaemin lihat seolah tangisnya sebelumnya hanya ilusi.

Dan sekarang ia melihat senyum itu, berpikir bahwa saat inilah ia tengah berkhayal karena rasanya beberapa waktu lalu ia masih merindukan senyum itu, lalu akhir-akhir ini ia melihat lagi keceriaan Renjun. Wajah itu tak lagi menunjukkan kesenduan, seolah kehidupannya berubah padahal mereka hanya mulai saling terbuka.

Lama Renjun menahan perasaannya sendirian, menyimpannya tanpa ada yang mengetahui itu. Hingga sekarang ia telah mengeluarkan semua hal yang ditahannya itu, jelas ia lega dan bahagia—meski sempat ragu dan ingin tetap menahannya.

Senyumnya tak bisa ia tahan setiap menatap wajah Jaemin, wajah kekasihnya, cintanya. Apa yang ia takutkan dan ragukan untuk menerima cinta Jaemin, dipatahkan dominan itu. Bahwa ia boleh jatuh cinta, boleh bahagia dan tak ada yang salah dengan menjalin hubungan dengan Jaemin karena Jaemin pun mencintainya. Mereka boleh bersama.

"Tadi Winter memberitau tentang nyonya Na yang ribut bertanya padanya saat tau kita tinggal serumah." Renjun berbaring di samping Jaemin, dan tangan Jaemin dengan cepat menariknya untuk ia peluk.

Jaemin mengangguk. "Iya, mama sejak awal berpikir kita kekasih karena ia bilang tak mungkin aku membiarkanmu tinggal kalau bukan siapapun untukku."

Renjun menatap wajah Jaemin, membawa tangannya untuk menyentuh wajah itu. Jaemin menutup matanya, membuat Renjun melihat bagaimana bulu mata Jaemin yang begitu indah.

Jemari Renjun mengusap lembut mata Jaemin untuk menyentuh bulu mata itu juga. "Bahkan sampai bulu mata pun kau memilikinya dengan baik." Komentar Renjun.

"Semua hal yang ada padamu—" Renjun menjeda ucapannya, tak tau mesti mengatakan dengan apa lagi tentang diri Jaemin.

"Aku merasa benar-benar tak ada apa-apanya dibanding dirimu— tolong dengarkan saja apa yang aku katakan Jaemin." Renjun cepat-cepat mendahului Jaemin yang terlihat hendak menyangkal ucapannya.

"Aku masih merasa begitu jauh untuk bisa pantas berada di sisimu, tapi karena kau yang membolehkanku memiliki cintamu maka aku berani untuk mengambilnya. Kalau suatu hari nanti kau sadar bahwa yang kau cintai saat ini adalah manusia yang penuh kurangnya, jangan segan memberitauku. Katakan kalau kau sudah merasa aku tak boleh memilikimu lagi, aku benar-benar akan berhenti jika kau yang memintanya sendiri."

"Dan kau tak akan pernah mendengar aku meminta itu, aku akan membiarkan kau memilikiku selama yang kau mau." Jaemin menjawab kalimat Renjun.

Days Gone By ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang