25. Foto

366 51 6
                                    

Suara musik rock memenuhi kamar minimalis tersebut. Di dalamnya ada Chiko yang sedang belajar sembari sesekali sambat, karena musik rock super kencang yang Kelvin putar mengganggu konsentrasi belajarnya. Dengan dongkol dia melempar sebuah penghapus pada Kelvin ---yang sedang bernyanyi dengan nada sumbang di atas kasur. Penghapus yang tepat mengenai kepala Kelvin itu, refleks membuat Kelvin mengumpat.

"Berisik!" amuk Chiko.

"Ganggu aja lo!" balas Kelvin tak sadar diri. Dia mematikan musik rock yang dia putar dari laptop dengan tidak ikhlas. "Nih, udah gue matiin." Kelvin mendengus.

Chiko kembali melanjutkan pekerjaannya di laptop dengan lebih tenang. Namun, ketenangan itu hilang saat Kelvin tiba-tiba datang dan duduk di meja belajarnya ---yang berada di samping meja Chiko. Kelvin menggeser kursinya, mengintip apa yang sedang Chiko lakukan. "Ngerjain apa, sih, lo?"

Pergerakan Chiko terhenti. Dia mendelik sebal ke arah Kelvin. "Jauhan sana," titahnya, "Kepo amat."

"Ya habisnya lo nugas mulu perasaan!" Kelvin heran. Dia dan Chiko memang berbeda kelas, tetapi seharusnya tidak terlalu banyak perbedaan di antara mereka. Materi yang diajarkan kepada mereka sama, dan guru yang mengajar mereka pun (beberapa) adalah orang yang sama. Maka sepatutnya, beban akademik mereka berdua juga sama. Tapi, Chiko selalu lebih sering sibuk dengan buku dan laptop daripada Kelvin. "Lo udah berhenti jadi joki tugas, kan?"

"Kalo gue lanjut, yang ada gue dicepuin lagi." Dengan mata yang fokus menatap layar laptop, Chiko menjawab malas. Dia saat ini sedang mengedit sebuah video, dan Kelvin memperhatikan itu.

"Ada tugas bikin video?" Kelvin kepo, sudah biasa. "Pelajaran apa? Matematika?"

"Bukan tugas." Chiko mengoreksi. Dia tersenyum puas ketika video editannya rampung. Dia lantas mengunggah video tersebut ke saluran Youtube-nya yang baru 142 subscriber.

Kelvin memperhatikan, dan mulai paham dengan apa yang teman sekamarnya kerjakan. "Lo bikin saluran youtube pembelajaran?!" serunya tidak percaya. Dia mengambil alih laptop Chiko, dan melihat koleksi video laki-laki itu. "Wow, isinya Matematika semua."

Saluran Youtube Chiko baru berisi 5 video. Semuanya merupakan video pembelajaran Matematika tingkat SD. Kelvin cukup takjub dengan ketekunan teman sekamarnya itu. Sangat niat sekali mencari uang dari berbagai kesempatan, dan tidak pernah segan memulai dari nol. Chiko itu rajin dan pekerja keras. Kelvin mengakui hal itu.

"Berarti tadi lo lagi ngedit video tentang FPB dan KPK, ya?" ujar Kelvin, melihat video terbaru yang Chiko unggah. Dia mengingat-ingat kembali dua materi sederhana yang dia pelajari di Sekolah Dasar itu. "Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). Dulu pas SD gue sempet mikir, kok gak ada Faktor Persekutuan Terkecil ya? Misalnya FPK gitu ...." Kelvin bertanya, tak begitu serius.

Chiko tertawa pelan. "Jawabannya gampang. Kalau lo nyari FPK alias Faktor Persekutuan Terkecil, jawabannya akan selalu angka 1. Karena 1 adalah faktor terkecil dari semua bilangan. Dan buat apa lo nyari sesuatu yang udah pasti jawabannya?"

Sedikit lama Kelvin memproses ucapan Chiko, sampai akhirnya dia terhubung, dan tertawa konyol. "Bener juga, ya!" Kelvin menggeleng, tidak habis pikir. Kenapa dia baru menyadari hal itu? "Oh, iya. Terus kenapa cuma ada KPK alias Kelipatan Persekutuan Terkecil? Kenapa gak ada Kelipatan Persekutuan Terbesar, gitu?" Kelvin bertanya kembali, kali ini betulan penasaran sekaligus ingin menguji pengetahuan Chiko.

"Karena jawabannya tak terhingga." Chiko menjawab singkat. "Ngerti, gak?" Melihat Kelvin hanya diam, Chiko menghela napas. Dia menjelaskan sedikit, "Sampai kapanpun lo gak akan bisa nyari Kelipatan Persekutuan Terbesar, karena itu mustahil. Perhitungan lo itu gak akan pernah berhenti, alias menuju ke tak hingga. Dan untuk apa lo nyari sesuatu yang jawabannya itu gak pasti?"

TIGA FAKTORIALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang