5. Kasus di Sekolah

448 61 33
                                    

"Anjir, bisa-bisanya gue telat!"

Siswa dengan pin A itu memanjat tembok pembatas SMA Gemilang. Ia mendarat di rumput hijau kebun belakang sekolah dengan pendaratan yang mulus. Untuk orang yang suka olahraga, aktivitas seperti memanjat, melompat, dan mendarat bukan sesuatu yang sulit. Laki-laki itu menyampirkan tasnya ke bahu kanan, dan berjalan pergi.

Elang Abimanyu, namanya. Siswa kelas X-2 IPS, asrama Antariksa.

Laki-laki dengan tinggi 182 cm itu berjalan dengan santai sambil melihat arloji di tangannya. Bel telah berbunyi lima menit yang lalu, dan ia sangat santai padahal terancam dihukum dan mungkin PA-nya akan dipotong. Sebut saja Elang apatis dengan peraturan, karena itu memang benar adanya.

Langkah Elang terhenti saat kakinya menginjak sesuatu. Laki-laki itu bergeming, menatap ke bawah untuk melihat sesuatu apa yang ada tak sengaja terinjak. Matanya membulat kala melihat bahwa sesuatu yang ia injak adalah sebuah tangan. Kini pandangan Elang beralih melihat siapa pemilik tangan itu.

Elang hampir berteriak bahkan sampai terjatuh ke tanah saking terkejutnya. Ia menatap tidak percaya pemandangan itu. Seorang gadis terbaring di atas rerumputan dengan berlumuran darah. Hampir seluruh wajahnya tertutupi rambut panjang. Gadis itu mengenakan piyama berwarna hijau.

Seluruh badan Elang mendadak tremor. Laki-laki jangkung itu berusaha bangkit dan berdiri meski kedua tungkai kakinya terasa sangat lemas seperti agar-agar. Elang mundur menjauhi gadis berumuran darah itu. Menggeleng tidak percaya.

"G-gak mungkin," gumam Elang shock, "Gak mungkin ada mayat di sekolah ini!"

Elang kemudian berlari terbirit-birit seperti sedang dikejar setan. Berlarian sambil berteriak-teriak tidak jelas di koridor sekolah, membuat orang-orang yang sedang berkerumun di mading menatapnya dengan pandangan heran.

"Kenapa lo?" tanya salah seorang teman Elang saat cowok itu berhenti di hadapannya.

Kini orang-orang menjadikan Elang sebagai pusat perhatian, bahkan seolah melupakan foto mengerikan yang ada di mading.

"Mayat! Di belakang gedung ada mayat!!!" teriak Elang histeris.

"Maksud lo? Jangan bercanda!"

"Gue serius!!" Napas Elang terengah-engah karena lelah berlarian, sekaligus bercampur panik. "Kalian semua lihat aja di kebun belakang sekolah!"

Semua orang menjadi ribut. Mereka terlihat percaya tidak percaya dengan apa yang Elang sampaikan. Pada akhirnya Elang berhasil membawa sebagian besar massa untuk ikut bersamanya ke kebun belakang gedung sekolah, tempat mayat gadis berlumuran darah itu. Elang akan membuktikan bahwa berita yang ia sampaikan faktual.

Benar saja, mayat gadis itu masih ada di sana dengan keadaan yang sama. Banyak perempuan yang berteriak histeris saat melihatnya. Bagaimana tidak? Baru saja mereka semua disuguhi foto mengenaskan di mading, lalu sekarang mereka benar-benar melihat sesuatu mengenaskan itu secara nyata.

Jingga dan antek-antek Himpunan-nya sampai di sana. Mereka semua terkejut melihat pemandangan mengerikan itu.

"Menjauh dari mayat itu! Jangan ada yang mendekat!" tegur Jingga, memerintahkan semua orang yang ada di sana agar menjaga jarak dari mayat gadis tersebut. "Kita tunggu guru dulu!"

Jingga kemudian menyenggol salah seorang temannya. "Panggil Pak Hendrik dan guru yang lain, cepet!"

Teman Jingga itu mengangguk dan bergegas pergi.

Di antara kerumunan yang mengelilingi mayat berlumuran darah itu ada Chiko.

Chiko berdiri mematung menatap gadis berlumuran darah di depan sana dengan tatapan tidak percaya. Baru saja kemarin malam ia datang ke gedung sekolah, dan pagi ini ditemukan mayat di kebun belakang. Chiko menduga bahwa orang itu melompat dari atas rooftop jika dilihat dari tempat dan keadaan mayat gadis itu. Chiko diam-diam merasa ngeri.

TIGA FAKTORIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang