Ketika menginjak usia 30 tahun, banyak sekali pertanyaan yang akan menghampirimu, terlebih jika kau seorang perempuan lajang yang belum memiliki pasangan.
Mana calonnya?
Kapan kau akan menikah?
Sudah siapkan tabungan untuk berkeluarga?
Dan, sudahkah kau punya rumah?
Percayalah, deretan tanya basa-basi yang sering kali dilontarkan bibi-bibi dengan rasa penasaran tinggi itu, sudah terdengar hal biasa atau bisa ia sebut 'basi' bagi seorang Bae Suzy, perempuan bersetelan blouse putih dengan rok span baby blue yang sedang menenteng jas kantornya dengan senyum canggung yang menghias paras cantiknya.
Jemari lentik perempuan itu menggenggam erat gelas berisi es teh plum segar, namun tak mampu mendinginkan kepalanya yang mulai sumpek gara-gara salah seorang bibi dari pihak ayah berujar padanya seperti ini;
"kau ini sudah kepala tiga, kalau tidak segera menikah bisa gawat. Mereka para pria tidak akan suka dengan daun layu, alias perawan tua hahaha.."
"lagi pula, semakin kau menunda punya anak, semakin susdah dapatnya!" katanya lagi dengan deretan senyum memuakkan.
Suzy menahan nafas, dalam hati dia bergumam, 'sabar.. sabar.. doakan saja semoga mulutnya tak bisa tertutup lagi akibat keasyikan mengejekku.'
Andai saja seorang Bae Suzy, perempuan 30 tahun yang sedang diolok-olok sebagai 'perempuan tua' itu mampu membalas perkataan bibi keduanya ini. Sayang betul, hal itu tidak mungkin bisa Suzy lakukan karena ada sosok wanita paruh baya yang duduk di dekat sudut ruangan menganggukkan kepala ke arahnya dengan isyarat Suzy harus menahan semuanya.
Itu adalah ibunya.
Suzy menghela pelan. Tentu saja ia tak akan bisa mendebat apapun di sini, karena bibi kedua pernah menjadi pahlawan ketika keluarga Suzy mengalami krisis ekonomi saat Suzy Sekolah Dasar. Waktu itu Ayah Suzy menjadi salah satu korban PHK suatu perusahaan yang akan gulung tikar, dan kemudian mereka hidup mengandalkan gaji Ibu Suzy yang berprofesi sebagai Guru Sekolah Menengah Pertama.
Walaupun datang dengan keangkuhan yang tiada tara, Bibi Kedua bermurah hati meminjamkan sebagian dari hartanya kepada Ayah Suzy untuk memulai suatu bisnis. Dan setelahnya Ayah Suzy membuka sebuah Supermarket di sebuah desa bernama Desa Hangga-ri di sisi Kota Jeonju, Provinsi Jeolla Utara.
Sesungguhnya itu bukan lagi bagian dari kota, itu adalah sebuah desa dekat danau besar yang terkenal sebagai tempat wisata. Suzy lahir dan tumbuh di sana selama 19 tahun sebelum akhirnya memutuskan merantau ke Ibu Kota, Seoul.
Bisnis Ayah Bae berjalan lancar, kini supermarket itu memiliki 7 cabang di kota-kota lainnya. Tak puas dengan itu, Ayah Bae pun membuka sebuah restoran besar di sisi Danau Wisata dan beruntungnya restoran itu kini menjadi sangat terkenal di kalangan turis yang mengunjungi Jeonju. Keluarga Bae sukses besar, tak lagi mengalami kesulitan ekonomi, meski tidak sekaya Chaebol. Keluarga Bae bisa dibilang lebih dari berkecukupan.
Dengan kesuksesan itu, Bibi Kedua selalu mengungkit-ungkit jasanya yang berpengaruh drastis bagi Keluarga Bae. Tidak ingin melupakan pertolongan Bibi Kedua, Ayah dan Ibu sebisa mungkin memperlakukannya dengan sangat baik meski itu harus mengorbankan Suzy atau Sangmoon--adik laki-lakinya--yang selalu menjadi bahan olokan Bibi Kedua.
"terimakasih atas perhatianmu, Bibi. Doakan saja yang terbaik untukku." Suzy mengulas senyum manis dan kala itu sang ibu bisa bernafas lega dengan pilihan putrinya yang bijak.
"aigoo, tentu saja. kami begini karena menyayangimu, kami tidak ingin sampai kau hidup sendirian sampai tua. Nah, bagaimana kalau sekarang kau ku atur kencan buta dengan putra salah satu temanku? Jangan khawatir, dia seorang pegawai negeri, hidupmu pasti terjamin kalau menikah dengannya!"
