"Papi, kuenya banyak?" Niall bertanya penasaran begitu Renjun menceritakan cafe tempat ia membeli dessert kesukaan anaknya itu.
"Niall mau." Lanjut Niall dengan tangan memeluk lengan papinya, matanya menatap lucu pada Renjun.
Renjun mengecup dahi Niall dengan sayang. "Boleh, kita beli sekarang saja ya?"
"Iya, Niall mau!" Bocah empat tahun itu mengangguk antusias, ia melompat dari posisi duduknya untuk segera menarik tangan papinya.
Keduanya pergi menuju cafe, untuk mengabulkan keinginan Niall melihat dan memilih sendiri kue yang diinginkannya. Jaemin tidak ikut, karena jadwalnya untuk ke rumah sakit.
Niall menginginkan kue berbentuk bunga sakura yang cantik, mereka menikmati itu di cafe tersebut. Anak itu memakan kuenya dengan senang, karena di dalam kue tersebut terdapat cream manis bibir Niall menjadi cukup kotor dengannya. Renjun tersenyum geli melihatnya, Niall yang menyadari itu bertanya.
"Niall mirip kucing, papi?" Anak itu bertanya demikian karena setiap ia melihat kucing Viona yang tengah makan, pasti ada sebagian makanannya yang tertempel di sekitaran mulut si kucing.
Tawa pelan Renjun menguar, pertanyaan Niall cukup menghiburnya apalagi dengan tatapan polos itu. "Tidak, Niall tidak mirip kucing." Jawab Renjun dengan tangan yang mengusap kepala Niall lembut.
Bocah empat tahun itu tersenyum lebar. "Kucing punya kumis, Niall tidak."
"Iya, benar." Jawab Renjun lagi dengan senyum lebarnya juga.
Kemudian Niall membuat bentuk telinga kucing pada kepalanya dengan tangan kecilnya. "Kucing telinganya disini, Niall disini." Ia ganti menunjuk kedua telinga miliknya.
Renjun kembali mengangguk menahan gemas. Hari ini ia menghabiskan waktu menyenangkan dengan anaknya.
Setelah menyelesaikan makanan mereka, sebelum pulang Renjun memesan beberapa kue juga untuk Niall di rumah nanti.
Saat keluar cafe, Niall masih terlihat membawa langkahnya dengan riang. Tapi beberapa menit kemudian ia menghentikan langkahnya, dan mendongak menatap papinya. Renjun menunduk dan mendengus geli melihat raut lucu Niall itu.
"Mau papi gendong? Mengantuk kan?" Renjun sadar bahwa ini adalah jam tidur siang anaknya.
Niall mengangguk lemah, dan saat Renjun menggendongnya Niall langsung menyandarkan kepalanya pada dada papinya. Niall yang mengantuk pun tidur dalam pelukan Renjun.
"Papi sayang Niall." Renjun mencium puncak kepala Niall, kemudian melanjutkan langkahnya untuk menuju halte. Cafe yang Renjun datangi memang terletak di lingkungan yang tak begitu ramai, perlu beberapa waktu untuk mereka bisa mencapai halte. Tapi Renjun suka kemari, karena ia bisa membawa Niall berjalan-jalan sebentar.
Jalanan di sekitarnya masih ada beberapa orang yang berlalu lalang, beberapa mobil juga bisa masuk ke jalanan itu karena memang itu jalanan besar hanya saja bukan jalan utama.
Namun belum sampai satu meter Renjun menjauh dari cafe tersebut, langkahnya dibuat kembali berhenti.
"Renjun?" Sosok lelaki bertubuh tegap itu berdiri dua langkah di hadapannya.
Tubuh Renjun berubah kaku, ia menelan salivanya susah payah. Telapak tangannya mendingin, bahkan wajahnya ikut memucat.
Di pekerjaannya dulu, ia bertemu berbagai macam orang dengan sifat yang tentunya berbeda. Ada orang yang memang baik padanya, memperlakukannya dengan lebih manusiawi juga. Ada orang yang benar-benar hanya memakainya, lalu pergi—menunjukkan tak ingin berurusan lagi dengannya. Dan ada orang yang membuat kebencian Renjun pada pekerjaannya saat itu semakin bertambah.