Chapter 39

20 3 0
                                    

Malam ini, angin dingin berhembus dengan lembut di sekitar kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini, angin dingin berhembus dengan lembut di sekitar kota. Di balik cahaya remang-remang lampu jalan, dihiasi dengan cahaya bulan yang indah. Di dalam rumah sakit, tepatnya di ruangan tempat Risa dirawat, suasana riang dan tawa memenuhi ruangan itu.

Mereka mengobrol bercerita bersama, memberi semangat pada risa dalam masa pemulihannya.

"Sekali lagi, Aa!"

"Gak mau kak, udah kenyang ini perut Risa," ucap Risa menolak suapan kakaknya sambil mengelus perutnya."

"Sekali lagi ya, kamu itu harus banyak makan biar cepat sembuh," menyodorkan sendok ke mulut Risa.

"Nanti Risa gemuk, kalau makan banyak."

"Kurus juga gak ada yang suka tuh," ledek Andrian.

"Ih, banyak ya yang suka sama Risa. Kakak aja yang jomblo akut," ucap Risa.

"Siapa coba yang suka sama adek kakak yang jelek ini?"

"Ya, pasti ad....

"Siapa ?" Potong Andrian.

"Gue," ucap Revan membuat Risa yang ingin membuka suaranya tak jadi.

"Khem," ujar Alex.

"Ada apa nih," lanjut devi.

Risa yang mendengarnya sontak terdiam, dia menatap Revan yang sudah menatapnya.

"Udah, udah. Makan dulu, baru bucin," ucap Andrian.

"Ayo sekali lagi!"

"Ih Dari tadi kakak bilang sekali lagi-sekali lagi  tapi apa ini udah ketiga kalinya kak Andrian ngomong gitu," ucap Risa cemberut.

"Oke-oke, ini terakhir. Ayo!"

Risa membuka mulutnya cemberut, dan menguyah makanan dengan cepat.

"Atha, minjam hp dong," ucap Risa menyodorkan tangannya kearah Revan.

Tanpa basa-basi Revan memberikan ponselnya pada risa, dan duduk di samping Risa.

"Awas Ris, handphone Revan isinya aneh semua," ucap Alex yang mendapat cubitan dari Devi.

"Aws, apa-apaan sih Lo, kok cubit gue," ucap Alex tak terima.

"Mangkanya gak usah ngomong aneh-aneh, Lo gak takut mata di depan Lo tu melototi Lo gitu."

Alex langsung menghadap ke depan dan dia meringis melihat tatapan tajam Revan.

"Udah, gak papa. Gak ada yang aneh di handphone gue," ucap Revan mengelus rambut Risa.

Andrian yang melihat nya mendengus, dia berdiri dari duduknya.

"Kakak mau kemana?"

"Kakak mau pergi sebentar ya, kakak tinggal gak papa ya," ucap Andrian, sebenarnya ia tak mau meninggalkan adiknya tapi karena ada telepon dari asistennya yang mengatakan ada berita penting.

Jika saja tidak penting, maka Andrian akan memotong kepala asistennya itu.

"Gak papa kak, emang kakak mau kemana?" Tanya Risa.

"Nanti kakak ceritakan ya, kalau gitu kakak pergi dulu," ucap Andrian mencium kening Risa.

"Hati-hati kak!"

Andrian mengangguk dan beralih menatap Revan.

"Gue titip Risa sama Lo," ucap Andrian dingin.

"Hmm."

"Kok Revan aja sih, kan ada gue. Gue pasti jaga Risa dengan nyawa raga gue," ucap Alex menatap Andrian kesal, seolah kehadirannya tak di anggap.

"Gue gak yakin sama Lo," ucap Andrian keluar dari ruangan itu.

"Sabar, Lex. Orang sabar mukanya ganteng."

"Ganteng dari Hongkong," ucap devi.

"Syirik aja Lo, orang jelek," ujar Alex.

"Lo yang jelek, dasar Suparjo."

"Kok Lo bawa nama bapak gue sih, Lo itu yang jelek."

Risa yang mendengar perdebatan itu menatap mereka kesal, ia jadi tidak fokus menonton film nya.

Revan yang menyadari raut wajah Risa, langsung menatap kedua orang itu yang masih berdebat.

"Lo...

"Lo yang jelek," ujar Alex tak mau kalah.

"Lo yang je...

"Kalian berdua jelek," ucap Revan dingin.

Mereka yang mendengarnya tak terima dan menatap sang empedu ingin protes. Tapi di urungkan, karena melihat tatapan tajam Revan dan Risa.

"Ampun bos,"  ucap keduanya.

Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, Devi yang tertidur di sofa dan Alex yang tak henti-hentinya bolak-balik ke kamar mandi, entah apa yang di makan nya sehingga membuat perutnya sakit.

Berbeda dengan kedua orang yang tak lain Risa dan Revan. Mereka fokus pada film yang di putar di handphone, lebih tepatnya Risa yang menonton. Sedangkan, Revan ia fokus memandang wajah Risa.

"Ngantuk," ucap Risa memberikan handphone pada Revan.

Revan melihat jam yang melingkar di tangannya, yang menunjukkan pukul 13.15 wib.

"Tidur gih," ucap Revan membenarkan posisi tidur Risa.

Risa mengangguk dan dia memeluk tangan revan yang di jadikan sebagai guling.  Beberapa menit kemudian, Revan menatap Risa yang sudah nyeyak tertidur.

Dalam keheningan yang hanya diisi oleh suara napas Risa yang teratur, Revan meraih tangan Risa yang tergeletak di atas selimut.

Dia membelai lembut punggung tangannya dengan ibu jari. Rasa hangat dan nyaman melanda Revan saat menyentuh kulit lembut Risa.

"Gue gak akan membiarkan sesuatu terjadi lagi sama kamu, Azza. Cukup kejadian beberapa tahun lalu, yang membuat kamu melupakan aku."

Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus melindungi dan mencintai Risa dengan segenap hatinya.

Tanpa sadar Revan ikut tertidur di samping Risa, seraya memegang tangan Risa dengan erat.

Kejadian itu tak lepas dari tatapan mata seseorang, dia menatap keduanya dengan tajam.

"Sial," ujarnya melompat dari jendela rumah sakit.

Misteri Gedung terbengkalai ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang