"Tak mungkin mereka tak memiliki hubungan, sementara Jaemin mengizinkannya tinggal di rumahnya." Nyonya Na tak percaya saat putranya hanya mengatakan bahwa Renjun hanya temannya.
Apalagi tadi ia juga menangkap jelas bagaimana mata Renjun yang langsung melirik Jaemin saat ia mengatakan bahwa mereka hanya teman.
Kalau misalkan Jaemin hanya peduli padanya sebagai teman, anak itu bisa membantu Renjun mendapat tempat tinggal murah mengingat ia saja bisa membantu Renjun mendapat pekerjaan juga disaat Renjun kesulitan karena hidup sendirian.
"Renjun anaknya sopan, senyumnya juga bagus. Tentu saja Jaemin akan meminta Renjun tinggal bersamanya, agar ia bisa melihat senyum itu setiap hari." Kekeh nyonya Na.
Tanpa tau bahwa Jaemin tetap merindukan senyuman Renjun setiap harinya. Meski ia bisa melihatnya setiap hari, karena senyum yang sering Renjun ulas untuknya hanya senyum kecil. Jaemin kesulitan melihat senyum lebar dan ceria Renjun seperti dulu.
Sementara itu Winter bingung sendiri respon apa yang harus ia ucapkan atas cerita mama Na. Apalagi sejak tadi ia juga belum menjawab pertanyaan wanita itu. Haruskah ia membocorkan cerita Jaemin yang bahkan baru ia simpan satu hari? Ia bahkan belum mendapat persetujuan dari Jaemin untuk membagi cerita Jaemin yang cintanya tak terbalas itu.
Sekarang gadis itu duduk berhadapan dengan nyonya Na yang langsung mendatanginya karena ia yang tak kunjung menjawab pertanyaan wanita itu.
"Jadi Winter, Renjun kekasih Jaemin kan?" Pertanyaan itu kembali dilontarkan.
"Setauku, bukan. Tapi aku juga tidak tau pasti, aku hanya mengetahui kalau mereka tinggal bersama dan kenal akrab." Jawab Winter, sebenarnya setelah mendengar cerita Jaemin kemarin Winter pun jadi sedikit berharap bahwa kedua orang itu bisa menjalin hubungan. Padahal sebelumnya ia tak berpikir kesana, tapi cerita Jaemin membuatnya berkhayal tentang hubungan mereka dan Winter pun jadi menyetujuinya.
Nyonya Na tak percaya begitu saja. "Tidak mungkin kau tidak tau, tadi Renjun bilang ia sudah cukup lama bekerja denganmu. Jaemin juga mengatakan kalau kalian cukup sering pergi berdua, kalian pasti sempat bertukar cerita."
Tiba-tiba keantusiasan di wajah wanita itu sedikit bertambah, kemudian ia berhenti menanyakan tentang hubungan Jaemin.
"Aku percaya padamu Winter, tapi aku boleh bertanya beberapa hal padamu?" Senyumnya terulas lebar.
Winter tak tau apa yang ada di benak wanita itu, dan ia hanya mengangguk. "Ya."
"Apa Jaemin pernah menjemputnya?" Jika Winter tak mau memberitaunya, ada kemungkinan yang ia tangkap. Bahwa Jaemin ikut meminta Winter merasahasiakan itu, seperti bagaimana Jaemin yang hanya mengatakan bahwa Renjun adalah temannya saja.
"Hampir setiap hari." Winter menjawab jujur.
Nyonya Na mengangguk mengerti. "Lalu mengantarnya?"
"Sering."
"Jaemin pernah menungguinya bekerja?"
Winter merasa dirinya seperti dihipnotis oleh wanita itu, dimana ia hanya menjawab seadanya yang ditanyakan. "Tentu pernah."
"Baiklah." Nyonya Na benar berpikir bahwa Renjun kekasih Jaemin, karena semua perhatian yang Jaemin lakukan pada Renjun agak mustahil dilakukan putranya itu pada sosok yang dipanggil teman. Sudah jelas Renjun memiliki peran lebih dalam hidup Jaemin.
