Ada 4 kaleng minuman bersoda dan empat cup ramen yang sudah kosong isinya.
Kamar Namjoon dilantai dua letak balkonnya menjorok keluar. Balkon itu kecil dan tanpa atap, sehingga siapapun yang duduk disana akan bisa memandang ke langit malam.
Seperti kebanyakan tempat tinggal kaum menengah di Korea, letak rumah-rumah mereka berada di daerah yang berbukit. Karena letak rumah Namjoon berada diujung jalan maka mereka berdua bisa melihat pemandangan luas dibawahnya. Nampak indah di malam hari, penuh kerlipan lampu. Namun sayang malam itu agak mendung sehingga hanya nampak beberapa bintang yang mengintip dari balik awan.
Mereka berdua duduk bersebelahan memandang alam disekitarnya. Jin memkai kolor dan t-shirt Namjoon yang nampak agak kebesaran ditubuhnya dan Namjoon hanya memakai kolor dan kemeja pantai yang tak dikancingkannya sama sekali.
"Hyung yakin hanya mau satu cup itu, tidak mau nambah lagi ??"
"Sudah cukup, melihatmu menghabiskan tiga cup, Hyung sudah kenyang" jawab Jin sambil memperhatikan Cup-cup ramen di depannya.
"Napsu makanku memang besar, seperti napsuku yang lain" dengan santai Namjoon menoleh pada Jin sambil mengatakan tanpa malu-malu sedikitpun tentang hal yang membuat Jin merona dan menahan senyum.
"Maksudku...napsuku pada dunia otomotif, hei kenapa Hyung merona ?? Kau berpikir tentang apa ?? Wah Hyung mesum rupanya" goda Namjoon lagi sambil memandangi Jin.
Jin memalingkan wajah Namjoon dengan jemarinya agar tak memandanginya yang sedang malu.
"Kenapa kalian tidak menjual rumah ini ??" tanya Jin untuk alihkan perhatian Namjoon darinya.
"Tidak akan, aku sadar bisa saja suatu saat papamu bosan pada mama maka kami masih punya rumah untuk pulang" ucapan Namjoon yang seperti menerawang membuat Jin menoleh.
"Joon...."
"Kami tahu reputasi papamu Hyung, bukan bermaksud merendahkan tapi kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya" ujar Namjoon sambil mengambil satu kaki Jin dan menumpangkannya di pahanya sendiri.
Dan Jin hanya mengangguk, dia sangat paham dengan pemikiran pemuda itu. Sebagai anak tertua dalam keluarga, Namjoon pasti memikul beban lebih dipundaknya saat papa kandungnya tiada.
"Lagipula hanya ini harta peninggalan papa satu-satunya. Masa kecilku dan Jungkookie juga kami habiskan disini. Kalau suatu saat papa Hyung bosan pada mama, kami akan pulang kembali ke rumah ini tapi aku akan membawamu serta bersamaku. Bukan sebagai anak tertua lagi, bukan sebagai hyungku dan Jungkookie tapi sebagai menantu mama"
Jin langsung menoleh dan melongo memandangi wajah Namjoon yang rupanya mengucapkan semua itu dengan serius.
"Jaga mulutmu Joon, itu semua merupakan hal buruk dalam hidup kita. Semoga tak terjadi" jawab Jin.
Ya itu kemungkinan terburuk dan Namjoon menyadari itu semua.
"Mereka tampak bahagia bersama, Jungkookie juga terlihat dekat dengan papa. Aku tahu selama ini aku kurang dekat dengannya dan rupanya adikmu sudah bisa mengisi kekosongan itu"
Namjoon tersenyum membayangkan adik satu-satunya yang tampaknya bisa menerima tuan Beom dengan sangat baik dan tuan Beom juga tampak dekat dengannya dan tak keberatan dengan hal itu.
"Apa...Hyung tak lagi terganggu dengan keberadaan mama dan adikku dirumahmu ??"
"Entahlah, papa selama ini hanya bermain-main dan hanya dengan 'Miss Haarin' dia ingin menikah. Itu... tak biasanya. Dan Jungkookie, aku belum bisa dekat dengannya dan dia tampak takut padaku tapi keberadaannya membuat rumah ramai dan seperti...keluarga sungguhan. Dia bermain bola, bermain basket, sepatu roda, skateboard, melukis disekitar rumah. Kadang aku melihat dia naik ke meja dapur disamping kompor menemani mamamu dan pembantu rumah masak, kadang aku lihat dia berjalan dibelakang papa menenteng kantong es krim..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brothers
FanfictionSeokjin : Mama kamu menikah dengan papaku karena harta. Namjoon : Mama ku menikah dengan papamu karena dia terjerat rayuan playboy tua seperti papamu. Jungkook : Asik aku punya dua Hyung sekarang. Seokjin+Namjoon : Diam kau !!