Jaemin mengerutkan dahinya begitu Renjun mengatakan bahwa ia akan membawakan bekal juga untuk Jaemin, tapi dengan hiasan seperti pada Niall kecil dulu. Meski ia menampilkan raut kesal, Jaemin menikmati bagaimana tawa geli Renjun kembali terdengar.
Sifat usil Renjun pernah hilang beberapa waktu—diawal-awal kekacauan yang dirasakan Renjun bertahun-tahun yang lalu. Dan selama itu hilang, Jaemin merasakan hampa yang nyata. Ia seolah dikembalikan pada masa dimana Renjun menjaga jarak dengannya.
Tapi Jaemin sedikitnya terhibur juga dengan adanya Niall, sifat Renjun yang senang mengusilinya menurun pada Niall dan itulah yang menemani Jaemin selama Renjun masih dengan semua raut murung yang ia miliki.
Renjun mulai membaik dan tak sekacau sebelumnya tepat begitu Niall mulai masuk sekolah, Jaemin menyadari itu. Submisif itu seolah mendapat lagi alasan senyum dan keceriaannya setiap membuat bekal makan Niall, juga melihat riangnya Niall yang hendak pergi sekolah.
Juga setiap malamnya, Renjun selalu menanyakan pada Jaemin tentang apa saja yang Niall ceritakan padanya. Apa yang Niall alami di sekolah, apa yang Niall sukai di sekolah, dan bagaimana anak itu melewati harinya.
Jaemin selalu menceritakan semuanya, mengatakan bagaimana Niall kecil yang sempat sulit untuk diajak masuk kelas karena pemalunya ia. Tapi akhirnya ia mendapat teman pertamanya. Lalu Niall kecil yang selalu menyukai bekal buatan Renjun, Niall kecil yang bangga karena bisa membantu temannya.
Dan semua itu selalu berhasil membuat senyum Renjun terulas setiap harinya, kemudian mengembalikan sedikit demi sedikit diri Renjun padanya. Mengenai hubungan Niall dan Renjun, Jaemin merasa itu tak seburuk sebelumnya walau memang tak bisa kembali baik seperti dulu.
Jaemin pikir dengan adanya interaksi canggung antara mereka itu lebih baik dari pada Renjun yang selalu menangis diam-diam karena frustasi dengan sikapnya yang tak pernah berjalan sesuai keinginan hatinya.
"Ayah, papi..." Niall yang baru turun untuk makan malam menatap kedua orangtuanya, ia duduk dan mulai terlihat serba salah.
"Ada apa?" Jaemin yang bertanya balik, karena Niall tak juga melanjutkan kalimatnya.
Erangan kecil Niall terdengar sebelum cicitan pelan itu didengar oleh Renjun dan Jaemin. "Besok teman Niall ada yang akan ke rumah, boleh?"
Mata Jaemin tak bisa berbohong, ia seperti akan mendapat hal besar karena rasa penasarannya akan sosok yang mencuri hati anaknya akan ia ketahui rupanya. Ia memiliki dugaan besar bahwa teman yang Niall maksud adalah Rui. "Tentu saja boleh." Jawab Jaemin.
"Siapa?" Renjun bertanya kaku, matanya menatap Niall ingin tau.
"Itu Rui." Wajahnya memerah malu saat menjawab pertanyaan papinya. Kemudian Niall melihat bagaimana papinya bergumam pelan dan mengangguk.
Niall menatap papinya, ia merasa tak enak hati pada sosok itu karena ia belum bercerita pada papinya. Bukannya ia tak ingin menceritakan tentang pemuda yang tengah dekat dengannya, tapi ia tak tau bagaimana harus bercerita pada papinya itu.
"Papi, tentang Rui.." Anak itu menunduk menatap tangannya.
Renjun tersenyum melihat Niall yang terlihat salah tingkah saat mengucapkan nama itu, ia jadi mendapat gambaran bagaimana Jaemin selama ini melihat dan mendengar Niall menceritakan Rui.
Selama ini Renjun hanya bisa sekedar membayangkan bagaimana raut Niall setiap bercerita pada Jaemin, bagaimana antusias dan senyum ceria anaknya Renjun selalu ingin tau dan penasaran. Dan kali ini ia mendapat sedikit gambaran untuk itu, dan Renjun senang.
"Papi sudah tau dari ayah." Ujar Renjun disertai senyuman, ia tak mau membiarkan Niall semakin kebingungan dengan dirinya sendiri.
"Dan tentu saja, besok Rui boleh kemari." Lanjut Renjun, ia melihat Niall akhirnya mendongak lagi menatapnya. Pipinya masih bersemu cantik.