Apalagi begitu ia sedikit mengajukan pertanyaan kecil juga pada Jaemin lewat pesan yang ia kirim, ia jadi lebih tau lagi tentang kedekatan macam apa antara putranya dan Renjun
Beberapa hari kemudian...
"Apa ini Winter?" Renjun mengerutkan dahinya begitu Winter menyodorkan sebuah paper bag sedang padanya saat ia hendak pulang.
"Hadiah dari mama Na untukmu." Jawab Winter sambil tersenyum.
Renjun mengintip isinya, ada sebuah kotak disana yang isinya entah apa. "Kenapa memberiku hadiah?"
"Ia bilang terimakasih mau berteman dengan Jaemin." Winter geli sendiri mengatakannya, karena Jaemin memiliki cukup banyak teman. Tapi pesan yang diberikan mama Na seperti orangtua pada teman anaknya yang masih kecil—seolah Renjun adalah teman pertama Jaemin.
"Aku yang harusnya berterimakasih, aku menumpang padanya, merepotkannya." Lirih Renjun.
Winter mulai menyadari bahwa Renjun ini sangat sering mengungkit tentang kalimat itu, bahwa ia merepotkan Jaemin.
"Sampaikan terimakasih dariku juga, Winter." Ujar Renjun.
Dan Winter mengangguk mengiyakan, matanya melihat kedatangan Jaemin yang menjemput Renjun. Ia juga melihat saat keduanya berjalan bersisian keluar dari restoran dengan Jaemin yang terlihat seperti bertanya pada Renjun tentang barang yang ia bawa. Winter harap ia bisa benar sedikit membantu hubungan kedua orang itu membaik, setidaknya kalau Renjun tak membalas perasaan Jaemin paling tidak keakraban mereka bisa kembali Winter lihat. Karena jujur sekarang ia mulai merasa tak nyaman juga akan keasingan interaksi mereka berdua, mungkin karena ia tau bagaimana dekatnya mereka dulu.
"Kau membawa apa kalau aku boleh tau?" Jaemin menunjuk barang yang dibawa Renjun.
"Aku juga belum tau, Winter baru memberikannya padaku." Jawab Renjun.
Jaemin memastikan dulu agar Renjun duduk nyaman, baru setelah itu ia masuk ke dalam mobil.
"Ini dari mama Jaemin. Winter bilang sebagai terimakasih karena aku mau berteman denganmu." Renjun mulai mengeluarkan kotak itu setelah ia membenahi posisi duduknya.
Mamanya? Jaemin benar-benar tak tau menau bahwa mamanya akan memberi hadiah pada Renjun, ia sekarang penasaran apa yang diberikan sang mama pada submisif itu. Maka ia tak dulu menyalakan mesin mobil, untuk melihat Renjun yang membuka kotaknya.
"Coklat." Renjun tersenyum melihat berbagai bentuk dari makanan manis itu berjajar cantik di kotak itu.
Jaemin menaikan halisnya begitu melihat bahwa isinya coklat, mamanya memang sering pergi ke sebuah toko kue. Juga kenal beberapa orang yang memiliki bisnis makanan manis semacam itu.
Senyum Jaemin pun sama terulas, mamanya menyukai Renjun. Terbukti dengan apa yang dilakukan mamanya dengan memberinya hadiah, dan apa yang dilakukan mamanya tadi dengan menanyakan tentang jam makan ia dan Renjun kemudian makanan kesukaan Renjun. Jaemin tak begitu hafal apa kesukaan submisif itu, tapi ia ingat bahwa Renjun sering menyimpan yogurt banyak-banyak.
Untuk makanan berat, Jaemin jarang melihat Renjun makan dengan lahap. Ia pernah ingin menanyakan alasannya, entah itu nafsu makannya atau lambungnya yang sedang bermasalah. Tapi setaunya, Renjun rajin mengkonsumsi vitamin, Jaemin pun mengurungkan diri untuk bertanya tentang hal itu. Karena kesehatan Renjun tak akan seburuk itu. Juga memang ia tak pernah mendapati submisif itu mengalami sakit selama mereka tinggal serumah, ia pikir Renjun baik-baik saja.
_______________
Kenapa mamanya Jaemin aku buat segampang itu suka Renjun nerima Renjun? Karena konfliknya emang bukan disana, bukan di mama Jaemin 😆