Ah, here we go.. ini, sih, dinamakan paket unlimited, tanpa batas yang tidak akan menemui akhir. Suzy merana. Daripada terus didesak lalu mentalnya tertekan, dia bisa-bisa terkena PTSD--Oke, sekarang dia terdengar seperti Gen Z yang hobi self diagnosis.
Well, daripada kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi, Suzy memilih beralibi. Dia menyuruh salah satu Staff-nya di Seoul untuk menghubunginya agar dia bisa cepat pergi dari peringatan kematian mendiang Kakek Bae ini.
Ponsel di genggaman Suzy berdering nyaring, semua mata lantas tertuju padanya. Perempuan itu beringsut semangat menerima panggilan gimmick hasil rancangannya bersama Jung Seulhee--Staffnya.
"Oh, Seulhee. Ada apa?"
Tetap, mata-mata tajam itu berpusat pada sosok Suzy yang kelihatan serius sekali berbicara dengan seseorang di sebrang sana.
"begitukah? Tamu kita dari Inggris akan datang sebentar lagi? Oh, tidak itu artinya aku harus segera kembali ke Seoul.. bagaimana ini.. baiklah, baiklah, aku akan menggunakan KTX (Korea Train Express) dan segela melesat ke Bandara."
Panggilan itu diakhiri, Suzy dengan wajah memelas menatap satu persatu paman dan bibinya. "sepertinya ini waktunya pergi--"
"kenapa buru-buru sekali? kau ini kan atasannya, suruhlah salah satu anak buahmu menjemput tamu dari.. dari.. darimana tadi?" Bibi Kedua memberengut bingung.
"Inggris," timpal Suzy.
"iya, itu. acara peringatannya belum selasai, kau tidak kasihan dengan kakekmu?"
"sudahlah Aeseok, putriku punya tanggungjawab besar di pekerjaannya, jangan tahan dia melulu atau dia bisa dipecat. Kau mau menghancurkan karir yang udah dia bangun susah payah?" sang penyelamat datang, Ayah Bae dengan wajah tegas menegur adiknya.
Bibi Aeseok atau Bibi Kedua lantas membungkam mulut dengan wajah cemberut.
"pergilah, nak, kakekmu akan mengerti," imbuh Ayah Bae dengan senyuman hangat.
"ayah..." Suzy bercicit terharu sambil memakai high heels berukuran 10 cm di dekat pintu keluar.
Ayah memang selalu ada dipihaknya ketika semua orang menghakimi, berbeda dengan ibu yang notabenennya menantu yang tak banyak memiliki suara di keluarga suami, hanya bisa diam dan menurut. Begitulah mirisnya budaya partiarki di Asia yang selalu Suzy sayangkan.
Sejujurnya.. itu menjadi salah satu alasan Suzy enggan buru-buru menikah. Meski ada salah satu alasan besar lain yang membuatnya menunda mencari pasangan.
Perempuan itu sedang menunggu kepulangan seseorang.
Seorang pria yang selama 8 tahun ini tidak ia lihat dari radar pandangannya.
Cinta pertamanya.
Yang sayangnya hingga detik ini tidak Suzy ketahui kabarnya sedikitpun.
***
Teman2 maaf ya cukup lama menghilang lalu tbtb2 ada story baru😭
Yuyur aje w sumpek bikin yg berat2 jadinya ya enih, ff ringan masa kuliahan yg pernah w buat tp ga sempet lanjut. Tadinya gaakan lg buat ff, tp cerita ini tuh sudah dari lama aku keep dan sayang kalo ga dipublish krn myungzynya gemes bgt disini jd gak papa ya komedi dikit sm kelabilan guweh??🙏😭
Eitsss walopun labil bener jd author tp insyaAllah sy akan berusaha menyelesaikan Lets Go Back To Where We Started (sumpah capek amat tiap nulis judul nih ff) dan The Queen Of evil. Tapi entar dulu ya, mau ngumpulin energi dulu sebelum menuju peperangan 🤣
Utk skrg, demi menebus keleletan update hamba, hamba suguhkan dulu yg ringan-ringan uwu_uwu dulu yah jan protes yah (boleh deng kalo mau) ketuk dm azah.
Alurnya mundur, jd di enih ff neng Suzy lg nyeritain masa lalunya pas jaman kuliah dmn die jatuh cinte wkwk
Nah di prolog itu POV suzy stlh umur 30 tahun.
Lah trs kemana tuh si cinta pertamanya? Kok ga pernah kedengeran kabarnya lg?
Staytune di ff ini nanti terjawab.
Jan lupa vote dan komennya🫰🏻❤️🔥🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Love - Hate Relationship
Romance"Preman Sinting itu merecokiku lagi!" P.S : Keluhan Suzy ke 1001 kali. Tak pernah Suzy sangka bahwa kehidupan perkuliahannya akan direcoki oleh seorang pria berandal yang tidak ingin melepaskannya setelah pertemuan mereka yang begitu absurd di bawah...