Niall yang sudah berumur satu tahun, mulai belajar berjalan. Jaemin kadang berpikir untuk lebih baik seharian penuh ia berada di rumah dan melihat perkembangan yang dimiliki putranya, semua hal tentang anaknya itu terasa begitu menakjubkan untuk ia lihat.
Mamanya pun kembali membujuk Renjun agar tinggal di rumahnya lagi, padahal Jaemin dan Renjun sepakat kembali ke rumah begitu Niall berumur kurang dari setahun. Dan baru beberapa bulan yang lalu mereka kembali ke rumah Jaemin, kemudian mamanya menyuruh Renjun kembali padanya.
Orangtua Jaemin juga ingin melihat segala hal yang Niall lewati di umurnya yang mulai senang diajak berbicara. Niall memang belum fasih mengucapkan kata, tapi ia selalu antusias setiap diajak berbicara seolah tengah bercerita juga lewat raut wajah lucunya. Wajah yang benar-benar mirip Renjun.
"Aku jadi tau gambaran wajahmu saat kecil." Jaemin menatap bergantian wajah Niall dan Renjun yang ada di hadapannya, mereka menemani Niall yang tengah memainkan mainan kayu dengan bentuk yang beragam.
Renjun mengintip wajah Niall yang tengah menumpuk mainannya dengan asal. "Kenapa mirip papi?" Tanya Renjun pada Niall dengan wajah merengut.
"Mirip ayah saja harusnya, papi jadi bisa melihat Niall kalau rindu ayah." Lanjut Renjun menyebutkan alasannya.
Niall menatap Renjun kemudian mengulang setiap kata terakhir yang papinya itu ucapkan, Jaemin terkekeh mendengar itu.
"Padahal oranglain lebih suka anaknya mirip dengan dirinya, tapi kau justru tidak." Jaemin mengatakan keheranannya.
Renjun mengedikkan bahunya, sebenarnya ia justru merasa bahwa Niall lebih pantas mengambil rupa Jaemin. Renjun pikir kalau Niall mengambil rupa Jaemin itu akan bagus untuk diri anaknya karena wajahnya akan mudah dikenali sebagai anak dari seorang dokter baik, sementara saat Niall mengambil banyak kemiripan darinya—Renjun merasa bukan orang yang pantas untuk diberi hadiah berupa wajah anaknya adalah serupa dirinya, karena hidupnya dulu hanyalah pembuat dosa.
Tak lama kemudian terdengar pekerja di rumah Jaemin yang membuka pintu utama dan memberitaukan pada Jaemin bahwa Winter datang. Iya, Jaemin memutuskan mengambil seorang pekerja wanita untuk di rumahnya, terutama untuk urusan dapur dan menyiapkan makanan Niall dan mereka.
Sebenarnya Jaemin percaya pada Renjun yang bisa mengatur semua kebutuhan Niall, dari makanan hingga pakaian yang nyaman untuk anak mereka. Renjun begitu teliti tentang segala hal yang berhubungan dengan Niall. Renjun tak gegabah dan ceroboh, Jaemin tak meragukan itu.
Tapi mengingat bahwa sebelumnya Renjun sempat mengabaikan kesehatannya sendiri, Jaemin jadi khawatir nantinya Renjun akan lebih mementingkan Niall dari pada dirinya sendiri. Jadi lebih baik dirinya memperkerjakan seseorang untuk mengurus rumah sementara Renjun mengurus Niall dan dirinya sendiri.
"Niall." Suara lembut Winter terdengar memanggil nama Niall.
Sang pemilik nama, si bocah yang tengah duduk tenang langsung menoleh dan mengerutkan dahinya begitu melihat Winter. Setelah itu anak itu merangkak naik pada tubuh Renjun dan memeluknya.
"Aunty bawa hadiah." Winter langsung mengambil tempat duduk di belakang Renjun untuk mengintip wajah Niall yang bersembunyi pada bahu papinya.
Padahal ini bukan pertama kalinya Winter bertemu Niall, tapi ia tetap harus melakukan pendekatan lagi setiap bertemu, dengan mengajaknya berbicara cukup lama terlebih dahulu baru mereka akan kembali akrab.
"Hai, aunty bawa sepatu untuk Niall." Winter menoel pipi gembil Niall, anak itu masih menyembunyikan sebagian wajahnya pada bahu Renjun.
"Sudah pintar jalan ya kata papi?" Winter kembali bertanya tanpa menyerah. "Nanti kapan-kapan pergi dengan aunty bagaimana? Niall tidak pernah mau pergi berdua dengan aunty."